Peretasan Data Marak, Pengamat Desak RUU PDP Segera Tuntas
loading...
A
A
A
JAKARTA - Kasus peretasan dan penjualan 91 juta data pengguna Tokopedia di dark web menjadi pengingat betapa pentingnya Rancangan Undang-Undang (RUU) Perlindungan Data Pribadi (PDP) untuk segera dituntaskan.
Tanpa UU PDP, masyarakat seperti dibiarkan di hutan belantara tanpa perlindungan. Data masyarakat baik di online dan offline banyak disalahgunakan dan yang paling krusial data tersebut tidak dilindungi.
Dalam keterangannya, Senin (4/5/2020), pakar keamanan siber Pratama Persadha menjelaskan, Tokopedia harus dimintai pertanggungjawaban. Masalahnya regulasi dan UU apa yang bisa dipakai, karena UU PDP juga belum tuntas.
“Coba kita lihat data yang diretas, praktis hanya password saja yang dienkripsi. Padahal data lainnya juga sangat krusial. Ada user ID, email, nama lengkap, tanggal lahir, jenis kelamin dan nomor seluler. Pengguna Tokopedia saat ini menjadi sasaran empuk tindak kejahatan, salah satunya phising dengan memanfaatkan data tadi,” papar Chairman Lembaga Riset Siber Indonesia CISSReC (Communication & Information System Security Research Center) ini.
Pratama menambahkan, selain pengamanan yang tidak menyeluruh, Tokopedia juga tidak langsung memberikan notifikasi pada pengguna terdampak dan juga langkah preventif. Hal seperti ini sebenarnya bisa saja mudah dilakukan, dengan notif lewat aplikasi, email, SMS, dan whatsapp.
Selain itu, Tokopedia juga harus menghadapi ancaman tuntutan bila ada user Tokopedia warga Uni Eropa yang merasa dirugikan.
Warga Uni Eropa dilindungi General Data Protection Regulation (GDPR), semacam UU yang melindungi data warganya di seluruh dunia. Ancamannya tidak main-main, bisa sampai 20 juta euro.
Pratama menambahkan, dalam GDPR, perlindungan data menjadi hal yang sangat diprioritaskan. Dalam kasus Tokopedia, enkripsi hanya pada password saja sangat tidak cukup. GDPR sendiri mewajibkan perlindungan pada seluruh data.
"Dalam GDPR nanti akan dicek, apakah data sensitif dienkripsi atau tidak. Apakah platform memiliki SDM dan vendor teknologi yang cakap atau tidak. Apakah update security patch dilakukan berkala atau tidak. Serta bagaimana model pengamanan yang dijalankan setiap harinya,” tandasnya.
Tanpa UU PDP, masyarakat seperti dibiarkan di hutan belantara tanpa perlindungan. Data masyarakat baik di online dan offline banyak disalahgunakan dan yang paling krusial data tersebut tidak dilindungi.
Dalam keterangannya, Senin (4/5/2020), pakar keamanan siber Pratama Persadha menjelaskan, Tokopedia harus dimintai pertanggungjawaban. Masalahnya regulasi dan UU apa yang bisa dipakai, karena UU PDP juga belum tuntas.
“Coba kita lihat data yang diretas, praktis hanya password saja yang dienkripsi. Padahal data lainnya juga sangat krusial. Ada user ID, email, nama lengkap, tanggal lahir, jenis kelamin dan nomor seluler. Pengguna Tokopedia saat ini menjadi sasaran empuk tindak kejahatan, salah satunya phising dengan memanfaatkan data tadi,” papar Chairman Lembaga Riset Siber Indonesia CISSReC (Communication & Information System Security Research Center) ini.
Pratama menambahkan, selain pengamanan yang tidak menyeluruh, Tokopedia juga tidak langsung memberikan notifikasi pada pengguna terdampak dan juga langkah preventif. Hal seperti ini sebenarnya bisa saja mudah dilakukan, dengan notif lewat aplikasi, email, SMS, dan whatsapp.
Selain itu, Tokopedia juga harus menghadapi ancaman tuntutan bila ada user Tokopedia warga Uni Eropa yang merasa dirugikan.
Warga Uni Eropa dilindungi General Data Protection Regulation (GDPR), semacam UU yang melindungi data warganya di seluruh dunia. Ancamannya tidak main-main, bisa sampai 20 juta euro.
Pratama menambahkan, dalam GDPR, perlindungan data menjadi hal yang sangat diprioritaskan. Dalam kasus Tokopedia, enkripsi hanya pada password saja sangat tidak cukup. GDPR sendiri mewajibkan perlindungan pada seluruh data.
"Dalam GDPR nanti akan dicek, apakah data sensitif dienkripsi atau tidak. Apakah platform memiliki SDM dan vendor teknologi yang cakap atau tidak. Apakah update security patch dilakukan berkala atau tidak. Serta bagaimana model pengamanan yang dijalankan setiap harinya,” tandasnya.
(iqb)