Peneliti Muslim Tertarik Kaji Fintech dari Sudut Pandang Fiqih
A
A
A
JAKARTA - Financial technology (fintech) tengah menjadi tren di industri keuangan Tanah Air, baik untuk sistem pembayaran maupun pembiayaan. Para peneliti Islam pun mencoba mengkajinya dari perspektif keislaman.
"Banyak yang perlu dikaji di fintech, misalnya mulai dari bagaimana penerapannya, termasuk bagaimana fiqih melihatnya," kata Rektor Universitas Islam Indonesia (UII), Prof Fathul Wahid, di sela-sela kegiatan The 3rd International Conference on Islamic Epistemology Financial Technology (Fintech) on The Perspective Of Law and Syariah Economy di Kampus Universitas Al-Azhar Indonesia (UAI) di Jakarta, Selasa (10/8/2019).
Lebih lanjut dikatakan, bidang terapan fintech tergolong luas. Fathul mencontohkan, bagaimana dilihat dari sisi fiqih jika kita mempunyai deposit di dompet digital atau platform sejenis. "Apakah ini dilihat sebagai utang atau transaksi tertunda. Ada yang bilang boleh, ada yang tidak, ini menjadi rumit. Jadi harus ada terobosan-terobosan yang membuat agama Islam bukan hanya sebagai rem, tapi juga 'gas' untuk memajukan ekononi," harapnya.
Sementara itu, Rektor UAI Prof Asep Saefuddin mengatakan, para akademisi di perguruan tinggi Islam ingin mengetahui fintech dari sudut pandang ekonomi syariah. Artinya ini berkaitan dengan riba atau tidak."Kita nge-tap ada rabat, cashback sesuatu yang kita terima dari transaksi yang dilakukan. Bayar sesuai harga seharusnya Rp10.000 tapi ada uang pengembalian sehingga bayar hanya Rp9.000. Apakah ini riba? Ini harus ditelaah," ungkap Asep Saefuddin.
"Islam adalah kaidah berbagai bidang kehidupan, maka kita harus update pengetahuan. Bagaimana hukum transaksi berdasarkan fintech? Bagaimana Islam memayunginya kalau memang banyak manfaatnya. Sebab di China, ekonomi ratusan juta warganya terbantu," cetusnya.
Untuk diketahui, gelaran level internasional tersebut diadakan oleh Pusat Integrasi Pemikiran Islam dengan Ilmu Antar Lembagad an Mata Kuliah Universitas (PII MKU), UAI dengan menggaet Institut Internasional Pemikiran Islam (IIIT).
Acara ini bertujuan untuk memperkuat komitmen di antara para sarjana muslim dalam menemukan persimpangan pesan wahyu dalam Kitab Suci dengan temuan-temuan ilmiah dari ilmu pengetahuan modern. "Melalui konferensi ini diharapkan keikutsertaan cendekiawan muslim di bidang ekonomi dan bisnis keuangan, serta cendekiawan muslim dari berbagai disiplin ilmu dapat berbagi pengalaman mereka dalam mengembangkan teori pengetahuannya yang terintegrasi dan selaras dengan pola pikir pemikiran Islam," kata Ketua Panitia yang juga Kepala PII MKU UAI Prof Nurhayati Djamas.
Acara ini diperkaya beberapa keynote speaker, di antaranya Ibrahim Ali Shoukry dari Islamic Development Bank yang berbicara dengan tema “Global Islamic Banking and Financial Technology: Challenges and Opportunities for Islamic WorldRole of Islamic Finance in Fast-Changing World”. Hadir pula Triyono dari Otoritas Jasa Keuangan yang mewakili Wimboh Santoso membawa tema “Financial Policy: Regulation and Control of Financial Technology System”.
Nurhayati Djamas berharap, International Conference On Islamic Epistemology Financial Technology (Fintech) On The Perspective Of Law and Syariah Economy, mampu memberikan pengetahuan melalui jurnal yang telah dipublikasikan mengenai financial technology dari perspektif hukum dan ekonomi syariah.
"Banyak yang perlu dikaji di fintech, misalnya mulai dari bagaimana penerapannya, termasuk bagaimana fiqih melihatnya," kata Rektor Universitas Islam Indonesia (UII), Prof Fathul Wahid, di sela-sela kegiatan The 3rd International Conference on Islamic Epistemology Financial Technology (Fintech) on The Perspective Of Law and Syariah Economy di Kampus Universitas Al-Azhar Indonesia (UAI) di Jakarta, Selasa (10/8/2019).
Lebih lanjut dikatakan, bidang terapan fintech tergolong luas. Fathul mencontohkan, bagaimana dilihat dari sisi fiqih jika kita mempunyai deposit di dompet digital atau platform sejenis. "Apakah ini dilihat sebagai utang atau transaksi tertunda. Ada yang bilang boleh, ada yang tidak, ini menjadi rumit. Jadi harus ada terobosan-terobosan yang membuat agama Islam bukan hanya sebagai rem, tapi juga 'gas' untuk memajukan ekononi," harapnya.
Sementara itu, Rektor UAI Prof Asep Saefuddin mengatakan, para akademisi di perguruan tinggi Islam ingin mengetahui fintech dari sudut pandang ekonomi syariah. Artinya ini berkaitan dengan riba atau tidak."Kita nge-tap ada rabat, cashback sesuatu yang kita terima dari transaksi yang dilakukan. Bayar sesuai harga seharusnya Rp10.000 tapi ada uang pengembalian sehingga bayar hanya Rp9.000. Apakah ini riba? Ini harus ditelaah," ungkap Asep Saefuddin.
"Islam adalah kaidah berbagai bidang kehidupan, maka kita harus update pengetahuan. Bagaimana hukum transaksi berdasarkan fintech? Bagaimana Islam memayunginya kalau memang banyak manfaatnya. Sebab di China, ekonomi ratusan juta warganya terbantu," cetusnya.
Untuk diketahui, gelaran level internasional tersebut diadakan oleh Pusat Integrasi Pemikiran Islam dengan Ilmu Antar Lembagad an Mata Kuliah Universitas (PII MKU), UAI dengan menggaet Institut Internasional Pemikiran Islam (IIIT).
Acara ini bertujuan untuk memperkuat komitmen di antara para sarjana muslim dalam menemukan persimpangan pesan wahyu dalam Kitab Suci dengan temuan-temuan ilmiah dari ilmu pengetahuan modern. "Melalui konferensi ini diharapkan keikutsertaan cendekiawan muslim di bidang ekonomi dan bisnis keuangan, serta cendekiawan muslim dari berbagai disiplin ilmu dapat berbagi pengalaman mereka dalam mengembangkan teori pengetahuannya yang terintegrasi dan selaras dengan pola pikir pemikiran Islam," kata Ketua Panitia yang juga Kepala PII MKU UAI Prof Nurhayati Djamas.
Acara ini diperkaya beberapa keynote speaker, di antaranya Ibrahim Ali Shoukry dari Islamic Development Bank yang berbicara dengan tema “Global Islamic Banking and Financial Technology: Challenges and Opportunities for Islamic WorldRole of Islamic Finance in Fast-Changing World”. Hadir pula Triyono dari Otoritas Jasa Keuangan yang mewakili Wimboh Santoso membawa tema “Financial Policy: Regulation and Control of Financial Technology System”.
Nurhayati Djamas berharap, International Conference On Islamic Epistemology Financial Technology (Fintech) On The Perspective Of Law and Syariah Economy, mampu memberikan pengetahuan melalui jurnal yang telah dipublikasikan mengenai financial technology dari perspektif hukum dan ekonomi syariah.
(mim)