Teknologi Ikut Berperan dalam Percepatan Keuangan Inklusif

Jum'at, 15 November 2019 - 01:00 WIB
Teknologi Ikut Berperan...
Teknologi Ikut Berperan dalam Percepatan Keuangan Inklusif
A A A
JAKARTA - Perkembangan teknologi, khususnya financial technology (fintech), turut berperan dalam upaya percepatan keuangan inklusif. Terlebih percepatan keuangan inklusif dibutuhkan dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi, tingkat kesejahteraan, dan mengurangi ketimpangan serta kemiskinan di Tanah Air.

"Keuangan inklusif adalah kondisi ketika setiap anggota masyarakat mempunyai akses terhadap berbagai layanan keuangan formal yang berkualitas secara tepat waktu, lancar dan aman dengan biaya terjangkau sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat,” kata Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan, selaku Ketua Sekretariat Dewan Nasional Keuangan Inklusif (DNKI), Iskandar Simorangkir saat memberikan sambutan di acara peluncuran hasil survei nasional Inklusi Keuangan Indonesia 2018 di Jakarta, Kamis (14/11/2019).

Pasca tiga tahun ditetapkannya Strategi Nasional Keuangan Inklusif melalui Perpres No 82/2016, telah dilaksanakan Survei Nasional Keuangan Inklusif pada akhir 2018 hingga awal 2019 yang mengukur pencapaian target utama. Dalam pelaksanaan survei, Satuan Tugas Survei dari Dewan Nasional Keuangan Inklusif (DNKI) melakukan survei Financial Inclusion Insights dengan representasi nasional untuk mengukur akses masyarakat kepada layanan keuangan formal di Indonesia. Inklusi keuangan di Indonesia diukur melalui akses berupa penggunaan layanan keuangan formal dan kepemilikan akun.

Satuan Tugas Survei beranggotakan para perwakilan dari Kemenko Perekonomian, Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, Badan Pusat Statistik, Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan dan Kementerian Perencanaan Pembangunan Negara/Bappenas.

Survei ini melibatkan 6.695 orang dewasa (usia 15+) yang merupakan anggota rumah tangga di seluruh provinsi dengan proyeksi populasi nasional 2018 penduduk perkotaan/pedesaan dan jenis kelamin. Bobot sampling dinormalisasi di tingkat nasional agar jumlah kasus tertimbang sama dengan jumlah sampel. Bobot digunakan untuk membuat kesimpulan tentang populasi target di tingkat nasional dan untuk daerah perkotaan dan pedesaan secara terpisah.

“Sebanyak 70,3% orang dewasa pernah menggunakan produk atau layanan yang ditawarkan oleh lembaga keuangan formal dan 55,7% orang dewasa memiliki akun,” kata Iskandar Simorangkir.

Dikatakannya, lebih banyak orang dewasa yang menggunakan produk dan layanan yang disediakan oleh lembaga keuangan formal daripada yang memiliki akun terdaftar dengan nama mereka sendiri.

Tren inklusi keuangan menunjukkan kepemilikan akun meningkat lebih dari 20 poin persentase dibandingkan 2016. Keberhasilan elektronifikasi program bantuan pemerintah disinyalir telah berhasil mendorong pertumbuhan kepemilikan akun.

Diperkirakan sekitar 38 juta orang dewasa telah menjadi pemilik akun baru, di mana sebagian besar dari mereka menerima bantuan pemerintah melalui transfer digital. Berdasarkan wilayah, kepemilikan akun lebih umum di wilayah perkotaan, tapi tumbuh lebih cepat di perdesaan. Program bantuan pemerintah yang menargetkan daerah perdesaan dan perkotaan secara merata berkontribusi terhadap peningkatan kepemilikan akun.

Hal ini seiring capaian realisasi program kerja Dewan Nasional Keuangan Inklusif guna mendorong kepemilikan akun tabungan melalui penerapan kebijakan non-tunai, di mana bantuan pemerintah diberikan melalui akun, seperti Program Keluarga Harapan (PKH) dan Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT).

Sejak diluncurkan dengan skema nontunai tercatat 10 juta keluarga penerima manfaat PKH dan 12 juta keluarga penerima manfaat BPNT melalui akun perbankan maupun uang elektronik. Pada 2019, pemerintah telah menetapkan target kelompok penerima manfaat BPNT sebesar 15,6 juta jiwa.

Pemerintah telah bekerja sama dengan Otoritas Jasa Keuangan dan Bank Indonesia melalui program Agen Laku Pandai dan LKD. Agen Laku Pandai dan LKD ini adalah salah satu upaya bersama dalam menjawab tantangan dalam penyediaan titik-titik akses keuangan yang lebih dekat di masyarakat. Saat ini, sudah terdapat lebih dari 1 juta agen di tengah masyarakat.

Selain itu, jaringan agen teknologi finansial (tekfin/fintech) menjadi jaringan agen alternatif guna mengakselerasi inklusi keuangan. AFTECH melansir terdapat sekitar 5 juta jaringan agen fintech sebagai komplemen dari 1,3 juta jaringan agen keuangan saat ini. "Value proposition dari pemanfaatan agen tekfin perlu dioptimalkan dalam percepatan keuangan inklusif," ujarnya.
(mim)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.8002 seconds (0.1#10.140)