ATSI Dukung Rencana Pitalebar Indonesia
A
A
A
JAKARTA - Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI) mendukung implementasi Rencana Pitalebar Indonesia (RPI) atau Indonesia Broadband Plan 2014-2019 yang digagas Bappenas bersama Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo).
Dalam dokumen RPI 2014-2019, pitalebar didefinisikan sebagai akses internet dengan jaminan konektivitas selalu tersambung (always on) dan memiliki kemampuan mengirim suara, gambar, dan data dalam satu waktu (tripple-play) dengan kecepatan minimal 2 Mbps untuk akses tetap (fixed) dan 1 Mbps untuk akses bergerak (mobile).
ATSI melihat RPI ini mencakup segala aspek terkait pembangunan telekomunikasi informatika nasional dan sejalan dengan penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2015-2019. Secara khusus, rencana tersebut juga selaras dengan kerangka perumusan MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia).
Dalam acara peluncuran, Ketua Umum ATSI, Alexander Rusli menerima langsung dokumen Rencana Pitalebar Indonesia 2014 – 2019 dari Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas, Armida Alisjahbana.
“ATSI sangat mendukung upaya implementasi penggunaan jaringan broadband untuk sebesar-besarnya kepentingan masyarakat Indonesia,” ujar Ketua Umum ATSI Alexander Rusli dalam keterangan resminya, Jumat (17/10/2014).
Karena itu, kata Alex, akses pitalebar ini harus dapat dinikmati secara merata oleh penduduk secara affordable. Khusus untuk daerah-daerah tertentu, Alex berharap pemerintah bisa terlibat aktif sehingga pembangunan broadband ini dapat dilakukan secara merata.
ATSI menilai bahwa ketersediaan pitalebar ini memang penting, mengingat penetrasi jaringan pita lebar di Indonesia masih terbilang minim. Alex merujuk pada data yang menyebutkan bahwa tahun 2013, penetrasi fixed broadband baru mencapai 5% dari total populasi.
Penetrasi fixed broadband untuk pengguna rumah tangga mencapai 15% dengan kecepatan 1 Mbps. Untuk gedung dan perkantoran, penetrasi fixed broadband mencapai 30% dengan kecepatan koneksi 100 Mbps. Sedangkan penetrasi jaringan pita lebar akses bergerak alias mobile broadband mencapai 12% dari total populasi dengan kecepatan 512 Kbps.
Sementara infrastruktur serat optik untuk jaringan pita lebar saat ini juga masih terbatas. Hingga tahun 2012, jaringan tulang punggung serat optik baru mencapai 346 kabupaten kota atau 69,6% dari total kabupaten kota di Indonesia.
Saat ini, infrastruktur tersebut baru mencapai Sulawesi dan Nusa Tenggara Timur. Khusus untuk wilayah Maluku dan Papua, pembangunan serat optik baru dimulai tahun lalu.
Dalam dokumen RPI 2014-2019 dipaparkan target infrastruktur yang akan dicapai pada 2019 nanti. Untuk infrastruktur perkotaan (urban), fixed broadband untuk pengguna rumah tangga mencapai 71% dengan kecepatan 20 Mbps.
Penetasi gedung pada fixed broadband mencapai 100% dengan kecepatan koneksi 1 Gbps dan 30% populasi. Sedangkan penetrasi jaringan pita lebar akses bergerak alias mobile broadband mencapai 100% dari total populasi dengan kecepatan 1 Mbps.
Untuk infrastruktur pedesaan (rural), pengguna rumah tangga mencapai 49% untuk fixed broadband dengan kecepatan 10 Mbps dan 6% populasi. Sedangkan mobile broadband penetrasinya mencapai 52% dari total populasi dengan kecepatan 1 Mbps.
Karena itu, kata Alex, ATSI meminta agar pemerintahan Presiden Joko Widodo juga mendorong pertumbuhan para penyelenggara telekomunikasi yang telah menyediakan layanan broadband.
Dukungan ini terutama dalam bentuk kepastian regulasi dalam berusaha dan menjaga persaingan secara sehat agar dapat terus memberikan layanan telekomunikasi kepada Masyarakat dengan baik.
Alex menegaskan bahwa ATSI akan siap mangawal, berkontribusi dan berpartisipasi secara aktif. “Semua satu pemikiran bahwa broadband merupakan salah satu simpul untuk memperlihatkan potensi Indonesia yang sangat menjanjikan kepada seluruh dunia. Broadband sangat penting bagi Indonesia sebagai negara kepulauan,” ujarnya.
Dalam dokumen RPI 2014-2019, pitalebar didefinisikan sebagai akses internet dengan jaminan konektivitas selalu tersambung (always on) dan memiliki kemampuan mengirim suara, gambar, dan data dalam satu waktu (tripple-play) dengan kecepatan minimal 2 Mbps untuk akses tetap (fixed) dan 1 Mbps untuk akses bergerak (mobile).
ATSI melihat RPI ini mencakup segala aspek terkait pembangunan telekomunikasi informatika nasional dan sejalan dengan penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2015-2019. Secara khusus, rencana tersebut juga selaras dengan kerangka perumusan MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia).
Dalam acara peluncuran, Ketua Umum ATSI, Alexander Rusli menerima langsung dokumen Rencana Pitalebar Indonesia 2014 – 2019 dari Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas, Armida Alisjahbana.
“ATSI sangat mendukung upaya implementasi penggunaan jaringan broadband untuk sebesar-besarnya kepentingan masyarakat Indonesia,” ujar Ketua Umum ATSI Alexander Rusli dalam keterangan resminya, Jumat (17/10/2014).
Karena itu, kata Alex, akses pitalebar ini harus dapat dinikmati secara merata oleh penduduk secara affordable. Khusus untuk daerah-daerah tertentu, Alex berharap pemerintah bisa terlibat aktif sehingga pembangunan broadband ini dapat dilakukan secara merata.
ATSI menilai bahwa ketersediaan pitalebar ini memang penting, mengingat penetrasi jaringan pita lebar di Indonesia masih terbilang minim. Alex merujuk pada data yang menyebutkan bahwa tahun 2013, penetrasi fixed broadband baru mencapai 5% dari total populasi.
Penetrasi fixed broadband untuk pengguna rumah tangga mencapai 15% dengan kecepatan 1 Mbps. Untuk gedung dan perkantoran, penetrasi fixed broadband mencapai 30% dengan kecepatan koneksi 100 Mbps. Sedangkan penetrasi jaringan pita lebar akses bergerak alias mobile broadband mencapai 12% dari total populasi dengan kecepatan 512 Kbps.
Sementara infrastruktur serat optik untuk jaringan pita lebar saat ini juga masih terbatas. Hingga tahun 2012, jaringan tulang punggung serat optik baru mencapai 346 kabupaten kota atau 69,6% dari total kabupaten kota di Indonesia.
Saat ini, infrastruktur tersebut baru mencapai Sulawesi dan Nusa Tenggara Timur. Khusus untuk wilayah Maluku dan Papua, pembangunan serat optik baru dimulai tahun lalu.
Dalam dokumen RPI 2014-2019 dipaparkan target infrastruktur yang akan dicapai pada 2019 nanti. Untuk infrastruktur perkotaan (urban), fixed broadband untuk pengguna rumah tangga mencapai 71% dengan kecepatan 20 Mbps.
Penetasi gedung pada fixed broadband mencapai 100% dengan kecepatan koneksi 1 Gbps dan 30% populasi. Sedangkan penetrasi jaringan pita lebar akses bergerak alias mobile broadband mencapai 100% dari total populasi dengan kecepatan 1 Mbps.
Untuk infrastruktur pedesaan (rural), pengguna rumah tangga mencapai 49% untuk fixed broadband dengan kecepatan 10 Mbps dan 6% populasi. Sedangkan mobile broadband penetrasinya mencapai 52% dari total populasi dengan kecepatan 1 Mbps.
Karena itu, kata Alex, ATSI meminta agar pemerintahan Presiden Joko Widodo juga mendorong pertumbuhan para penyelenggara telekomunikasi yang telah menyediakan layanan broadband.
Dukungan ini terutama dalam bentuk kepastian regulasi dalam berusaha dan menjaga persaingan secara sehat agar dapat terus memberikan layanan telekomunikasi kepada Masyarakat dengan baik.
Alex menegaskan bahwa ATSI akan siap mangawal, berkontribusi dan berpartisipasi secara aktif. “Semua satu pemikiran bahwa broadband merupakan salah satu simpul untuk memperlihatkan potensi Indonesia yang sangat menjanjikan kepada seluruh dunia. Broadband sangat penting bagi Indonesia sebagai negara kepulauan,” ujarnya.
(gpr)