Teknologi Virtual dan Augmented Reality di Indonesia Masih Jauh Tertinggal
A
A
A
JAKARTA - Perkembangan teknologi virtual reality dan augmented reality dalam dunia industri berkembang pesat dan menjadi kebutuhan yang harus dikuasai.
Universitas Prasetiya Mulya Tangerang pun coba mempraktikan teori yang telah mahasiswanya pelajari di kampus. Hasilnya, ada jarak lebar dengan praktik di lapangan. Teori mahasiswa masih berada di belakang.
Pengampuh mata kuliah Information and Communication Technologies (ICT) Prasetiya Mulya Eko Ariawan mengatakan, secara teknologi mahasiswa tertinggal.
"Secara teknikal kita memang masih sangat kurang. Harus diakui, kita ada gep dengan industri. Untuk itu, kita punya partner Techpolitan dan Sangnila Arts Academy Singapore," katanya, di Prasmul, Rabu siang.
Sebagai bagian dari uji teori, pihaknya pun mengajak sekira 300 mahasiswa untuk mengikuti seminar virtual reality dan augmented reality sebagai motivasi belajar.
"Kalau dari sisi teknologi, kalau kita mau kejar-kejaran, selamanya kita gak akan kekejar. Tetapi ada cara yang paling cepat untuk maju agar kita tidak tertinggal, yakni dengan melakukan kolaborasi," jelasnya.
Dalam dunia marketing, teknologi virtual dan augmented reality sangat penting. Selain bisa menghemat biaya yang sangat besar, juga dapat memperindah produk.
Founder Techpolitan Rhesa Surya Atmadja menambahkan, dengan makin giatnya akademisi di kampus yang membuka diri terhadap perkembangan dunia teknologi, akan membuat semakin cepatnya industri.
"Jadi kita ingin mengsinergikan dunia digital dengan pendidikan formal. Kita juga ingin menjadi katalis, agar lulusan kita bisa cepat kerja dan menjadi pengusaha," ungkapnya.
Sementara itu, Co Founder Sangnila Arts Academy Singapore Iswan Sudaryo mengatakan, Indonesia punya pasokan SDM yang sangat besar dan sangat berkualitas.
"Kita punya penduduk yang sangat benyak. Dari segi akademis juga Indonesia banyak memperoleh penghargaan dengan modal secukupnya. Itu luar biasa. Kita masih bisa berkembang lebih jauh lagi," jelas Iswan.
Dilanjutkan dia, yang membuat bangsa ini tertinggal dari dunia luar, kurikulum pendidikan yang digunakannya masih jauh tertinggal dan tidak update dan tersinergi dengan perkembangan dunia digital.
"Kurikulum kita di Indonesia ini masih tradisional berbasis dari beberapa dekade yang lalu. Dalam software misalnya, setiap setengah tahun harus diupdate. Jadi, harus ada kurikulum yang terbaru," ungkapnya.
Setiap kurikulum itu juga harus mengikuti perkembangan dunia digital dan terkoneksi dengan sistem sofware yang terupdate, sehingga sejalan antara teori dan praktik. Ini yang menjadi tantangan masuk ke industri.
Universitas Prasetiya Mulya Tangerang pun coba mempraktikan teori yang telah mahasiswanya pelajari di kampus. Hasilnya, ada jarak lebar dengan praktik di lapangan. Teori mahasiswa masih berada di belakang.
Pengampuh mata kuliah Information and Communication Technologies (ICT) Prasetiya Mulya Eko Ariawan mengatakan, secara teknologi mahasiswa tertinggal.
"Secara teknikal kita memang masih sangat kurang. Harus diakui, kita ada gep dengan industri. Untuk itu, kita punya partner Techpolitan dan Sangnila Arts Academy Singapore," katanya, di Prasmul, Rabu siang.
Sebagai bagian dari uji teori, pihaknya pun mengajak sekira 300 mahasiswa untuk mengikuti seminar virtual reality dan augmented reality sebagai motivasi belajar.
"Kalau dari sisi teknologi, kalau kita mau kejar-kejaran, selamanya kita gak akan kekejar. Tetapi ada cara yang paling cepat untuk maju agar kita tidak tertinggal, yakni dengan melakukan kolaborasi," jelasnya.
Dalam dunia marketing, teknologi virtual dan augmented reality sangat penting. Selain bisa menghemat biaya yang sangat besar, juga dapat memperindah produk.
Founder Techpolitan Rhesa Surya Atmadja menambahkan, dengan makin giatnya akademisi di kampus yang membuka diri terhadap perkembangan dunia teknologi, akan membuat semakin cepatnya industri.
"Jadi kita ingin mengsinergikan dunia digital dengan pendidikan formal. Kita juga ingin menjadi katalis, agar lulusan kita bisa cepat kerja dan menjadi pengusaha," ungkapnya.
Sementara itu, Co Founder Sangnila Arts Academy Singapore Iswan Sudaryo mengatakan, Indonesia punya pasokan SDM yang sangat besar dan sangat berkualitas.
"Kita punya penduduk yang sangat benyak. Dari segi akademis juga Indonesia banyak memperoleh penghargaan dengan modal secukupnya. Itu luar biasa. Kita masih bisa berkembang lebih jauh lagi," jelas Iswan.
Dilanjutkan dia, yang membuat bangsa ini tertinggal dari dunia luar, kurikulum pendidikan yang digunakannya masih jauh tertinggal dan tidak update dan tersinergi dengan perkembangan dunia digital.
"Kurikulum kita di Indonesia ini masih tradisional berbasis dari beberapa dekade yang lalu. Dalam software misalnya, setiap setengah tahun harus diupdate. Jadi, harus ada kurikulum yang terbaru," ungkapnya.
Setiap kurikulum itu juga harus mengikuti perkembangan dunia digital dan terkoneksi dengan sistem sofware yang terupdate, sehingga sejalan antara teori dan praktik. Ini yang menjadi tantangan masuk ke industri.
(wbs)