Masyarakat Indonesia Dibodohi Layanan Email Gratis
A
A
A
JAKARTA - Masyarakat Indonesia dimanjakan dengan kemudahan mengakses layanan surat elektronik atau email gratis, seperti Gmail, Yahoo Mail. Namun, tanpa disadari aktivitas mereka berbagi data dan informasi tersebut berbahaya.
Hal ini disampaikan Chairman & Founder CISSReC, Pratama D Persadha. Dia mengatakan, layanan surat elektronik memiliki penyimpan online di mana semua data di-copy dan disimpan diservernya penyedia konten tersebut.
"Walaupun kita sudah menghapus isi email, mereka masih menyimpan datanya. Maka itu saya bilang kita ini dibodohi sama orang-orang yang punya teknologi tersebut," bebernya, saat berkunjung ke Sindonews, belum lama ini.
"Supaya kita menggunakan teknologi mereka maka diberikan gratis. Itu salah satu tujuannya agar kita menggunakan akses tersebut. Ingat tidak ada makan siang gratis," tambah Pratama.
Dia menyarankan, agar masyarakat Indonesia mengurangi menggunakan fasilitas gratis. "Kalau kita mau menginformasikan atau melakukan pertukaran informasi yang strategis hindari gunakan itu. Tapi, kalau sekadar berkenalan dan menyapa kabar enggak masalah atau berkunjung ke rumah misalnya," katanya.
Namun, lanjut dia, kalau untuk informasi Presiden sangat tidak dianjurkan. Misalkan, besok Presiden Joko Widodo (Jokowi) akan bergerak ke Makassar menuju rute dan tempat ini, lalu akan makan di sini, setelah makan di sini Presiden akan pulang menggunakan mobil lewat jalan ini, informasi tersebut dipastikan bocor. (Baca: Sistem Informasi di Indonesia Tidak Aman)
"Makanya saya bilang kalau ada teroris atau orang iseng (hacker) atau sniper, saat Presiden naik pesawat tiba-tiba sesuatu terjadi, kita enggak akan tahu," tegas mantan Ketua Tim LemSaNeg Pengamanan IT Presiden ini.
Menurutnya, salah satu kekuatan Amerika Serikat (AS) itu ada di Badan Keamanan Nasional AS (National Security Agency/NSA). Karena NSA merupakan pusat perkumpulan informasi. Semua data-data informasi lawan-lawan AS, mitra-mitra AS, temen-temen AS, antek-anteknya di AS itu semua pasti akan berusaha mencari infromasi.
"Makanya ketika ada penyadapan terhadap jalur telekomunikasi, belum lagi pesawat disadap itu memang benar. Semua untuk kepentingan mereka. Yang bodoh adalah ketika kita mengeluarkan informasi, kita membeli alat-alat yang kita enggak tahu itu peralatan seperti apa," jelasnya
Dia mencontohkan, pengguna membeli perangkat smartphone di produsen Amerika Serikat (AS). Ingat mereka tidak akan menjual peralatan pengamanan yang algoritmanya belum mereka crack.
"Mereka bikin kebijakan bahwa semua peralatan pengamanan yang dijual ke luar Amerika semua harus bisa dibuka (NSA). Karena mereka takut digunakan oleh lawan, atau teroris. Jadi, kalau kita membangga-banggakan Amerika negara-negara Nato, kita berpikir bahwa itu canggih kita dibodohi sama mereka," tandas Pratama.
Seperti diketahui, sebuah dokumen rahasia menyebutkan bahwa Badan Keamanan Nasional AS (NSA) dan Badan Intelijen Inggris (Government Communications Headquarters/GCHQ), pernah mencuri kunci enkripsi Subscriber Identity Module (SIM) yang membuat para pengguna ponsel di seluruh dunia bisa disadap.
Dokumen rahasia itu dibocorkan Edward Joseph Snowden, mantan kontraktor NSA. Snowden yang bersembunyi di Rusia dan menjadi buron intelijen AS karena membocorkan penyadapan global NSA membeberkan semua.
(Baca: Indonesia di Bawah Ancaman Tsunami Digital)
Hal ini disampaikan Chairman & Founder CISSReC, Pratama D Persadha. Dia mengatakan, layanan surat elektronik memiliki penyimpan online di mana semua data di-copy dan disimpan diservernya penyedia konten tersebut.
"Walaupun kita sudah menghapus isi email, mereka masih menyimpan datanya. Maka itu saya bilang kita ini dibodohi sama orang-orang yang punya teknologi tersebut," bebernya, saat berkunjung ke Sindonews, belum lama ini.
"Supaya kita menggunakan teknologi mereka maka diberikan gratis. Itu salah satu tujuannya agar kita menggunakan akses tersebut. Ingat tidak ada makan siang gratis," tambah Pratama.
Dia menyarankan, agar masyarakat Indonesia mengurangi menggunakan fasilitas gratis. "Kalau kita mau menginformasikan atau melakukan pertukaran informasi yang strategis hindari gunakan itu. Tapi, kalau sekadar berkenalan dan menyapa kabar enggak masalah atau berkunjung ke rumah misalnya," katanya.
Namun, lanjut dia, kalau untuk informasi Presiden sangat tidak dianjurkan. Misalkan, besok Presiden Joko Widodo (Jokowi) akan bergerak ke Makassar menuju rute dan tempat ini, lalu akan makan di sini, setelah makan di sini Presiden akan pulang menggunakan mobil lewat jalan ini, informasi tersebut dipastikan bocor. (Baca: Sistem Informasi di Indonesia Tidak Aman)
"Makanya saya bilang kalau ada teroris atau orang iseng (hacker) atau sniper, saat Presiden naik pesawat tiba-tiba sesuatu terjadi, kita enggak akan tahu," tegas mantan Ketua Tim LemSaNeg Pengamanan IT Presiden ini.
Menurutnya, salah satu kekuatan Amerika Serikat (AS) itu ada di Badan Keamanan Nasional AS (National Security Agency/NSA). Karena NSA merupakan pusat perkumpulan informasi. Semua data-data informasi lawan-lawan AS, mitra-mitra AS, temen-temen AS, antek-anteknya di AS itu semua pasti akan berusaha mencari infromasi.
"Makanya ketika ada penyadapan terhadap jalur telekomunikasi, belum lagi pesawat disadap itu memang benar. Semua untuk kepentingan mereka. Yang bodoh adalah ketika kita mengeluarkan informasi, kita membeli alat-alat yang kita enggak tahu itu peralatan seperti apa," jelasnya
Dia mencontohkan, pengguna membeli perangkat smartphone di produsen Amerika Serikat (AS). Ingat mereka tidak akan menjual peralatan pengamanan yang algoritmanya belum mereka crack.
"Mereka bikin kebijakan bahwa semua peralatan pengamanan yang dijual ke luar Amerika semua harus bisa dibuka (NSA). Karena mereka takut digunakan oleh lawan, atau teroris. Jadi, kalau kita membangga-banggakan Amerika negara-negara Nato, kita berpikir bahwa itu canggih kita dibodohi sama mereka," tandas Pratama.
Seperti diketahui, sebuah dokumen rahasia menyebutkan bahwa Badan Keamanan Nasional AS (NSA) dan Badan Intelijen Inggris (Government Communications Headquarters/GCHQ), pernah mencuri kunci enkripsi Subscriber Identity Module (SIM) yang membuat para pengguna ponsel di seluruh dunia bisa disadap.
Dokumen rahasia itu dibocorkan Edward Joseph Snowden, mantan kontraktor NSA. Snowden yang bersembunyi di Rusia dan menjadi buron intelijen AS karena membocorkan penyadapan global NSA membeberkan semua.
(Baca: Indonesia di Bawah Ancaman Tsunami Digital)
(dmd)