Rumah.com Sebut Ini Dampak UU Cipta Kerja Terhadap Industri Properti

Rabu, 21 Oktober 2020 - 19:36 WIB
loading...
Rumah.com Sebut Ini Dampak UU Cipta Kerja Terhadap Industri Properti
Marine Novita, Country Manager Rumah.com berharap UU Cipta Kerja bisa berdampak positif dan menggairahkan sektor properti di Indonesia. Foto/Ist
A A A
JAKARTA - Rumah.com menilai Undang-Undang Cipta Kerja mendongkrak industri properti yang stagnan selama beberapa tahun terakhir. (Baca juga: Pikat Konsumen Milenial, Pengusaha Properti Gencar Tebar Promo )

Marine Novita, Country Manager Rumah.com, menyatakan, UU Cipta Kerja diharapkan bisa berdampak positif dan menggairahkan sektor properti di Indonesia. Selain itu, regulasi baru ini bisa membawa lebih banyak optimisme di pasar properti Indonesia, di kelas atas dan menengah ke bawah.

Pasal-pasal dalam UU Cipta Kerja terkait industri properti sepertinya ada yang dimaksudkan untuk segmen premium dan ada juga bagi segmen Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR). Untuk segmen premium, misalnya dengan membuka kepemilikan apartemen di atas tanah bersertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) untuk warga negara asing (WNA).

Sedangkan untuk segmen MBR salah satunya melalui amanah pendirian Badan Percepatan Penyelenggaraan Perumahan. Namun yang perlu dicermati, dampak terhadap sektor properti tidak bisa dilihat hanya dari dua segmen ini saja. Perubahan seputar ketenagakerjaan dan pengupahan dapat mempengaruhi daya beli dan kemampuan finansial kelas menengah yang merupakan segmen sangat besar dalam sektor properti.

"Kami berharap UU Cipta Kerja bisa mendorong industri properti di Tanah Air karena adanya regulasi baru di pasar premium, di mana WNA diberikan kemudahan dalam membeli apartemen. Mereka bisa memiliki apartemen di atas tanah HGB, sebelumnya hanya terbatas di atas tanah dengan status hak pakai. Selain itu adanya pendirian Badan Percepatan Penyelenggaraan Perumahan dalam UU Ciptaker membuka peluang tersedianya hunian murah di tengah kota," kata Marine.

Adanya perubahan regulasi ini diharapkan WNA dapat berburu hunian dengan lebih mudah. Namun masyarakat tidak perlu khawatir harga apartemen di atas tanah HGB akan naik secara drastis, karena keluarnya UU Cipta Kerja akan diikuti oleh peraturan pelaksanaan di bawahnya yang diperkirakan akan mengatur tentang batasan harga apartemen yang bisa dimiliki oleh WNA.

Rumah.com Indonesia Property Market Index Q2 2020 sendiri mencatat adanya indikasi pulihnya kepercayaan pemangku kepentingan di bidang properti, terutama dari sisi penyedia suplai baik pengembang maupun penjual properti termasuk untuk hunian apartemen.

Rumah.com Indonesia Property Market Index –Harga (RIPMI-H) Q2 2020 berada pada angka 110,6 atau turun 1,7% dari kuartal sebelumnya. Secara tahunan (year-on-year), RIPMI-H kuartal kedua 2020 mengalami kenaikan sebesar 2,3%. Indeks harga apartemen tercatat pada 116,5 atau naik tipis sebesar 0,4% (QoQ) dan 1,5% (YoY).

"Angka kenaikan tahunan pada kuartal kedua 2020 ini masih lebih kecil dibandingkan rata-rata kenaikan apartemen secara tahunan yakni sebesar 5%," ujarnya.

Sementara pada sisi suplai properti, Rumah.com Indonesia Property Market Index –Suplai (RIPMI-S) pada kuartal Q2 2020 berada pada angka 131,6 atau naik 21% dibandingkan kuartal sebelumnya. Kenaikkan pada kuartal kedua ini tampaknya sebagai kompensasi di mana suplai pada kuartal sebelumnya tertahan dan turun sebesar 5% (QoQ) pada kuartal pertama 2020.

Indeks suplai apartemen juga mencatat adanya kenaikan. Yakni, berada pada angka 106,6 atau naik 12% dibandingkan kuartal sebelumnya.

Marine mengklaim, data Rumah.com Indonesia Property Market Index (RIPMI) memiliki akurasi yang cukup tinggi untuk mengetahui dinamika yang terjadi di pasar properti di Indonesia. Sebab hasil analisis dari 400.000 listing properti dijual dan disewa dari seluruh Indonesia, dengan lebih dari 17 juta halaman yang dikunjungi setiap bulan, dan diakses oleh lebih dari 5,5 juta pencari properti setiap bulannya.

Marine menambahkan, UU Cipta Kerja juga mengamanahkan agar pemerintah mendirikan Badan Percepatan Penyelenggaraan Perumahan. Badan ini bertujuan agar mempercepat pembangunan perumahan bagi MBR sekaligus mengatasi backlog atau minimnya pasokan dibandingkan dengan kebutuhan rumah murah. Selain mempercepat penyediaan perumahan, lembaga baru ini juga akan mengelola dana konversi hunian berimbang yang kemudian akan dimanfaatkan untuk membangun rumah susun umum di wilayah perkotaan.

Diharapkan penyediaan rumah bagi MBR bisa dipacu setelah dibentuk badan ini sehingga backlog perumahan bisa segera diselesaikan. “Masyarakat berpenghasilan rendah saat ini memang sedang mendapat perhatian khusus dari pemerintah terutama dalam kepemilikan rumah,” tambahnya.

Perhatian khusus dari pemerintah terhadap MBR juga tercermin dari hasil survei Rumah.com Consumer Sentiment Study H2 2020. Yakni, sekitar 36% responden MBR menyatakan kepuasannya terhadap langkah pemerintah menstabilkan pasar properti nasional. Sementara MBR yang menyatakan ketidakpuasannya hanya sejumlah 19% responden.

agi masyarakat atau pekerja kelas menengah yang belum memiliki rumah perlu mendapatkan perhatian sendiri dari pemerintah. Karena berbagai fasilitas atau kebijakan pemerintah selama ini belum berpihak kepada kelas menengah.

Sebagai contoh mereka tidak bisa memanfaatkan fasilitas Tapera meskipun wajib menjadi pesertanya. Sementara potensi segmen menengah cukup besar yang ditunjukkan dari hasil Rumah.com Consumer Sentiment Survey H 2020, di mana 82% responden mencari hunian dengan harga kurang dari Rp750 juta, terdiri dari 22% responden mencari hunian dengan harga Rp500 juta-750 juta dan 60% lainnya mencari rumah dengan kurang dari Rp500 juta.

Mereka juga bisa memilih lokasi hunian dengan harga yang masih terjangkau. Menurut data Rumah.com Indonesia Property Market Index Q2 2020, ada sentimen positif dari sisi penawaran di segmen kelas menengah dan menengah bawah dimana segmen terpopuler adalah rumah di kisaran harga Rp300-750 juta.

Sementara merujuk pada data pencarian Rumah.com di mana 26% dari total pencari hunian melalui situs Rumah.com mencari hunian pada kisaran harga Rp300-750 juta. Sedangkan jika ditambahkan lagi dengan pencari hunian di bawah Rp300 juta, maka besarnya mencapai 44% dari total pencarian dalam satu tahun terakhir.

Jika UU Cipta Kerja melalui pasal-pasal seputar hubungan ketenagakerjaan berdampak mengubah pola perekrutan dan status karyawan secara keseluruhan, maka stakeholder industri properti, khususnya kalangan perbankan harus memperhatikan kondisi ini dengan seksama dalam pengajuan KPR. Terutama tentang prudence dan profil resiko dengan baik namun dengan tetap menjaga agar karyawan dengan status kontrak jangan sampai tersisihkan kesempatannya untuk memiliki rumah.

Status karyawan tetap atau kontrak ini memang menjadi salah satu faktor penting dalam pengajuan KPR. Berdasarkan hasil survei, 46% responden menyatakan pekerjaan atau penghasilan yang tidak stabil menjadi faktor kedua hambatan utama untuk mengambil KPR.

Sedangkan ketidakmampuan membayar uang muka menjadi faktor pertama dinyatakan oleh 51% responden. Tidak bagusnya sejarah kredit menjadi faktor ketiga dinyatakan oleh 31% responden.

Marine menjelaskan secara umum UU Ciptaker mendapat respons positif dari pelaku pasar karena dinilai bisa mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia melalui penyederhanaan aturan untuk memudahkan investasi, termasuk dalam sektor properti di mana kepemilikan asing juga diatur supaya lebih mudah. Namun perlu mengukur seperti apa efek UU ini terhadap sektor properti.

“Perlu juga diperhatikan bagaimana dampak UU Ciptaker terhadap daya beli dan sentimen masyarakat, karena perekonomian kita yang berbasis konsumsi,” pungkas Marine. (Baca juga: Bersiap, Malam ini Akan Fenomena Langit Hujan Meteor Orionid )
(iqb)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1900 seconds (0.1#10.140)