Lebih Jujur dan Tidak Dipengaruhi Politik, Warga Eropa Ingin Anggota DPR Digantikan AI
loading...
A
A
A
LONDON - Sebuah studi baru-baru ini menemukan bahwa sebagianwarga Eropa ingin melihat anggota parlemen mereka diganti dengan algoritma atau kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI).
Penelitian ini dilakukan IE University Center for Governance of Change dengan melibatkan 2.769 relawan dari 11 negara di seluruh dunia.
Para responden menjawab pertanyaan soal tanggapan mereka tentang pengurangan jumlah anggota parlemen dan memberikan kursi itu kepada AI yang akan memiliki akses ke data mereka.
Dalam hasil studi yang dipublikasikan, menyebutkan meskipun ada batasan yang jelas dengan AI, tetapi 51% orang Eropa mendukung langkah pengurangan anggota parlemen dan memberikan kursi itu kepada AI.
Oscar Jonsson, direktur akademik di IE University's Center for the Governance of Change dan salah satu peneliti utama laporan tersebut, mengatakan telah terjadi penurunan kepercayaan selama beberapa dekade pada demokrasi sebagai bentuk pemerintahan.
Alasannya kemungkinan terkait dengan peningkatan polarisasi politik hingga informasi yang terbelah.
"Persepsi semua orang adalah bahwa politik semakin buruk dan jelas politisi disalahkan, jadi saya pikir (laporan itu) menangkap zeitgeist umum," kata Jonsson, seperti dikutip dari CNBC, Sabtu (29/5).
Dia menambahkan bahwa hasilnya tidak terlalu mengejutkan, mengingat tidak banyak orang yang mengenal anggota parlemen, memiliki hubungan dan bahkan rakyat tidak mengetahui apa yang dilakukan anggota parlemen.
Studi tersebut menemukan bahwa ide mengganti anggota parlemen dengan AI sangat populer di Spanyol, di mana 66% orang yang disurvei mendukungnya. Di tempat lain, 59% responden di Italia setuju dan 56% orang di Estonia.
Tidak semua negara menyukai gagasan tersebut. Beberapa berpendapat mesin bisa saja diretas atau bertindak dengan cara yang tidak diinginkan manusia.
Di Inggris Raya, 69% orang yang disurvei menentang gagasan tersebut, sementara 56% menentangnya di Belanda dan 54% di Jerman.
Sementara di luar Eropa, sekitar 75% orang yang disurvei di China mendukung gagasan untuk mengganti anggota parlemen dengan AI, sementara 60% responden Amerika menentangnya.
Pendapat yang dilontarkan juga bervariasi secara dramatis dari generasi ke generasi. Orang-orang yang lebih muda ternyata jauh lebih terbuka terhadap gagasan tersebut.
Lebih dari 60% orang Eropa yang berusia 25-34 tahun dan 56% dari mereka yang berusia 34-44 mendukung gagasan tersebut, sedangkan mayoritas responden yang berusia di atas 55 tahun tidak menganggapnya sebagai gagasan yang baik.
Penelitian ini dilakukan IE University Center for Governance of Change dengan melibatkan 2.769 relawan dari 11 negara di seluruh dunia.
Para responden menjawab pertanyaan soal tanggapan mereka tentang pengurangan jumlah anggota parlemen dan memberikan kursi itu kepada AI yang akan memiliki akses ke data mereka.
Dalam hasil studi yang dipublikasikan, menyebutkan meskipun ada batasan yang jelas dengan AI, tetapi 51% orang Eropa mendukung langkah pengurangan anggota parlemen dan memberikan kursi itu kepada AI.
Oscar Jonsson, direktur akademik di IE University's Center for the Governance of Change dan salah satu peneliti utama laporan tersebut, mengatakan telah terjadi penurunan kepercayaan selama beberapa dekade pada demokrasi sebagai bentuk pemerintahan.
Alasannya kemungkinan terkait dengan peningkatan polarisasi politik hingga informasi yang terbelah.
"Persepsi semua orang adalah bahwa politik semakin buruk dan jelas politisi disalahkan, jadi saya pikir (laporan itu) menangkap zeitgeist umum," kata Jonsson, seperti dikutip dari CNBC, Sabtu (29/5).
Dia menambahkan bahwa hasilnya tidak terlalu mengejutkan, mengingat tidak banyak orang yang mengenal anggota parlemen, memiliki hubungan dan bahkan rakyat tidak mengetahui apa yang dilakukan anggota parlemen.
Studi tersebut menemukan bahwa ide mengganti anggota parlemen dengan AI sangat populer di Spanyol, di mana 66% orang yang disurvei mendukungnya. Di tempat lain, 59% responden di Italia setuju dan 56% orang di Estonia.
Tidak semua negara menyukai gagasan tersebut. Beberapa berpendapat mesin bisa saja diretas atau bertindak dengan cara yang tidak diinginkan manusia.
Di Inggris Raya, 69% orang yang disurvei menentang gagasan tersebut, sementara 56% menentangnya di Belanda dan 54% di Jerman.
Sementara di luar Eropa, sekitar 75% orang yang disurvei di China mendukung gagasan untuk mengganti anggota parlemen dengan AI, sementara 60% responden Amerika menentangnya.
Pendapat yang dilontarkan juga bervariasi secara dramatis dari generasi ke generasi. Orang-orang yang lebih muda ternyata jauh lebih terbuka terhadap gagasan tersebut.
Lebih dari 60% orang Eropa yang berusia 25-34 tahun dan 56% dari mereka yang berusia 34-44 mendukung gagasan tersebut, sedangkan mayoritas responden yang berusia di atas 55 tahun tidak menganggapnya sebagai gagasan yang baik.
(dan)