Dominasi Disalahgunakan, Komisi Eropa Hukum Google Bayar Denda Rp24 T
A
A
A
LONDON - Komisi Eropa (EC) kembali menjatuhkan denda kepada raksasa mesin pencari Google. Gara-gara menyalahgunakan posisi dominannya di pasar untuk iklan pencarian, mereka harus membayar denda Rp24 triliun.
Dilansir dari GSM Arena, Margrethe Vestager, Komisaris Antimonopoli di Brussels, mengatakan, Google menggunakan klausul yang membatasi mitra untuk "memperkuat dominasinya". Siaran pers resmi mengatakan, Google melarang klien AdSense untuk Pencarian menggunakan iklan dari pesaing di situs web-nya.
AdSense untuk Pencarian pada dasarnya adalah kotak Pencarian Google di situs web klien. Ketika pengunjung menggunakannya, Google membagi komisi dari pendapatan iklan.
Pada awalnya perusahaan mencegah mitra dari menggunakan mesin pencari lain, tapi pada 2009 Google melunak dan memungkinkan masuknya saingan selama Google memiliki posisi kunci. Akhirnya, pada 2016 persyaratan dihapus sama sekali.
Jumlah total denda adalah Rp24 triliun atau 1,29% dari pendapatan perusahaan untuk tahun 2018. Ini adalah denda ketiga yang didapat Google dari EC setelah pada 2017 didenda sebesar Rp38 triiun karena posisi dominannya dengan Google Shopping.
Yang paling besar adalah denda di tahun lalu. Pada musim panas 2018, Komisi Eropa menghukum raksasa Mountain View dengan denda Rp69 triliun, karena memaksa produsen menggunakan Chrome untuk mengakses Google Play. Denda terbaru relatif rendah karena kerja sama perusahaan dalam beberapa tahun terakhir untuk memperbaiki platform AdSense-nya.
Sementara itu, Google mengunggah siaran pers di laman blog-nya. Dalam unggahannya, mereka mengumumkan, pemilik dan perangkat Android baru yang ada di seluruh Eropa akan memiliki pilihan browser dan aplikasi pencarian yang ingin mereka gunakan.
Persaingan sekarang dimungkinkan setelah Google membuat lisensi terpisah baru untuk toko aplikasi, browser, dan mesin pencari. Ini semua sebagian besar berkat Komisi Eropa dan peraturan antimonopolinya.
Namun di Indonesia, Google masih mendominasi industri periklanan. Belum ada aturan yang jelas terkait dominasi perusahaan internet asal AS itu di jagad maya Tanah Air. Bukan hanya Google, tapi raksasa internet lainnya dari berbagai negara juga merasakan empuknya pasar di Indonesia.
Dilansir dari GSM Arena, Margrethe Vestager, Komisaris Antimonopoli di Brussels, mengatakan, Google menggunakan klausul yang membatasi mitra untuk "memperkuat dominasinya". Siaran pers resmi mengatakan, Google melarang klien AdSense untuk Pencarian menggunakan iklan dari pesaing di situs web-nya.
AdSense untuk Pencarian pada dasarnya adalah kotak Pencarian Google di situs web klien. Ketika pengunjung menggunakannya, Google membagi komisi dari pendapatan iklan.
Pada awalnya perusahaan mencegah mitra dari menggunakan mesin pencari lain, tapi pada 2009 Google melunak dan memungkinkan masuknya saingan selama Google memiliki posisi kunci. Akhirnya, pada 2016 persyaratan dihapus sama sekali.
Jumlah total denda adalah Rp24 triliun atau 1,29% dari pendapatan perusahaan untuk tahun 2018. Ini adalah denda ketiga yang didapat Google dari EC setelah pada 2017 didenda sebesar Rp38 triiun karena posisi dominannya dengan Google Shopping.
Yang paling besar adalah denda di tahun lalu. Pada musim panas 2018, Komisi Eropa menghukum raksasa Mountain View dengan denda Rp69 triliun, karena memaksa produsen menggunakan Chrome untuk mengakses Google Play. Denda terbaru relatif rendah karena kerja sama perusahaan dalam beberapa tahun terakhir untuk memperbaiki platform AdSense-nya.
Sementara itu, Google mengunggah siaran pers di laman blog-nya. Dalam unggahannya, mereka mengumumkan, pemilik dan perangkat Android baru yang ada di seluruh Eropa akan memiliki pilihan browser dan aplikasi pencarian yang ingin mereka gunakan.
Persaingan sekarang dimungkinkan setelah Google membuat lisensi terpisah baru untuk toko aplikasi, browser, dan mesin pencari. Ini semua sebagian besar berkat Komisi Eropa dan peraturan antimonopolinya.
Namun di Indonesia, Google masih mendominasi industri periklanan. Belum ada aturan yang jelas terkait dominasi perusahaan internet asal AS itu di jagad maya Tanah Air. Bukan hanya Google, tapi raksasa internet lainnya dari berbagai negara juga merasakan empuknya pasar di Indonesia.
(mim)