Membongkar Kisah Bahtera Nuh: Antara Iman dan Nalar
Senin, 10 Maret 2025 - 22:00 WIB
Imajinasi bahtera raksasa nabi nuh yang dapat menampung berbagai spesies hewan di dunia. Foto: ist
JAKARTA - Kisah Bahtera Nuh, narasi yang terpatri dalam kitab suci, telah lama memicu perdebatan sengit antara iman dan nalar. Dunia heboh ketika kabar penemuan struktur raksasa di lereng Gunung Ararat, Turki, mencuat. Konon, struktur itu adalah Bahtera Nuh, kapal yang menyelamatkan umat manusia dan sepasang dari setiap jenis hewan dari banjir dahsyat.
Apakah penemuan ini merupakan bukti tak terbantahkan dari kisah Nabi Nuh?
Sayangnya, jawaban dari pertanyaan tersebut tidak sesederhana itu. Meskipun penemuan tersebut menggugah imajinasi, para ilmuwan dan peneliti dari berbagai disiplin ilmu, seperti geologi, biologi, dan arkeologi, terus melakukan penelitian dan ternyata menemukan banyak sekali tantangan.
Arsitektur Purba: Membangun Bahtera Raksasa
Bahtera Nuh, yang tercantum dalam kitab suci, memaparkan instruksi yang sangat rinci dari Tuhan kepada Nuh. Bahtera tersebut harus dibangun dari kayu gofir, dengan dimensi panjang 300 hasta (sekitar 137 meter), lebar 50 hasta (sekitar 23 meter), dan tinggi 30 hasta (sekitar 14 meter).
Kapal ini harus memiliki tiga tingkat, sebuah pintu besar di sisi lambung, dan jendela berukuran satu hasta persegi di bagian atas. Setiap lantai harus dibagi menjadi kompartemen-kompartemen, dan seluruh permukaan kapal, baik interior maupun eksterior, harus dilapisi dengan gala-gala.
Namun, di balik detail yang tampak sederhana ini, tersembunyi sebuah tantangan arsitektur yang sangat kompleks. Pada zaman Nuh, teknologi pembuatan kapal masih sangat primitif. Kapal sebesar itu belum pernah dibangun sebelumnya. Nuh, seorang manusia yang hidup di zaman kuno, dituntut untuk memiliki pengetahuan mendalam tentang arsitektur kapal, fisika, kalkulus, mekanika, dan analisis struktural—bidang ilmu yang baru berkembang ribuan tahun kemudian.
“Membangun kapal sebesar itu dengan teknologi pada zaman itu hampir tidak mungkin. Perlu perhitungan yang sangat matang, terkait distribusi berat, daya apung, dan kekuatan struktur. Hal-hal ini sangat mustahil untuk di lakukan pada zaman tersebut,” ujar seorang ahli perkapalan yang enggan disebutkan namanya.
Apakah penemuan ini merupakan bukti tak terbantahkan dari kisah Nabi Nuh?
Sayangnya, jawaban dari pertanyaan tersebut tidak sesederhana itu. Meskipun penemuan tersebut menggugah imajinasi, para ilmuwan dan peneliti dari berbagai disiplin ilmu, seperti geologi, biologi, dan arkeologi, terus melakukan penelitian dan ternyata menemukan banyak sekali tantangan.
Arsitektur Purba: Membangun Bahtera Raksasa
Bahtera Nuh, yang tercantum dalam kitab suci, memaparkan instruksi yang sangat rinci dari Tuhan kepada Nuh. Bahtera tersebut harus dibangun dari kayu gofir, dengan dimensi panjang 300 hasta (sekitar 137 meter), lebar 50 hasta (sekitar 23 meter), dan tinggi 30 hasta (sekitar 14 meter). Kapal ini harus memiliki tiga tingkat, sebuah pintu besar di sisi lambung, dan jendela berukuran satu hasta persegi di bagian atas. Setiap lantai harus dibagi menjadi kompartemen-kompartemen, dan seluruh permukaan kapal, baik interior maupun eksterior, harus dilapisi dengan gala-gala.
Namun, di balik detail yang tampak sederhana ini, tersembunyi sebuah tantangan arsitektur yang sangat kompleks. Pada zaman Nuh, teknologi pembuatan kapal masih sangat primitif. Kapal sebesar itu belum pernah dibangun sebelumnya. Nuh, seorang manusia yang hidup di zaman kuno, dituntut untuk memiliki pengetahuan mendalam tentang arsitektur kapal, fisika, kalkulus, mekanika, dan analisis struktural—bidang ilmu yang baru berkembang ribuan tahun kemudian.
“Membangun kapal sebesar itu dengan teknologi pada zaman itu hampir tidak mungkin. Perlu perhitungan yang sangat matang, terkait distribusi berat, daya apung, dan kekuatan struktur. Hal-hal ini sangat mustahil untuk di lakukan pada zaman tersebut,” ujar seorang ahli perkapalan yang enggan disebutkan namanya.
Menampung Seluruh Spesies di Bumi
Lihat Juga :
tulis komentar anda