Pemerintah Harus Segera Hentikan Penjualan Kartu Perdana Asal Arab di Indonesia
A
A
A
JAKARTA - Musim haji benar-benar dimanfaatkan oleh operator asal Saudi Arabia, Zain. Mereka memanfaatkan momen tahunan tersebut dengan menjual layanannya kepada calon jamaah haji di seluruh embarkasi. Dengan membayar Rp 150 ribu jamaah dan petugas haji Indonesia bisa mendapatkan kuota data 5 giga, 50 menit telpon, unlimited terima telpon tanpa batas.
Namun kenyataannya banyak komplain dari jamaah haji Indonesia. Setelah membeli kartu perdana dan paket di embarkasi, mereka tak bisa menggunakan layanan Zain yang dibeli di Indonesia. Alih-alih ingin ingin mendapatkan harga murah dari Zain, justru jamaah haji Indonesia dirugikan karena tak bisa menikmati layanan yang dijanjikan operator asal Saudi Arabia tersebut.
Mengenai keluhan dan kerugian yang dialami calon jamaah haji, Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Tulus Abadi angkat bicara. Kendati menurut BRTI penjualan kartu perdana Zain tidak melanggar regulasi telkomunikasi di Indonesia, namun hal ini sangat berpotensi merugikan konsumen, bahkan negara. Mengingat, jika ada gangguan pelayanan para jemaah haji tidak bisa melakukan komunikasi/komplain ke operator asal Arab Saudi tersebut. Baik karena kendala bahasa, wawasan, dan atau kendala teknis lainnya.
Menurut Tulus selain penjualan tersebut telah merugikan jamaah haji Indonesia, kartu perdana Zain yang dijual dan didistribusikan di seluruh embarkasi berpotensi merugikan negara karena ada potensi pendapatan pajak yang hilang. Selain itu masuknya kartu perdana Zain ke Indonesia juga berpotensi melanggar UU tentang Perdagangan.
“Oleh karena itu, saya mendesak agar Kemendag mengeluarkan larangan penjualan kartu perdana operator telekomunikasi Arab Saudi di Indonesia. Karena merugikan calon jemaah haji sebagai konsumen bahkan merugikan negara,”terang Tulus.
Sularsi, Kepala Bidang Pengaduan dan Hukum Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menilai konsumen yang merupakan jamaah haji sudah dirugikan dengan tak bisa dipakainya kartu telekomunikasi Zain yang dibelinya di Indonesia.
“Ini artinya Zain ingin berkompetisi dengan operator Indonesia dengan menjual kartu perdananya di embarkasi namun mereka tak bisa menyelesaikan kompetisi tersebut. Sehingga konsumen dirugikan. Seharusnya pemerintah segera turun tangan terhadap keluhan konsumen tersebut,”ujar Sularsi.
Lanjut Sularsi, sudah menjadi kewajiban seluruh pelaku usaha yang menjual produknya di Indonesia harus tunduk dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia. Sebelum melakukan penjualan kartu perdananya di Indonesia, Zain terlebih dahulu mengikuti perundang-undangan yang berlaku di Indonesia. Termasuk mengikuti UU Perlindungan Konsumen. Ketika jamaah haji atau umroh yang sudah membeli kartu perdana telekomunikasi Zain di Indonesia, seharusnya distributor maupun penjual bertanggung jawab jika ada keluhan.
Ketika menjalankan ibadah haji tahun lalu, Sularsi menemukan fakta bahwa pemerintah kerajaan Saudi Arabia melarang operator telekomunikasi dari negara lain untuk menjual layanan telekomunikasinya di seluruh wilayah Saudi Arabia termasuk di Mekah dan di Madinah. Tak terkecuali operator telekomunikasi asal Indonesia. Jamaah haji atau umoroh yang tengah berada di Arab Saudi diwajibkan membeli kartu perdana dari operator lokal. YLKI perihatin terhadap Kominfo yang tak berani menerapkan azas resiprokal. Seharusnya Kominfo bisa melarang operator dari negara manapun untuk menjual layanan telekomunikasinya di Indonesia.
“Dengan jumlah jamaah haji kita yang mencapai 221 ribu dan jamaah umroh yang mecapai 880 ribu setiap tahunnya seharunya bisa membuat nilai tawar pemerintah Indonesia lebih tinggi. YLKI sangat prihatin kenapa pemerintah tak bisa menerapkan azas resiprokal terhadap operator dari Saudi. Kominfo seharusnya berani untuk menerapkan azas resiprokal,”tegas Sularsi.
Karena telah terjadi kerugian terhadap konsumen Indonesia, sudah seharusnya regulator di Indonesia seperti BRTI, Kominfo dan Kementrian Perdagangan tidak saling lepas tangan. Bahkan seharusnya regulator dan pemerintah dapat bertindak tegas terhadap penjualan Zain di Indonesia.
“Bagaimanapun konsumen Indonesia harus mendapatkan haknya sesuai dengan yang dijanjikan oleh Zain ketika menjual layanannya di Indonesia. Dan itu dilindungi UU. Sehingga pemerintah dan regulator harus segera bertindak tegas,”terang Sularsi.
Agar kegiatan ibadah jamaah haji Indonesia tak tergangu akibat ulah Zain, Sularsi berharap agar operator telekomunkasi asal Indonesia dapat segera mengambil peran positif. Yaitu dengan memberikan diskon tarif roaming bagi jamaah haji yang akan berangkat ibadah. Diakui Sularsi, hingga saat ini tarif roaming yang diberikan operator telekomunikasi Indonesia terbilang mahal.
Namun kenyataannya banyak komplain dari jamaah haji Indonesia. Setelah membeli kartu perdana dan paket di embarkasi, mereka tak bisa menggunakan layanan Zain yang dibeli di Indonesia. Alih-alih ingin ingin mendapatkan harga murah dari Zain, justru jamaah haji Indonesia dirugikan karena tak bisa menikmati layanan yang dijanjikan operator asal Saudi Arabia tersebut.
Mengenai keluhan dan kerugian yang dialami calon jamaah haji, Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Tulus Abadi angkat bicara. Kendati menurut BRTI penjualan kartu perdana Zain tidak melanggar regulasi telkomunikasi di Indonesia, namun hal ini sangat berpotensi merugikan konsumen, bahkan negara. Mengingat, jika ada gangguan pelayanan para jemaah haji tidak bisa melakukan komunikasi/komplain ke operator asal Arab Saudi tersebut. Baik karena kendala bahasa, wawasan, dan atau kendala teknis lainnya.
Menurut Tulus selain penjualan tersebut telah merugikan jamaah haji Indonesia, kartu perdana Zain yang dijual dan didistribusikan di seluruh embarkasi berpotensi merugikan negara karena ada potensi pendapatan pajak yang hilang. Selain itu masuknya kartu perdana Zain ke Indonesia juga berpotensi melanggar UU tentang Perdagangan.
“Oleh karena itu, saya mendesak agar Kemendag mengeluarkan larangan penjualan kartu perdana operator telekomunikasi Arab Saudi di Indonesia. Karena merugikan calon jemaah haji sebagai konsumen bahkan merugikan negara,”terang Tulus.
Sularsi, Kepala Bidang Pengaduan dan Hukum Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menilai konsumen yang merupakan jamaah haji sudah dirugikan dengan tak bisa dipakainya kartu telekomunikasi Zain yang dibelinya di Indonesia.
“Ini artinya Zain ingin berkompetisi dengan operator Indonesia dengan menjual kartu perdananya di embarkasi namun mereka tak bisa menyelesaikan kompetisi tersebut. Sehingga konsumen dirugikan. Seharusnya pemerintah segera turun tangan terhadap keluhan konsumen tersebut,”ujar Sularsi.
Lanjut Sularsi, sudah menjadi kewajiban seluruh pelaku usaha yang menjual produknya di Indonesia harus tunduk dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia. Sebelum melakukan penjualan kartu perdananya di Indonesia, Zain terlebih dahulu mengikuti perundang-undangan yang berlaku di Indonesia. Termasuk mengikuti UU Perlindungan Konsumen. Ketika jamaah haji atau umroh yang sudah membeli kartu perdana telekomunikasi Zain di Indonesia, seharusnya distributor maupun penjual bertanggung jawab jika ada keluhan.
Ketika menjalankan ibadah haji tahun lalu, Sularsi menemukan fakta bahwa pemerintah kerajaan Saudi Arabia melarang operator telekomunikasi dari negara lain untuk menjual layanan telekomunikasinya di seluruh wilayah Saudi Arabia termasuk di Mekah dan di Madinah. Tak terkecuali operator telekomunikasi asal Indonesia. Jamaah haji atau umoroh yang tengah berada di Arab Saudi diwajibkan membeli kartu perdana dari operator lokal. YLKI perihatin terhadap Kominfo yang tak berani menerapkan azas resiprokal. Seharusnya Kominfo bisa melarang operator dari negara manapun untuk menjual layanan telekomunikasinya di Indonesia.
“Dengan jumlah jamaah haji kita yang mencapai 221 ribu dan jamaah umroh yang mecapai 880 ribu setiap tahunnya seharunya bisa membuat nilai tawar pemerintah Indonesia lebih tinggi. YLKI sangat prihatin kenapa pemerintah tak bisa menerapkan azas resiprokal terhadap operator dari Saudi. Kominfo seharusnya berani untuk menerapkan azas resiprokal,”tegas Sularsi.
Karena telah terjadi kerugian terhadap konsumen Indonesia, sudah seharusnya regulator di Indonesia seperti BRTI, Kominfo dan Kementrian Perdagangan tidak saling lepas tangan. Bahkan seharusnya regulator dan pemerintah dapat bertindak tegas terhadap penjualan Zain di Indonesia.
“Bagaimanapun konsumen Indonesia harus mendapatkan haknya sesuai dengan yang dijanjikan oleh Zain ketika menjual layanannya di Indonesia. Dan itu dilindungi UU. Sehingga pemerintah dan regulator harus segera bertindak tegas,”terang Sularsi.
Agar kegiatan ibadah jamaah haji Indonesia tak tergangu akibat ulah Zain, Sularsi berharap agar operator telekomunkasi asal Indonesia dapat segera mengambil peran positif. Yaitu dengan memberikan diskon tarif roaming bagi jamaah haji yang akan berangkat ibadah. Diakui Sularsi, hingga saat ini tarif roaming yang diberikan operator telekomunikasi Indonesia terbilang mahal.
(wbs)