Program BTS USO Gairahkan Ekonomi Daerah Terluar Indonesia
A
A
A
KUPANG - Ketika masyarakat urban sibuk menghadapi era disrupsi dan transformasi digital yang sedang hangat dibicarakan, tidak demikian kondisi masyarakat terluar di Indonesia. Dilema jelas tampak terasa saat masyarakat terluar baru saja merdeka sinyal. Adalah program BTS USO yang memerdekakan sinyal masyarakat terluar Indonesia.
Memang belum sampai pada kelancaran jaringan internet berkecepatan tinggi, akses tanpa batas internet, dan lainnya. Baru sinyal komunikasi handphone saja telah membuat sumringah masyarakat terluar di Indonesia. Ironis memang, tapi itulah kondisi riil yang terjadi di daerah terluar Indonesia.
Simak pengakuan Rema Pira, 45 tahun, ibu rumah tangga, di Desa Kalabahi, Pulau Alor, sekitar 100 kilometer dari Kupang. Baru sebulan ini, BTS USO beroperasi di desa tempatnya bermukim, sehingga warga dapat menikmati jaringan seluler. “Ina senang sekali karna telpon bisa babunyi. Bisa bacarita ke sodara,” ujar Rema dengan logat Kupang yang kental, kemarin.
Dia bercerita di tempat tinggalnya di kaki pegunungan di Desa Kalabahi baru kali ini memperoleh sinyal dari BTS USO yang dibangun sebagai program pemerintah. Warga desa makin ceria dan terus menggunakan handphone untuk berkomunikasi dengan anak dan sanak saudara yang berada di luar Pulau. Demikian juga anak-anak muda yang gemar ber-SMS, mengingat jaringan internet masih belum tersambung di daerah tersebut.
Dengan kehadiran sinyal itu, Rema Pira memberanikan diri untuk membuka counter kecil untuk berjualan pulsa. Dimulai dari tetangga rumah hingga ke warga lainnya, itulah awal usaha Rema yang membuat Bumi Alor Cell. Dengan begitu, dia dapat ikut menyokong kebutuhan keluarganya. “Anak muda yang paling banyak membeli pulsa untuk dipake telpon. Tapi sayang belum bisa Facebook-an,” ujarnya.
Sambung Rema yang juga mengaku baru mengetahui bahwa BTS USO yang dibangun Indosat Ooredoo merupakan program pemerintah. Dia berharap program ini dilanjutkan dan terus dipelihara agar warga tetap merdeka sinyal. “Ina mau bertarimakasih kepada pemerintah. Merdeka Indonesia,” ucapnya.
Rema Pira merupakan satu dari sekian banyak warga yang sumringah memperoleh kemerdekaan sinyal, terutama menjelang Hari Kemerdekaan RI pada 17 Agustus 2018. Kegembiraan itu menyiratkan kerinduan mendalam dari warga di Desa Kalabahi, Pulau Alor, terhadap sinyal jaringan seluler. “Warga di sana sangat rindu untuk bisa berkomunikasi, baik dengan anak yang di luar kota, kerabat, handai taulan, hingga saudara jauh. Sejumlah warga memiliki anak yang sedang berkuliah di Kupang,” kata Thomas Hendri Wibowo, CSM MC Indosat Ooredoo Kupang.
Thomas menjelaskan ketika BTS USO terpasang, masyarakat setempat langsung penasaran untuk menggunakan hp untuk telpon dan sms. Mendengar hal itu, desa sebelahnya juga penasaran dan berharap agar BTS USO masuk ke desa mereka karena harga operator lain jauh lebih mahal. Selain menghidupkan sinyal seluler, BTS USO juga mampu meningkatkan minat kewirausahaan warga dan mendorong perekonomian warga terutama di daerah-daerah terpencil di Pulau Alor.
Bukan hanya ibu rumah tangga, bahkan bengkel motor, toko kelontong, dan juga aparatur desa juga berbondong-bondong untuk berjualan pulsa. Antusiasme warga itu membuktikan bahwa program BTS USO, meskipun dengan perjuangan yang berat, benar-benar dirasakan manfaatnya. Dikatakan perjuangan berat karena pemasangan dan perawatan BTS USO benar-benar membutuhkan ekstra tenaga.
Sebagai gambaran, di NTT BTS USO ada di 39 site yang letaknya terpencar. BTS USOI Indosat Ooredoo dibangun di titik-titik yang operator lain tidak ada. “Nah khusus di Pulau Alor, titik-titik BTS USO itu seperti donat, mesti menggapai pinggir-pinggir pulau yang dibatasi gunung dan hutan. Belum lagi menembus jalan berbatu yang rawan longsor, terutama di Pulau Alor bagian utara yang masih belum banyak terjamah,” paparnya.
Tantangan terbesar dalam pemasangan dan perawatan BTS USO adalah transportasi. Secara geografis, daerah paling mudah dijangkau terletak di Belu, meski sampai batas desa mobil tidak bisa masuk. Teknisi mesti menggunakan jasa ojek dengan ongkos hitung per jarak. Sedangkan daerah paling berat yang ditembus yakni Pulau Alor karena mesti menyebrang Laut Sawu, dengan perjalanan sekitar 12 jam.
Secara total dibutuhkan waktu hingga 5 hari untuk menyelesaikan 10 BTS USO di Pulau Alor. Ongkos transportasi di sana juga mahal, sebagai perbandingan sewa mobil Rp 1,5 juta/hari, padahal di Kupang hanya Rp500 ribu/hari. Di sisi lain, masyarakat di Alor masih kental dengan budaya mistis sehingga operasional kerja hanya sampai sore sebelum jam 18.00.
Lain lagi cerita di Pulau Pantar, NTT. Permasalahan untuk pemasangan BTS USO di pulau itu lebih kepada listrik yang hanya menyala ketika malam hari. “Terpaksa teknisi mesti memakai solar cell untuk mengaktifkan BTS USO,” ucapnya.
Kondisi serupa dialami Akbar Tarakan, teknisi perbaikan BTS USO dari Indosat Ooredoo di Kalimantan Utara. “Meskipun berat, pengalaman untuk perawaran dan perbaikan BTS USO mengasyikan, seperti petualangan penjelajah menembus daerah terluar di Indonesia,” ujar Akbar yang saat ini menangani perbaikan di 20 BTS USO di Malinau, Kalimantan Utara.
Medan yang berat, seperti jalan berbatu, hutan belantara, perbukitan, hingga akses setapak yang mendaki menjadi makanan keseharian Akbar. Bahkan, tidak jarang Akbar harus menggunakan getek kecil untuk menyeberang sungai dengan membawa peralatan guna menembus titik BTS USO.
Memang belum sampai pada kelancaran jaringan internet berkecepatan tinggi, akses tanpa batas internet, dan lainnya. Baru sinyal komunikasi handphone saja telah membuat sumringah masyarakat terluar di Indonesia. Ironis memang, tapi itulah kondisi riil yang terjadi di daerah terluar Indonesia.
Simak pengakuan Rema Pira, 45 tahun, ibu rumah tangga, di Desa Kalabahi, Pulau Alor, sekitar 100 kilometer dari Kupang. Baru sebulan ini, BTS USO beroperasi di desa tempatnya bermukim, sehingga warga dapat menikmati jaringan seluler. “Ina senang sekali karna telpon bisa babunyi. Bisa bacarita ke sodara,” ujar Rema dengan logat Kupang yang kental, kemarin.
Dia bercerita di tempat tinggalnya di kaki pegunungan di Desa Kalabahi baru kali ini memperoleh sinyal dari BTS USO yang dibangun sebagai program pemerintah. Warga desa makin ceria dan terus menggunakan handphone untuk berkomunikasi dengan anak dan sanak saudara yang berada di luar Pulau. Demikian juga anak-anak muda yang gemar ber-SMS, mengingat jaringan internet masih belum tersambung di daerah tersebut.
Dengan kehadiran sinyal itu, Rema Pira memberanikan diri untuk membuka counter kecil untuk berjualan pulsa. Dimulai dari tetangga rumah hingga ke warga lainnya, itulah awal usaha Rema yang membuat Bumi Alor Cell. Dengan begitu, dia dapat ikut menyokong kebutuhan keluarganya. “Anak muda yang paling banyak membeli pulsa untuk dipake telpon. Tapi sayang belum bisa Facebook-an,” ujarnya.
Sambung Rema yang juga mengaku baru mengetahui bahwa BTS USO yang dibangun Indosat Ooredoo merupakan program pemerintah. Dia berharap program ini dilanjutkan dan terus dipelihara agar warga tetap merdeka sinyal. “Ina mau bertarimakasih kepada pemerintah. Merdeka Indonesia,” ucapnya.
Rema Pira merupakan satu dari sekian banyak warga yang sumringah memperoleh kemerdekaan sinyal, terutama menjelang Hari Kemerdekaan RI pada 17 Agustus 2018. Kegembiraan itu menyiratkan kerinduan mendalam dari warga di Desa Kalabahi, Pulau Alor, terhadap sinyal jaringan seluler. “Warga di sana sangat rindu untuk bisa berkomunikasi, baik dengan anak yang di luar kota, kerabat, handai taulan, hingga saudara jauh. Sejumlah warga memiliki anak yang sedang berkuliah di Kupang,” kata Thomas Hendri Wibowo, CSM MC Indosat Ooredoo Kupang.
Thomas menjelaskan ketika BTS USO terpasang, masyarakat setempat langsung penasaran untuk menggunakan hp untuk telpon dan sms. Mendengar hal itu, desa sebelahnya juga penasaran dan berharap agar BTS USO masuk ke desa mereka karena harga operator lain jauh lebih mahal. Selain menghidupkan sinyal seluler, BTS USO juga mampu meningkatkan minat kewirausahaan warga dan mendorong perekonomian warga terutama di daerah-daerah terpencil di Pulau Alor.
Bukan hanya ibu rumah tangga, bahkan bengkel motor, toko kelontong, dan juga aparatur desa juga berbondong-bondong untuk berjualan pulsa. Antusiasme warga itu membuktikan bahwa program BTS USO, meskipun dengan perjuangan yang berat, benar-benar dirasakan manfaatnya. Dikatakan perjuangan berat karena pemasangan dan perawatan BTS USO benar-benar membutuhkan ekstra tenaga.
Sebagai gambaran, di NTT BTS USO ada di 39 site yang letaknya terpencar. BTS USOI Indosat Ooredoo dibangun di titik-titik yang operator lain tidak ada. “Nah khusus di Pulau Alor, titik-titik BTS USO itu seperti donat, mesti menggapai pinggir-pinggir pulau yang dibatasi gunung dan hutan. Belum lagi menembus jalan berbatu yang rawan longsor, terutama di Pulau Alor bagian utara yang masih belum banyak terjamah,” paparnya.
Tantangan terbesar dalam pemasangan dan perawatan BTS USO adalah transportasi. Secara geografis, daerah paling mudah dijangkau terletak di Belu, meski sampai batas desa mobil tidak bisa masuk. Teknisi mesti menggunakan jasa ojek dengan ongkos hitung per jarak. Sedangkan daerah paling berat yang ditembus yakni Pulau Alor karena mesti menyebrang Laut Sawu, dengan perjalanan sekitar 12 jam.
Secara total dibutuhkan waktu hingga 5 hari untuk menyelesaikan 10 BTS USO di Pulau Alor. Ongkos transportasi di sana juga mahal, sebagai perbandingan sewa mobil Rp 1,5 juta/hari, padahal di Kupang hanya Rp500 ribu/hari. Di sisi lain, masyarakat di Alor masih kental dengan budaya mistis sehingga operasional kerja hanya sampai sore sebelum jam 18.00.
Lain lagi cerita di Pulau Pantar, NTT. Permasalahan untuk pemasangan BTS USO di pulau itu lebih kepada listrik yang hanya menyala ketika malam hari. “Terpaksa teknisi mesti memakai solar cell untuk mengaktifkan BTS USO,” ucapnya.
Kondisi serupa dialami Akbar Tarakan, teknisi perbaikan BTS USO dari Indosat Ooredoo di Kalimantan Utara. “Meskipun berat, pengalaman untuk perawaran dan perbaikan BTS USO mengasyikan, seperti petualangan penjelajah menembus daerah terluar di Indonesia,” ujar Akbar yang saat ini menangani perbaikan di 20 BTS USO di Malinau, Kalimantan Utara.
Medan yang berat, seperti jalan berbatu, hutan belantara, perbukitan, hingga akses setapak yang mendaki menjadi makanan keseharian Akbar. Bahkan, tidak jarang Akbar harus menggunakan getek kecil untuk menyeberang sungai dengan membawa peralatan guna menembus titik BTS USO.
(akr)