Facebook Menutup 5,4 Miliar Akun Palsu
A
A
A
WASHINGTON - Facebook Inc menutup sekitar 5,4 miliar akun palsu pada tahun ini, naik sekitar 2,1 miliar bila dibandingkan dengan setahun sebelumnya. Sekitar 5% dari pengguna aktif bulanan Facebook yang mencapai 2,5 miliar juga teridentifikasi sebagai akun palsu.
Fakta yang diungkapkan Facebook di Amerika Serikat (AS) kemarin menunjukkan betapa masifnya penyalahgunaan dunia maya. Di sisi lain langkahnya tersebut menggarisbawahi keseriusan Facebook dalam menggunduli akun palsu menyusul akan semakin dekatnya Pemilihan Presiden (Pilpres) AS pada tahun depan. Pilpres AS 2016 sebelumnya memicu keprihatinan akibat munculnya gelombang berita hoaks di media sosial.
Chief Executive Officer (CEO) Facebook Mark Zuckerberg mengaku permasalahan tersebut menantang mengingat jumlah pengguna Facebook sangat tinggi, tak terkecuali dengan akun baru. “Meski mencapai 5,4 miliar, hal itu juga tidak berarti banyak konten negatif di dalam platform kami,” katanya seperti dikutip Reuters.
Facebook menutup lebih dari 2 miliar akun palsu dari Januari–Maret. Lalu 1,5 miliar dalam tiga bulan berikutnya dan 1,7 miliar dari Juli–September. Facebook juga menutup 3 juta konten narkoba dan 95.000 konten penjualan senjata api di Instagram. Pengumuman itu merupakan bagian dari transparansi Facebook.
Facebook juga menyatakan terus berupaya menghapus konten eksploitasi anak, bunuh diri, melukai diri, atau propaganda yang menjurus pada radikalisme. Namun Facebook tak membeberkan perihal bully dan ujaran kebencian. Facebook dan Instagram kini bahu-membahu mendeteksi dan menghapus konten negatif.
Pada awal tahun ini Facebook menciptakan algoritma baru untuk melawan ujaran kebencian dengan menghapus otomatis seluruh konten yang dianggap melanggar kebijakan perusahaan. Sejak itu sekitar 7 juta konten ujaran kebencian dihapus antara Juli hingga September atau naik 60% bila dibandingkan dengan periode April–Juni. “Lebih dari 80% konten ujaran kebencian tersebut telah dihapus sebelum publik melihatnya,” ungkap Facebook.
Untuk diketahui, langkah itu diambil sebagai realisasi dari pertemuan antara Zuckerberg dan pemimpin aktivis AS. Mereka menyatakan pembiaran konten negatif akan menyebabkan Facebook menjadi platform negatif.
Sebelumnya Komisi Perdagangan Federal (FTC) AS mengesahkan sanksi denda sebesar USD5 miliar (Rp70 triliun) terhadap Facebook. Facebook dianggap melanggar kesepakatan peraturan perlindungan data pengguna setelah 87 juta akun Facebook dieksploitasi untuk kepentingan politik selama Pilpres 2016.
FTC mulai menyelidiki kasus itu sejak Maret 2018 menyusul adanya laporan pengumpulan data oleh Cambridge Analytica yang dilegalkan Facebook tanpa sepengetahuan pengguna. Denda yang dijatuhkan menuai beragam kritikan. Sebagian Partai Republik memberikan kritik positif, sedangkan Demokrat negatif.
Setelah didera serangkaian skandal dan kontroversi selama beberapa tahun terakhir, sejumlah investor utama Facebook dan treasurer AS meminta Zuckerberg mundur dari jabatannya sebagai chairman. Pasalnya Zuckerberg dinilai gagal mengemban tanggung jawab besar tersebut di Facebook.
Trillium Asset Management, salah satu pemegang saham terbesar di Facebook, menjadi kelompok yang sangat rutin mengajukan upaya penggulingan Zuckerberg. Mereka yakin perusahaan layanan jaringan sosial berpendapatan bersih USD15.934 miliar pada 2017 tersebut akan menjadi lebih baik tanpa Zuckerberg.
Sedikitnya enam pemegang saham top Facebook yang menanamkan investasi sebesar USD3 miliar menginginkan Zuckerberg lengser dari posisi chairman dan fokus menjabat sebagai chief executive officer (CEO). Trillium Asset Management menilai jabatan ganda menyebabkan Zuckerberg sulit konsentrasi.
“Kami yakin hal ini membuat kepemimpinan dan manajemen Facebook menjadi lemah,” ungkap Trillium Asset Management yang memiliki 50.000 saham di Facebook seperti dilansir barrons.com. (Muh Shamil)
Fakta yang diungkapkan Facebook di Amerika Serikat (AS) kemarin menunjukkan betapa masifnya penyalahgunaan dunia maya. Di sisi lain langkahnya tersebut menggarisbawahi keseriusan Facebook dalam menggunduli akun palsu menyusul akan semakin dekatnya Pemilihan Presiden (Pilpres) AS pada tahun depan. Pilpres AS 2016 sebelumnya memicu keprihatinan akibat munculnya gelombang berita hoaks di media sosial.
Chief Executive Officer (CEO) Facebook Mark Zuckerberg mengaku permasalahan tersebut menantang mengingat jumlah pengguna Facebook sangat tinggi, tak terkecuali dengan akun baru. “Meski mencapai 5,4 miliar, hal itu juga tidak berarti banyak konten negatif di dalam platform kami,” katanya seperti dikutip Reuters.
Facebook menutup lebih dari 2 miliar akun palsu dari Januari–Maret. Lalu 1,5 miliar dalam tiga bulan berikutnya dan 1,7 miliar dari Juli–September. Facebook juga menutup 3 juta konten narkoba dan 95.000 konten penjualan senjata api di Instagram. Pengumuman itu merupakan bagian dari transparansi Facebook.
Facebook juga menyatakan terus berupaya menghapus konten eksploitasi anak, bunuh diri, melukai diri, atau propaganda yang menjurus pada radikalisme. Namun Facebook tak membeberkan perihal bully dan ujaran kebencian. Facebook dan Instagram kini bahu-membahu mendeteksi dan menghapus konten negatif.
Pada awal tahun ini Facebook menciptakan algoritma baru untuk melawan ujaran kebencian dengan menghapus otomatis seluruh konten yang dianggap melanggar kebijakan perusahaan. Sejak itu sekitar 7 juta konten ujaran kebencian dihapus antara Juli hingga September atau naik 60% bila dibandingkan dengan periode April–Juni. “Lebih dari 80% konten ujaran kebencian tersebut telah dihapus sebelum publik melihatnya,” ungkap Facebook.
Untuk diketahui, langkah itu diambil sebagai realisasi dari pertemuan antara Zuckerberg dan pemimpin aktivis AS. Mereka menyatakan pembiaran konten negatif akan menyebabkan Facebook menjadi platform negatif.
Sebelumnya Komisi Perdagangan Federal (FTC) AS mengesahkan sanksi denda sebesar USD5 miliar (Rp70 triliun) terhadap Facebook. Facebook dianggap melanggar kesepakatan peraturan perlindungan data pengguna setelah 87 juta akun Facebook dieksploitasi untuk kepentingan politik selama Pilpres 2016.
FTC mulai menyelidiki kasus itu sejak Maret 2018 menyusul adanya laporan pengumpulan data oleh Cambridge Analytica yang dilegalkan Facebook tanpa sepengetahuan pengguna. Denda yang dijatuhkan menuai beragam kritikan. Sebagian Partai Republik memberikan kritik positif, sedangkan Demokrat negatif.
Setelah didera serangkaian skandal dan kontroversi selama beberapa tahun terakhir, sejumlah investor utama Facebook dan treasurer AS meminta Zuckerberg mundur dari jabatannya sebagai chairman. Pasalnya Zuckerberg dinilai gagal mengemban tanggung jawab besar tersebut di Facebook.
Trillium Asset Management, salah satu pemegang saham terbesar di Facebook, menjadi kelompok yang sangat rutin mengajukan upaya penggulingan Zuckerberg. Mereka yakin perusahaan layanan jaringan sosial berpendapatan bersih USD15.934 miliar pada 2017 tersebut akan menjadi lebih baik tanpa Zuckerberg.
Sedikitnya enam pemegang saham top Facebook yang menanamkan investasi sebesar USD3 miliar menginginkan Zuckerberg lengser dari posisi chairman dan fokus menjabat sebagai chief executive officer (CEO). Trillium Asset Management menilai jabatan ganda menyebabkan Zuckerberg sulit konsentrasi.
“Kami yakin hal ini membuat kepemimpinan dan manajemen Facebook menjadi lemah,” ungkap Trillium Asset Management yang memiliki 50.000 saham di Facebook seperti dilansir barrons.com. (Muh Shamil)
(nfl)