Pakar Hukum Dorong Indar Atmanto Ajukan PK

Selasa, 24 Februari 2015 - 15:29 WIB
Pakar Hukum Dorong Indar Atmanto Ajukan PK
Pakar Hukum Dorong Indar Atmanto Ajukan PK
A A A
JAKARTA - Pakar hukum mendorong mantan Dirut PT Indosat Mega Media (IM2), Indar Atmanto (IA) mengajukan peninjauan kembali (PK). Hal ini sesuai dengan pasal 263 dan 266 KUHAP, karena adanya dua putusan Mahkamah Agung yang saling bertentangan.

“Jika dua putusan MA saling bertentangan, ya harus PK. Jadi inisiatif dari terpidana (Indar Atmanto dan IM2). Karena ada putusan MA yang bertentangan dan yang kedua ada putusan memidana korporasi yang tidak didakwa. Jadi ada khilafan yang nyata dari putusan hakim,” ujar Guru Besar Ilmu Hukum Pidana Universitas Trisakti Andi Hamzah, hari ini, di Jakarta.

Dia menjelaskan, putusan pidana itu sama dengan putusan perdata. Putusan pidana harus berdasarkan perbuatan yang didakwakan.

"Pada putusan perdata berdasarkan apa yang digugat, tidak boleh memutus yang tidak digugat. Oleh sebab itu, harus dilakukan PK sesuai dengan pasal 263 dan 266 KUHAP," ungkap Andi melalui surat elektronik kepada Sindonews, Selasa (24/2/2015).

Dari fakta yang ada, keputusan PTUN menyatakan laporan BPKP tidak boleh digunakan. Pengadilan Tinggi 28 Januari 2014, menguatkan keputusan PTUN yang telah memutus tidak sah dan menggugurkan keputusan BPKP bahwa ada kerugian negara Rp1,3 triliun.

Tetapi Majelis Hakim mengabaikan putusan sela PTUN yang menyatakan, laporan BPKP tidak boleh digunakan. Putusan MA, 21 Juli 2014, akhirnya juga menolak kasasi yang diajukan oleh BPKP.

Menurut Andi, dalam pertimbangan hukum dan amar putusan PN Tipikor, PT Tipikor dan MA Tipikor dalam perkara Terdakwa IA ini terlihat dengan jelas adanya pertentangan dengan Putusan PTUN. Hal tersebut dikuatkan oleh putusan PT TUN dan dikuatkan lagi dengan Putusan MA TUN, 21 Juli 2014.

Khususnya tentang alat bukti surat yang digunakan untuk membuktikan adanya salah satu unsur tindak pidana korupsi. Yakni berupa kerugian keuangan negara atau perekonomian negara, yang dalam perkara ini berupa Laporan Hasil Audit Dalam Rangka Penghitungan Kerugian Keuangan Negara yang dibuat oleh Tim BPKP.

Oleh sebab itu, dengan adanya pertentangan putusan Pengadilan Tipikor dan Pengadilan TUN tersebut maka dapat disimpulkan, bahwa tidak ada satu alat bukti pun pada persidangan Pengadilan Tipikor yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum. Terutama untuk membuktikan adanya kerugian keuangan negara, berarti unsur kerugian keuangan negara tidak pernah terbukti.
(dyt)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.7215 seconds (0.1#10.140)