Ini saran Polri cegah cyber crime di dunia perbankan
A
A
A
Sindonews.com - Kejahatan yang terjadi di dunia maya (cyber crime) semakin marak belakangan ini. Yang baru saja terjadi adalah kasus pembobolan Anjungan Tunai Mandiri (ATM) nasabah Bank Mandiri yang diduga dilakukan oleh hacker asing berasal dari Malaysia.
Menanggapi hal itu, Kapolri Jenderal Polisi Sutarman mengungkapkan hal mendasar yang perlu diwaspadai adalah personil perbankan memiliki akses legal untuk server perbankan tersebut. Oleh karena itu, edukasi terhadap personil perbankan dirasa perlu agar mereka memiliki integritas dan kejujuran.
"Ini artinya personil perbankan punya akses legal untuk server perbankan itu. Petugas yang ada di perbankan perlu miiki integritas khususnya kejujuran. Karena kalau dia tau bagaimana membuka perbankan dan memindahkan dana dari nasabah ke nasabah lain maka dia bisa memindahkan dana dari manapun," ujarnya dalam Focus Group Discussion (FGD) Otoritas Jasa Keuangan (OJK) di Hotel Borobudur Jakarta, Selasa (13/5/2014).
Selain itu, langkah pre-emptive juga perlu dilakukan seperti mengetahui cara penggunaan serta memilih teknologi informasi yang akan digunakan dalam idustri perbankan tersebut, seperti penggunaan internet atau line-cable.
"Terkadang perbankan tau bahasa perbankan dan tidak tau bahasa komputer, oleh karenanya mereka gunakan jasa konsultan yang canggih. Oleh karena itu kita harus tau siapa yang melakukan pengamanan teknologi informasi itu," tuturnya.
Dia melanjutkan, sistem pengamanan perlu diubah setiap satu atau dua minggu. Karena semakin banyak jaringan maka konsekuensi untuk pembobolan akan semakin tinggi.
"Teknologi credit card, sekarang masih gunakan pipa magnet yang mudah dibaca seseorang baik saat transaksi, atau memasukkan kartu kreditnya, atau dengan kartu debit itu mudah sekali dibaca seseorang," tambah dia.
Penggunaan kartu debit, kredit, bahkan e-toll yang terkoneksi dengan rekening bank memiliki kerawanan. "Perlu gunakan chip, dari aspek pre-emptive penggunaaan teknologi Informasi harus diawasi satu-satu. Kalau sudah dibobol disarankan menggantinya," ungkapnya.
Selanjutnya aspek preventive, dengan melakukan patroli dalam jaringan perbankan yang selama ini tidak kita lakukan. "Kejahatan muncul karena ada niat dan kesempatan," ujar dia.
Langkah represive juga perlu dilakukan, dengan melaporkan kepada pihak berwajib jika terjadi penyimpangan transaksi elektronik sekecil apapun. "Perbankan adalah sokoguru perekonomian, kalau perbankan dikacaukan maka perekonomian akan kacau," tandasnya.
Menanggapi hal itu, Kapolri Jenderal Polisi Sutarman mengungkapkan hal mendasar yang perlu diwaspadai adalah personil perbankan memiliki akses legal untuk server perbankan tersebut. Oleh karena itu, edukasi terhadap personil perbankan dirasa perlu agar mereka memiliki integritas dan kejujuran.
"Ini artinya personil perbankan punya akses legal untuk server perbankan itu. Petugas yang ada di perbankan perlu miiki integritas khususnya kejujuran. Karena kalau dia tau bagaimana membuka perbankan dan memindahkan dana dari nasabah ke nasabah lain maka dia bisa memindahkan dana dari manapun," ujarnya dalam Focus Group Discussion (FGD) Otoritas Jasa Keuangan (OJK) di Hotel Borobudur Jakarta, Selasa (13/5/2014).
Selain itu, langkah pre-emptive juga perlu dilakukan seperti mengetahui cara penggunaan serta memilih teknologi informasi yang akan digunakan dalam idustri perbankan tersebut, seperti penggunaan internet atau line-cable.
"Terkadang perbankan tau bahasa perbankan dan tidak tau bahasa komputer, oleh karenanya mereka gunakan jasa konsultan yang canggih. Oleh karena itu kita harus tau siapa yang melakukan pengamanan teknologi informasi itu," tuturnya.
Dia melanjutkan, sistem pengamanan perlu diubah setiap satu atau dua minggu. Karena semakin banyak jaringan maka konsekuensi untuk pembobolan akan semakin tinggi.
"Teknologi credit card, sekarang masih gunakan pipa magnet yang mudah dibaca seseorang baik saat transaksi, atau memasukkan kartu kreditnya, atau dengan kartu debit itu mudah sekali dibaca seseorang," tambah dia.
Penggunaan kartu debit, kredit, bahkan e-toll yang terkoneksi dengan rekening bank memiliki kerawanan. "Perlu gunakan chip, dari aspek pre-emptive penggunaaan teknologi Informasi harus diawasi satu-satu. Kalau sudah dibobol disarankan menggantinya," ungkapnya.
Selanjutnya aspek preventive, dengan melakukan patroli dalam jaringan perbankan yang selama ini tidak kita lakukan. "Kejahatan muncul karena ada niat dan kesempatan," ujar dia.
Langkah represive juga perlu dilakukan, dengan melaporkan kepada pihak berwajib jika terjadi penyimpangan transaksi elektronik sekecil apapun. "Perbankan adalah sokoguru perekonomian, kalau perbankan dikacaukan maka perekonomian akan kacau," tandasnya.
(gpr)