Riset IBR Sebut Pelaku Usaha Indonesia Optimistis Naikkan Harga
A
A
A
JAKARTA - Grant Thornton merilis International Business Report (IBR) terbaru untuk periode semester pertama 2019. Data survei di 35 negara ini mencatat beberapa hasil menarik terkait tren pelaku bisnis global termasuk Indonesia. Seperti pelaku bisnis Indonesia tercatat memiliki harapan tertinggi di dunia untuk menaikkan harga produk/jasanya.
Tepatnya 69% pelaku usaha berharap melakukan kenaikan harga jual di tahun mendatang, hasil ini naik cukup signifikan dibandingkan periode survei sebelumnya di semester 2 tahun 2018 yang berada di level 55%. Selepas perhelatan Pilpres 2019, tampaknya pelaku usaha mulai menunjukkan sinyal positif dalam dunia usaha. Sebagai perbandingan level rata-rata ASEAN berada di 45% dan Global jauh lebih rendah yaitu 32%.
Grant Thornton International Business Report (IBR) adalah survei terhadap perusahaan terbuka maupun perseorangan sejak 1992. Survei IBR dilakukan dengan memberikan kuesioner dan wawancara dengan lebih dari 5.000 responden di jenjang eksekutif, managing director, chairman atau eksekutif senior lainnya dari semua sektor industri yang dilakukan pada periode semester I 2019.
Keyakinan terhadap kondisi ekonomi Indonesia ke depannya juga tampak dari hasil survei lainnya, yang mana 79% pelaku usaha Indonesia berharap memperoleh pendapatan lebih tinggi dalam 12 bulan ke depan. Level tersebut melejit jika dibandingkan periode sebelumnya yang berada di level 62% dan masih jauh di atas rata-rata ASEAN di 54% dan pelaku usaha global yang berada di level 35%.
Secara umum, optimisme bisnis pelaku usaha Indonesia berada di urutan ke-3 dunia pada periode survei kali ini dengan level optimisme di 66% membuntuti Filipina dan Vietnam yang berada di posisi pertama dan kedua.
Meskipun ASEAN menunjukkan optimisme bisnis yang baik, secara global pelaku usaha kembali mencatat penurunan terkait rata-rata optimisme bisnis dalam setahun ke depan. Optimisme global hanya berada di level 32%, turun dari periode survei sebelumnya yang berada di 39%. Bahkan level optimisme ini merupakan yang terendah sejak 2016.
Ketidakpastian ekonomi masih diidentifikasi pelaku usaha sebagai kendala. Meningkatnya ketidakpastian menggerakkan kekhawatiran mereka terhadap kurangnya permintaan di waktu yang akan datang. Dengan melemahnya permintaan, pelaku usaha tampaknya mulai fokus pada rencana investasi berkualitas, seperti investasi R&D yang lebih sehat dan rencana investasi teknologi yang kuat. Buktinya, 45% pelaku usaha global bersiap menaikkan anggaran R&D mereka dalam 12 bulan ke depan. Hal tersebut juga sangat relevan dengan apa yang terjadi di pasar negara berkembang.
Johanna Gani, Managing Partner Grant Thornton Indonesia, mengatakan pemeringkatan IBR pada tahun ini cukup konsisten dengan pandangan secara makro, yang mana pelaku usaha di negara-negara berkembang, seperti Indonesia, India, Filipina dan Vietnam secara konsisten menunjukkan kecenderungan lebih tinggi untuk investasi secara fisik, R&D, dan teknologi.
“Ekonomi pasar negara berkembang yang tumbuh cepat ditandai oleh akumulasi modal yang cepat dan Produktivitas Faktor Total (Total Productivity Factor/TFP) yang kuat, dimana R&D dan inovasi memiliki peranan yang sangat penting untuk pertumbuhan TFP,” pungkas Johanna.
Tepatnya 69% pelaku usaha berharap melakukan kenaikan harga jual di tahun mendatang, hasil ini naik cukup signifikan dibandingkan periode survei sebelumnya di semester 2 tahun 2018 yang berada di level 55%. Selepas perhelatan Pilpres 2019, tampaknya pelaku usaha mulai menunjukkan sinyal positif dalam dunia usaha. Sebagai perbandingan level rata-rata ASEAN berada di 45% dan Global jauh lebih rendah yaitu 32%.
Grant Thornton International Business Report (IBR) adalah survei terhadap perusahaan terbuka maupun perseorangan sejak 1992. Survei IBR dilakukan dengan memberikan kuesioner dan wawancara dengan lebih dari 5.000 responden di jenjang eksekutif, managing director, chairman atau eksekutif senior lainnya dari semua sektor industri yang dilakukan pada periode semester I 2019.
Keyakinan terhadap kondisi ekonomi Indonesia ke depannya juga tampak dari hasil survei lainnya, yang mana 79% pelaku usaha Indonesia berharap memperoleh pendapatan lebih tinggi dalam 12 bulan ke depan. Level tersebut melejit jika dibandingkan periode sebelumnya yang berada di level 62% dan masih jauh di atas rata-rata ASEAN di 54% dan pelaku usaha global yang berada di level 35%.
Secara umum, optimisme bisnis pelaku usaha Indonesia berada di urutan ke-3 dunia pada periode survei kali ini dengan level optimisme di 66% membuntuti Filipina dan Vietnam yang berada di posisi pertama dan kedua.
Meskipun ASEAN menunjukkan optimisme bisnis yang baik, secara global pelaku usaha kembali mencatat penurunan terkait rata-rata optimisme bisnis dalam setahun ke depan. Optimisme global hanya berada di level 32%, turun dari periode survei sebelumnya yang berada di 39%. Bahkan level optimisme ini merupakan yang terendah sejak 2016.
Ketidakpastian ekonomi masih diidentifikasi pelaku usaha sebagai kendala. Meningkatnya ketidakpastian menggerakkan kekhawatiran mereka terhadap kurangnya permintaan di waktu yang akan datang. Dengan melemahnya permintaan, pelaku usaha tampaknya mulai fokus pada rencana investasi berkualitas, seperti investasi R&D yang lebih sehat dan rencana investasi teknologi yang kuat. Buktinya, 45% pelaku usaha global bersiap menaikkan anggaran R&D mereka dalam 12 bulan ke depan. Hal tersebut juga sangat relevan dengan apa yang terjadi di pasar negara berkembang.
Johanna Gani, Managing Partner Grant Thornton Indonesia, mengatakan pemeringkatan IBR pada tahun ini cukup konsisten dengan pandangan secara makro, yang mana pelaku usaha di negara-negara berkembang, seperti Indonesia, India, Filipina dan Vietnam secara konsisten menunjukkan kecenderungan lebih tinggi untuk investasi secara fisik, R&D, dan teknologi.
“Ekonomi pasar negara berkembang yang tumbuh cepat ditandai oleh akumulasi modal yang cepat dan Produktivitas Faktor Total (Total Productivity Factor/TFP) yang kuat, dimana R&D dan inovasi memiliki peranan yang sangat penting untuk pertumbuhan TFP,” pungkas Johanna.
(wbs)