Teknologi Pengadaan Barang dan Jasa Butuh Perencanaan yang Baik
A
A
A
JAKARTA - Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (LKPP) telah menerapkan teknologi tinggi guna memfasilitasi belanja pengadaan pemerintah sebesar Rp5.335 triliun dalam kurun waktu lima tahun terakhir. Tentu penggunaannya membutuhkan dukungan sumber daya yang mumpuni.
Tercatat nilai transaksi melalui e-tendering sebesar Rp1.737,8 triliun dan e-purchasing Rp240,8 triliun. Sedangkan sisanya dilakukan melalui skema pengadaan yang belum terakomodir melalui sistem elektronik.
Dari nilai transaksi e-tendering, berhasil dibukukan optimalisasi anggaran pemerintah sebesar Rp177,9 triliun. Ini dihitung dari selisih pagu dengan hasil tender. Meski begitu, kritikan tetap datang dari Presiden Joko Widodo.
Presiden mengeluh dengan banyaknya tender yang dilakukan tidak di awal tahun oleh kementerian/lembaga serta pemerintah daerah. Dia pun mempertanyakan proses tender yang ada lantaran terus-menerus mengulang kesalahan yang sama setiap tahunnya.
"Tiap tahun kita ulang-ulang terus kesalahan ini. Akhirnya apa? Kualitas pasti jelek. Karena, yang gini-gini (bulan) November masih tender," kritiknya.
Dikonfirmasi tentang keluhan Presiden, Deputi Bidang Hukum dan Penyelesaian Sanggah LKPP, Ikak Gayuh Patriastomo, mengakui masalah yang sama tetap muncul setiap tahunnya. Ini disebabkan adanya persoalan di perencanaan, sehingga proses tender pengadaan masih mendominasi di tengah dan akhir tahun.
"Ini masih menjadi tantangan. Pelan-pelan kita lagi coba geser ke awal tahun. Kendalanya di perencanaan di kelembagaan kementerian. Mereka sudah mengalokasikan anggaran, tapi belum tahu penggunaannya untuk apa," beber Ikak.
Pihaknya terus mendorong kementerian/lembaga membuat perencanaan pengadaan yang baik, sehingga akan mendapat barang dan jasa yang bagus, biayanya lebih baik, serta waktu lebih cepat. "Kalau diamati, perencanaan program dan kegiatan untuk lima tahun ke depan itu mereka sudah ada. Ini kan rutin. Tapi menerjemahkan menjadi perencanaan pengadaan itu yang telat," sebutnya.
Dia menegaskan, teknologi yang ada sudah memungkinkan hal tersebut. "Kami sudah memulainya sejak 10 tahun lalu. Teknologinya sudah ada, tinggal bagaimana menggunakannya. Awalnya transformasinya sederhana dan sekarang lebih dalam sehingga bisa lebih cepat lagi. Luar biasa pemangkasan waktunya, proses belanja sekarang hanya klik. Dengan e-katalog semua sudah ada. Sekarang tinggal membuat tata kelolanya, bahkan ada tender cepat yang 3-4 hari selesai," klaimnya seraya menegaskan, tender yang baik bukan berarti harganya yang paling murah. Melainkan kepantasan dari hari harga yang dikenakan untuk pemerintah.
Sistem pengadaan nasional yang dikembangkannya juga mendorong keterlibatan masyarakat luas, termasuk organisasi masyarakat, pemerhati pengadaan, jurnalis untuk turut serta melakukan pengawasan dalam proses pengadaan.
"Tender sistem lama hanya dilakukan untuk kegiatan atau proyek yang kompleks. Seharusnya tender seperti ini tidak banyak. Karena itu kuncinya adalah membuat perencanaan yang lebih baik sebagai standar," timpal Sonny Sumarsono, Ketua Umun katan Ahli Pengadaan Indonesia (IAPI).
Seminar Pengadaan Internasional
Terkait proses pengadaan barang dan jasa, IAPI yang didukung oleh International Federation of Purchasing and Supply Management (IFPSM) dan LKPP baru saja menyelenggarakan International Conference bertema “Towards Best Value For Money In Procurement Management” di JCC Jakarta.
Seminar internasional dalam bidang pengadaan barang/jasa yang pertama kali dilaksanakan di Jakarta tersebut dihadiri oleh sekitar peserta dari berbagai kementerian, lembaga, pemerintah daerah, BUMN, BUMD, asosiasi profesi, organisasi, LSM, maupun pelaku usaha dalam bidang pengadaan barang/jasa. Mereka membahas berbagai isu penting dan kebijakan terbaru mengenai rantai suplai di dunia.
Sonny Sumarsono memberikan sambutan awal bersama He Liming, President IFPSM yang menjabat sebagai petinggi di Kementerian Perdagangan Taiwan.
Dalam kata sambutannya, Roni Dwi Susanto, Kepala LKPP, menegaskan pengadaan saat ini sudah mengalami transformasi. Karena itu, tidak boleh terjebak dengan paradigma administratif belaka, melainkan sudah harus bergeser ke aspek kognitif.
Pengadaan barang/jasa atau procurement selama ini hanya dikenal sebagai kegiatan yang bersifat administratif. Padahal pengadaan adalah hal yang sangat strategis dalam menunjang operasional institusi.
Di sisi lain, sambung dia, pengadaan harus memperhatikan "Value for Money" dan tidak sekadar mengedepankan harga termurah dalam proses pengadaannya.
Tercatat nilai transaksi melalui e-tendering sebesar Rp1.737,8 triliun dan e-purchasing Rp240,8 triliun. Sedangkan sisanya dilakukan melalui skema pengadaan yang belum terakomodir melalui sistem elektronik.
Dari nilai transaksi e-tendering, berhasil dibukukan optimalisasi anggaran pemerintah sebesar Rp177,9 triliun. Ini dihitung dari selisih pagu dengan hasil tender. Meski begitu, kritikan tetap datang dari Presiden Joko Widodo.
Presiden mengeluh dengan banyaknya tender yang dilakukan tidak di awal tahun oleh kementerian/lembaga serta pemerintah daerah. Dia pun mempertanyakan proses tender yang ada lantaran terus-menerus mengulang kesalahan yang sama setiap tahunnya.
"Tiap tahun kita ulang-ulang terus kesalahan ini. Akhirnya apa? Kualitas pasti jelek. Karena, yang gini-gini (bulan) November masih tender," kritiknya.
Dikonfirmasi tentang keluhan Presiden, Deputi Bidang Hukum dan Penyelesaian Sanggah LKPP, Ikak Gayuh Patriastomo, mengakui masalah yang sama tetap muncul setiap tahunnya. Ini disebabkan adanya persoalan di perencanaan, sehingga proses tender pengadaan masih mendominasi di tengah dan akhir tahun.
"Ini masih menjadi tantangan. Pelan-pelan kita lagi coba geser ke awal tahun. Kendalanya di perencanaan di kelembagaan kementerian. Mereka sudah mengalokasikan anggaran, tapi belum tahu penggunaannya untuk apa," beber Ikak.
Pihaknya terus mendorong kementerian/lembaga membuat perencanaan pengadaan yang baik, sehingga akan mendapat barang dan jasa yang bagus, biayanya lebih baik, serta waktu lebih cepat. "Kalau diamati, perencanaan program dan kegiatan untuk lima tahun ke depan itu mereka sudah ada. Ini kan rutin. Tapi menerjemahkan menjadi perencanaan pengadaan itu yang telat," sebutnya.
Dia menegaskan, teknologi yang ada sudah memungkinkan hal tersebut. "Kami sudah memulainya sejak 10 tahun lalu. Teknologinya sudah ada, tinggal bagaimana menggunakannya. Awalnya transformasinya sederhana dan sekarang lebih dalam sehingga bisa lebih cepat lagi. Luar biasa pemangkasan waktunya, proses belanja sekarang hanya klik. Dengan e-katalog semua sudah ada. Sekarang tinggal membuat tata kelolanya, bahkan ada tender cepat yang 3-4 hari selesai," klaimnya seraya menegaskan, tender yang baik bukan berarti harganya yang paling murah. Melainkan kepantasan dari hari harga yang dikenakan untuk pemerintah.
Sistem pengadaan nasional yang dikembangkannya juga mendorong keterlibatan masyarakat luas, termasuk organisasi masyarakat, pemerhati pengadaan, jurnalis untuk turut serta melakukan pengawasan dalam proses pengadaan.
"Tender sistem lama hanya dilakukan untuk kegiatan atau proyek yang kompleks. Seharusnya tender seperti ini tidak banyak. Karena itu kuncinya adalah membuat perencanaan yang lebih baik sebagai standar," timpal Sonny Sumarsono, Ketua Umun katan Ahli Pengadaan Indonesia (IAPI).
Seminar Pengadaan Internasional
Terkait proses pengadaan barang dan jasa, IAPI yang didukung oleh International Federation of Purchasing and Supply Management (IFPSM) dan LKPP baru saja menyelenggarakan International Conference bertema “Towards Best Value For Money In Procurement Management” di JCC Jakarta.
Seminar internasional dalam bidang pengadaan barang/jasa yang pertama kali dilaksanakan di Jakarta tersebut dihadiri oleh sekitar peserta dari berbagai kementerian, lembaga, pemerintah daerah, BUMN, BUMD, asosiasi profesi, organisasi, LSM, maupun pelaku usaha dalam bidang pengadaan barang/jasa. Mereka membahas berbagai isu penting dan kebijakan terbaru mengenai rantai suplai di dunia.
Sonny Sumarsono memberikan sambutan awal bersama He Liming, President IFPSM yang menjabat sebagai petinggi di Kementerian Perdagangan Taiwan.
Dalam kata sambutannya, Roni Dwi Susanto, Kepala LKPP, menegaskan pengadaan saat ini sudah mengalami transformasi. Karena itu, tidak boleh terjebak dengan paradigma administratif belaka, melainkan sudah harus bergeser ke aspek kognitif.
Pengadaan barang/jasa atau procurement selama ini hanya dikenal sebagai kegiatan yang bersifat administratif. Padahal pengadaan adalah hal yang sangat strategis dalam menunjang operasional institusi.
Di sisi lain, sambung dia, pengadaan harus memperhatikan "Value for Money" dan tidak sekadar mengedepankan harga termurah dalam proses pengadaannya.
(mim)