Berkarya Kini Bisa Lewat Coding
A
A
A
JAKARTA - Coding atau pemograman komputer, dianggap sebagai hal yang rumit untuk dikerjakan. Melalui #WeSpeakCode, Microsoft Indonesia berupaya mengubah paradigma tersebut.
Coding kini dapat dikolaborasikan dengan bidang non-teknologi. Mereka juga dapat menciptakan karya melalui coding.
Hal itu dibuktikan dua seniman muda Indonesia. Ayu Dyah Andari, seorang fashion designer, dan Dwika Putra, musisi dari AkustikAsik untuk membuat karya seni yang dikolaborasikan dengan coding hanya dalam 15 jam.
Hasilnya adalah Technoethnic, sebuah aplikasi yang menampilkan ragam pola untuk gaun dan SongFlake, aplikasi real-time yang dapat membentuk visualisasi tertentu sesuai alat musik yang dimainkan.
Ayu, ibu dua anak itu, mulanya tidak pernah terbayang bagaimana profesinya sebagai fashion designer dapat dilebur dengan kegiatan coding yang biasa dilakukan oleh pengembang aplikasi itu. Apalagi, perempuan cantik berhijab itu sama sekali tidak mempunyai latar belakang pendidikan ilmu teknologi informasi.
”Coding adalah hal baru bagi saya,” katanya. Ide membuat Technoethnic sendiri lahir dari problem yang dialaminya sehari-hari. Walau Technoethnic masih belum sempurna, namun secara fungsi efektif karena memberikan keleluasaan konsumen dalam menentukan pola sesuai yang diinginkan di gaunnya. ”Konsumen bisa menampilkan desainnya di busana yang diinginkan,” katanya.
Berbeda dengan Ayu, Dwika Putra yang lulusan teknologi informasi sudah akrab dengan coding. Tapi, ia tidak pernah serius karena lebih fokus pada karir di dunia musik. ”Tidak pernah terpikir bisa melebur coding dengan musik,” kata pria yang juga dikenal sebagai comic itu.
Aplikasi karyanya, SongFlake, mampu memberikan visualisasi dari musik yang sedang didengar. Diakui Dwika, ternyata coding tidak selalu menghasilkan suatu yang berhubungan dengan IT. ”Orang yang tidak tersentuh dunia IT pun bisa melakukannya. Lewat coding kita dapat mengekspresikan ide,” pungkasnya.
Coding kini dapat dikolaborasikan dengan bidang non-teknologi. Mereka juga dapat menciptakan karya melalui coding.
Hal itu dibuktikan dua seniman muda Indonesia. Ayu Dyah Andari, seorang fashion designer, dan Dwika Putra, musisi dari AkustikAsik untuk membuat karya seni yang dikolaborasikan dengan coding hanya dalam 15 jam.
Hasilnya adalah Technoethnic, sebuah aplikasi yang menampilkan ragam pola untuk gaun dan SongFlake, aplikasi real-time yang dapat membentuk visualisasi tertentu sesuai alat musik yang dimainkan.
Ayu, ibu dua anak itu, mulanya tidak pernah terbayang bagaimana profesinya sebagai fashion designer dapat dilebur dengan kegiatan coding yang biasa dilakukan oleh pengembang aplikasi itu. Apalagi, perempuan cantik berhijab itu sama sekali tidak mempunyai latar belakang pendidikan ilmu teknologi informasi.
”Coding adalah hal baru bagi saya,” katanya. Ide membuat Technoethnic sendiri lahir dari problem yang dialaminya sehari-hari. Walau Technoethnic masih belum sempurna, namun secara fungsi efektif karena memberikan keleluasaan konsumen dalam menentukan pola sesuai yang diinginkan di gaunnya. ”Konsumen bisa menampilkan desainnya di busana yang diinginkan,” katanya.
Berbeda dengan Ayu, Dwika Putra yang lulusan teknologi informasi sudah akrab dengan coding. Tapi, ia tidak pernah serius karena lebih fokus pada karir di dunia musik. ”Tidak pernah terpikir bisa melebur coding dengan musik,” kata pria yang juga dikenal sebagai comic itu.
Aplikasi karyanya, SongFlake, mampu memberikan visualisasi dari musik yang sedang didengar. Diakui Dwika, ternyata coding tidak selalu menghasilkan suatu yang berhubungan dengan IT. ”Orang yang tidak tersentuh dunia IT pun bisa melakukannya. Lewat coding kita dapat mengekspresikan ide,” pungkasnya.
(dyt)