Netflix Tak Bayar Pajak, Negara Ditaksir Rugi Miliaran
A
A
A
JAKARTA - Netflix telah hadir di Indonesia sejak empat tahun lalu tepatnya Januari 2016. Selama itu pula, layanan video on demand tersebut tidak membayar pajak ke negara. Sebab, Netflix belum menyandang status Badan Usaha Tetap (BUT).
Menurut Bobby Rizaldi, Anggota Komisi I DPR RI Fraksi Golkar, potensi kerugian itu bisa dihitung berdasarkan jumlah subscriber atau pelanggan Netflix. Namun, taksiran ini masih menjadi penghitungan kasar.
"Potensi kerugian itu kira-kira berdasarkan jumlah subscriber. Ini semua kira-kira," kata Bobby di Jakarta, Kamis (16/1/2020).
Berdasarkan data dari lembaga Statista, jumlah pelanggan Netflix di Indonesia mencapai 481.450 pada tahun 2019. Sementara tahun ini, diperkirakan jumlahnya naik dua kali lipat menjadi 906.800.
Dengan asumsi paling konservatif, 481.450 pelanggan tersebut berlangganan paket paling murah di Netflix, yang artinya mereka meraup Rp 52,48 miliar perbulan.
Bila dikalikan selama setahun, layanan video on demand ini bisa mendapatkan Rp 629,74 miliar.
Bobby menjelaskan perusahaan OTT semacam ini kebanyakan membakar uangnya dalam menjalankan usahannya. Tetapi, di sisi lain, mereka mendapatkan keuntungan lebih berupa data trafik hingga kebiasaan pengguna yang bisa jadi big data.
"Seperti saya sampakan tadi, uangnya tidak di Netflix, tetapi di perusahaan big data yang menangani trafik di Netflix sama seperti lainnya, Gojek, Tokopedia, itu tidak ada uangnnya di BUT. PT Fac
Menurut Bobby Rizaldi, Anggota Komisi I DPR RI Fraksi Golkar, potensi kerugian itu bisa dihitung berdasarkan jumlah subscriber atau pelanggan Netflix. Namun, taksiran ini masih menjadi penghitungan kasar.
"Potensi kerugian itu kira-kira berdasarkan jumlah subscriber. Ini semua kira-kira," kata Bobby di Jakarta, Kamis (16/1/2020).
Berdasarkan data dari lembaga Statista, jumlah pelanggan Netflix di Indonesia mencapai 481.450 pada tahun 2019. Sementara tahun ini, diperkirakan jumlahnya naik dua kali lipat menjadi 906.800.
Dengan asumsi paling konservatif, 481.450 pelanggan tersebut berlangganan paket paling murah di Netflix, yang artinya mereka meraup Rp 52,48 miliar perbulan.
Bila dikalikan selama setahun, layanan video on demand ini bisa mendapatkan Rp 629,74 miliar.
Bobby menjelaskan perusahaan OTT semacam ini kebanyakan membakar uangnya dalam menjalankan usahannya. Tetapi, di sisi lain, mereka mendapatkan keuntungan lebih berupa data trafik hingga kebiasaan pengguna yang bisa jadi big data.
"Seperti saya sampakan tadi, uangnya tidak di Netflix, tetapi di perusahaan big data yang menangani trafik di Netflix sama seperti lainnya, Gojek, Tokopedia, itu tidak ada uangnnya di BUT. PT Fac
(wbs)