AI Diprediksi bisa Lampaui Kemampuan Otak Manusia di Era 6G
A
A
A
CALIFORNIA - Di era 5G, AS tertinggal dari China. Untuk menebus situasi ini, AS telah meningkatkan penelitian dan pengembangan 6G. Harapannya, Amerika berada di puncak pasar dalam teknologi komunikasi generasi berikutnya itu.
Pada bulan Maret tahun ini, Komisi Komunikasi Federal AS (FCC) memilih dengan suara bulat untuk membuka pita 95GHz ke 3THz untuk “6G, 7G, atau teknologi generasi berikutnya”. Menurut beberapa publikasi 6G, 6G akan fokus pada teknologi nirkabel dan AI yang bisa setara dengan otak manusia, bahkan melampauinya.
Pelopor riset nirkabel New York University, Ted Rappaport dan rekan, menerbitkan makalah baru tentang IEEE yang meyakini spektrum nirkabel akan semakin ditingkatkan di era 6G. Menurut mereka, teknologinya bisa meningkat dari 5G 100GHz teoritis (gigahertz) ke 3THz (terahertz).
Pembukaan frekuensi THz akan memberikan pasar yang sangat besar untuk aplikasi nirkabel. Bandwidth baru membuat transfer data sangat besar dalam waktu kurang dari 1 detik. Yang lebih menakjubkan adalah jumlah data yang dikirimkan akan sebanding dengan otak manusia.
Misalnya, pesawat serang tanpa awak saat ini memiliki daya komputasi yang terbatas pada peralatan di dalam pesawat karena keterbatasan ukurannya. Namun di era 6G yang akan datang, dengan panduan jarak jauh dari peralatan AI, kinerja tempurnya akan sebanding dengan pilot yang sangat baik. Meskipun kontrol penerbangan drone yang efisien dapat diimplementasikan dari jarak jauh di era 5G, pengguna akhir akan membeli perangkat terminal dengan daya komputasi tingkat otak manusia dan harganya akan sekitar Rp16 jutaan.
Tim Rappaport juga berharap akan ada banyak perangkat yang akan mendapat manfaat, seperti kamera gelombang night vision milimeter, radar definisi tinggi, dan pemindaian keselamatan tubuh manusia terahertz. Bandwidth yang sangat besar juga akan memungkinkan transisi dari "serat nirkabel" yang bergantung pada infrastruktur kabel serat optik ke backhaul jaringan dan konektivitas pusat data.
Ada banyak manfaat bagi 6G, tapi masih banyak masalah yang harus diatasi. Misalnya, miniaturisasi teknologi inti dan dampak spektrum pada kesehatan manusia. Selain itu, gelombang submilimeter sebagai inti 6G akan membutuhkan antena yang sangat terarah, sebagian karena mereka sangat rentan terhadap gangguan atmosfer, terutama antena di atas 800 GHz.
Namun, para peneliti mengatakan, seperti tantangan teknis di masa lalu, banyak kesulitan 6G akan diselesaikan satu per satu di masa depan. Sebagai contoh, energi yang dikonsumsi oleh transmisi data akan semakin berkurang, dan antena dengan gain ultra-tinggi akan lebih kecil, yang akan membuat perangkat terminal “ramping”.
Pada bulan Maret tahun ini, Komisi Komunikasi Federal AS (FCC) memilih dengan suara bulat untuk membuka pita 95GHz ke 3THz untuk “6G, 7G, atau teknologi generasi berikutnya”. Menurut beberapa publikasi 6G, 6G akan fokus pada teknologi nirkabel dan AI yang bisa setara dengan otak manusia, bahkan melampauinya.
Pelopor riset nirkabel New York University, Ted Rappaport dan rekan, menerbitkan makalah baru tentang IEEE yang meyakini spektrum nirkabel akan semakin ditingkatkan di era 6G. Menurut mereka, teknologinya bisa meningkat dari 5G 100GHz teoritis (gigahertz) ke 3THz (terahertz).
Pembukaan frekuensi THz akan memberikan pasar yang sangat besar untuk aplikasi nirkabel. Bandwidth baru membuat transfer data sangat besar dalam waktu kurang dari 1 detik. Yang lebih menakjubkan adalah jumlah data yang dikirimkan akan sebanding dengan otak manusia.
Misalnya, pesawat serang tanpa awak saat ini memiliki daya komputasi yang terbatas pada peralatan di dalam pesawat karena keterbatasan ukurannya. Namun di era 6G yang akan datang, dengan panduan jarak jauh dari peralatan AI, kinerja tempurnya akan sebanding dengan pilot yang sangat baik. Meskipun kontrol penerbangan drone yang efisien dapat diimplementasikan dari jarak jauh di era 5G, pengguna akhir akan membeli perangkat terminal dengan daya komputasi tingkat otak manusia dan harganya akan sekitar Rp16 jutaan.
Tim Rappaport juga berharap akan ada banyak perangkat yang akan mendapat manfaat, seperti kamera gelombang night vision milimeter, radar definisi tinggi, dan pemindaian keselamatan tubuh manusia terahertz. Bandwidth yang sangat besar juga akan memungkinkan transisi dari "serat nirkabel" yang bergantung pada infrastruktur kabel serat optik ke backhaul jaringan dan konektivitas pusat data.
Ada banyak manfaat bagi 6G, tapi masih banyak masalah yang harus diatasi. Misalnya, miniaturisasi teknologi inti dan dampak spektrum pada kesehatan manusia. Selain itu, gelombang submilimeter sebagai inti 6G akan membutuhkan antena yang sangat terarah, sebagian karena mereka sangat rentan terhadap gangguan atmosfer, terutama antena di atas 800 GHz.
Namun, para peneliti mengatakan, seperti tantangan teknis di masa lalu, banyak kesulitan 6G akan diselesaikan satu per satu di masa depan. Sebagai contoh, energi yang dikonsumsi oleh transmisi data akan semakin berkurang, dan antena dengan gain ultra-tinggi akan lebih kecil, yang akan membuat perangkat terminal “ramping”.
(mim)