FOMO Indonesia, Forum Diskusi Terverifikasi dan 100% Anonim
loading...
A
A
A
JAKARTA - Menggunakan media sosial (medsos) secara berlebihan memiliki efek samping untuk kesehatan mental seseorang. Meskipun berselancar di medsos bisa membuat orang senang, di sisi lain, seseorang bisa merasa kesepian, hilang rasa percaya diri, bahkan depresi. Kenapa hal ini bisa terjadi? (Baca juga: Merek Lain Patut Waspada, realme 7 dan 7i Mau Datang ke Indonesia )
Dikutip dari Forbes (November 2018), hal ini bisa terjadi karena adanya perbandingan sosial. Maksudnya, seseorang akan membandingkan dirinya sendiri dengan orang lain yang mereka lihat melalui media sosial, entah lebih buruk ataupun lebih baik.
Hal ini mengakibatkan adanya rasa kompetisi antara satu orang dengan orang yang lain. Ini akan berdampak negatif kepada pribadi seseorang.
Bersosial di media online jadi ajang hebat-hebatan. Bahkan ada media sosial yang menghilangkan tampilan jumlah likes yang didapat oleh sebuah posting-an di sosial media tersebut. “Kami ingin follower Anda fokus pada apa yang Anda bagikan, bukan berapa banyak jumlah likes yang Anda dapat,” begitu tulisan yang ada di halaman notifikasi aplikasi media sosial tersebut.
Untuk itu, FOMO hadir dengan sesuatu yang unik dan berbeda. Ditemui di kantornya di Jakarta, Niko Questera, salah satu perintis FOMO mengatakan, FOMO adalah sebuah forum 100% anonim bagi para profesional untuk saling berinteraksi dan berbagi informasi dalam dunia profesional.
"FOMO dapat menjadi wadah yang tepat bagi Anda yang ingin berdiskusi secara positif, tanpa stigma dan bebas untuk mengemukakan pendapat," kata Niko.
Anonimitas bisa jadi jawaban yang tepat untuk Anda yang ingin bebas mengemukakan pendapat tanpa ada yang menghakimi. Identitas Anda tidak akan terlihat pada forum diskusi, sehingga memiliki nilai yang sama dengan user yang lain.
Peter Adjiwibawa, salah satu perintis FOMO menambahkan, FOMO ingin agar orang fokus pada nilai dari sebuah posting-an yakni secara objektif, bukan subjektif. "Kami ingin setiap orang memiliki hak dan value yang setara satu sama lain,” ujar Peter.
Dirintis oleh Peter Adjiwibawa dan Niko Questera, FOMO menjadi wadah di mana Anda dapat mengobrol mengenai apa saja, bahkan topik sensitif sekalipun. Tidak akan ada yang menghakimi, karena identitas Anda tidak akan terlihat.
FOMO ini sangat cocok untuk mereka yang memiliki pertanyaan, tapi tidak tahu harus bertanya kepada siapa. Forum diskusi yang akan merahasiakan identitas Anda sehingga tidak ada unsur kompetitif di dalam forum.
Sudah digunakan oleh lebih dari 1.500 pengguna dan lebih dari 500 perusahaan dan universitas yang terdaftar, FOMO sendiri tidak dapat mengidentifikasi siapa saja user-nya, sehingga menjadikannya sebagai aplikasi 100% anonim pertama di Indonesia.
"Anda dapat membicarakan topik baru, atau menjawab dan berpartisipasi langsung di dalam diskusi. Anda bisa mengobrol lebih dalam lagi dengan user lainnya secara personal lewat fitur direct message, dan Anda dapat melihat informasi lowongan pekerjaan dari berbagai sumber," tutur Niko.
Calon pengguna dapat mengunduh aplikasi FOMO lewat App Store atau PlayStore dan dapat langsung bergabung, serta berinteraksi dengan komunitas profesional ini sekarang juga. (Baca juga: Percuma Kasih BLT, Masyarakat Cenderung Tahan Belanja )
Lihat Juga: Australia Nekad Larang Media Sosial untuk Anak di Bawah 16 Tahun, Langkah Positif atau Salah Arah?
Dikutip dari Forbes (November 2018), hal ini bisa terjadi karena adanya perbandingan sosial. Maksudnya, seseorang akan membandingkan dirinya sendiri dengan orang lain yang mereka lihat melalui media sosial, entah lebih buruk ataupun lebih baik.
Hal ini mengakibatkan adanya rasa kompetisi antara satu orang dengan orang yang lain. Ini akan berdampak negatif kepada pribadi seseorang.
Bersosial di media online jadi ajang hebat-hebatan. Bahkan ada media sosial yang menghilangkan tampilan jumlah likes yang didapat oleh sebuah posting-an di sosial media tersebut. “Kami ingin follower Anda fokus pada apa yang Anda bagikan, bukan berapa banyak jumlah likes yang Anda dapat,” begitu tulisan yang ada di halaman notifikasi aplikasi media sosial tersebut.
Untuk itu, FOMO hadir dengan sesuatu yang unik dan berbeda. Ditemui di kantornya di Jakarta, Niko Questera, salah satu perintis FOMO mengatakan, FOMO adalah sebuah forum 100% anonim bagi para profesional untuk saling berinteraksi dan berbagi informasi dalam dunia profesional.
"FOMO dapat menjadi wadah yang tepat bagi Anda yang ingin berdiskusi secara positif, tanpa stigma dan bebas untuk mengemukakan pendapat," kata Niko.
Anonimitas bisa jadi jawaban yang tepat untuk Anda yang ingin bebas mengemukakan pendapat tanpa ada yang menghakimi. Identitas Anda tidak akan terlihat pada forum diskusi, sehingga memiliki nilai yang sama dengan user yang lain.
Peter Adjiwibawa, salah satu perintis FOMO menambahkan, FOMO ingin agar orang fokus pada nilai dari sebuah posting-an yakni secara objektif, bukan subjektif. "Kami ingin setiap orang memiliki hak dan value yang setara satu sama lain,” ujar Peter.
Dirintis oleh Peter Adjiwibawa dan Niko Questera, FOMO menjadi wadah di mana Anda dapat mengobrol mengenai apa saja, bahkan topik sensitif sekalipun. Tidak akan ada yang menghakimi, karena identitas Anda tidak akan terlihat.
FOMO ini sangat cocok untuk mereka yang memiliki pertanyaan, tapi tidak tahu harus bertanya kepada siapa. Forum diskusi yang akan merahasiakan identitas Anda sehingga tidak ada unsur kompetitif di dalam forum.
Sudah digunakan oleh lebih dari 1.500 pengguna dan lebih dari 500 perusahaan dan universitas yang terdaftar, FOMO sendiri tidak dapat mengidentifikasi siapa saja user-nya, sehingga menjadikannya sebagai aplikasi 100% anonim pertama di Indonesia.
"Anda dapat membicarakan topik baru, atau menjawab dan berpartisipasi langsung di dalam diskusi. Anda bisa mengobrol lebih dalam lagi dengan user lainnya secara personal lewat fitur direct message, dan Anda dapat melihat informasi lowongan pekerjaan dari berbagai sumber," tutur Niko.
Calon pengguna dapat mengunduh aplikasi FOMO lewat App Store atau PlayStore dan dapat langsung bergabung, serta berinteraksi dengan komunitas profesional ini sekarang juga. (Baca juga: Percuma Kasih BLT, Masyarakat Cenderung Tahan Belanja )
Lihat Juga: Australia Nekad Larang Media Sosial untuk Anak di Bawah 16 Tahun, Langkah Positif atau Salah Arah?
(iqb)