Mencari Kesempurnaan Gambar lewat Kecerdasan Buatan
A
A
A
XIAOMI Mi A2 berupaya mengutilisasi kombinasi antara kecerdasan buatan (AI) dan hardware kamera untuk mendapatkan gambar yang sempurna. Bagaimana caranya? AI memang jadi tren utama smartphone selain layar tanpa bezel (tepian) atau layar dengan notch (lekukan di bagian atas).
Berbagai vendor ramai-ramai membenamkan teknologi AI pada smartphone mereka. Tapi, penggunaan AI tidak sekadar untuk mendeteksi subyek yang dibidik, misalnya lansekap, makanan, atau pemotretan malam, dan melakukan penyetelan otomatis untuk mendapatkan gambar terbaik. Di Xiaomi Mi A2, AI berperan besar untuk mengutilisasi kemampuan hardware dual kamera AI 12MP+20MP dan kamera depan 20MP.
Kamera gandanya punya ukuran mikron pixel besar 1.25. Dampaknya, aperture atau bukaan Mi A2 mencapai F1.75. Bukaan yang lebar, memungkinkan sensor merekam lebih banyak cahaya. Hasilnya, tentu saja gambar jadi lebih baik di pencahayaan rendah.
Menurut Director Product Management and Marketing Xiaomi Global Donovan Sung, peran AI di kamera Mi A2 sangat penting. AI akan membantu Mi A2 memilih penggunaan lensa yang pas di kamera belakang. Hal tersebut terasa ketika memotret kulit yang hasilnya sangat natural, di pemotretan low light detail yang direkam juga lebih banyak, serta hasil warnanya cukup realistis.
Untuk kamera depan atau selfie, ada yang disebut dengan semantic segmentation. Yakni, lagi-lagi peran AI untuk memisahkan latar belakang (background) dan latar depan (foreground) guna mendapatkan hasil bokeh maksimal. Selain itu, AI juga secara otomatis dapat menyalakan fitur High Dynamic Range (HDR) di kamera depan ketika dibutuhkan.
”Sehingga hasil selfie tetap akan detail, tajam, dan natural,” ungkap Sung. Ketika di uji coba oleh Fotografer National Geographic Matthieu Paley, tampak bagaimana Mi A2 yang memiliki layar 5.99 inci full screen display 18:9 itu mampu menghasilkan gambar yang natural. Maksudnya, tidak terlalu kekuningan, kemerahan, atau kebiruan.
Soal desain, Xiaomi Mi A2 tak berbeda dengan Mi 6X yang sebelumnya hanya rilis di Tiongkok. Bagian belakangya memiliki model arch atau busur agar nyaman di genggam. Bodinya terbilang tipis jika diban dingkan kompetitor, hanya 7,3 mm.
Selain warna hitam, ponsel tersebut juga hadir dalam warna biru dan emas. Peran AI di Mi A2 tak lepas dari penggunaan prosesor baru Snapdragon 660 dengan Artificial Intelligence Engine (AIE) yang dioptimalkan untuk AI. Kemampuan prosesor tersebut 80 persen lebih baik dari Snapdragon 625 yang dipakai di Mi A1.
Bahkan masih 20 persen lebih baik dari prosesor Exynos di Samsung Galaxy A8. Hanya saja, memang ada beberapa hal yang tidak berubah. Misalnya baterai yang hanya 3.000 mAh untuk mengejar bodi tipis. Tidak ada selot kartu SD, tidak ada headphone jack, kamera yang menonjol, juga desain bezel less konvensional. Menariknya, soal desain dan baterai terjawab lewat Mi A2 Lite.
Versi Lite, jelas lebih murah. Tapi, Mi A2 Lite memiliki desain notch yang cantik di kelas mid-end. Layar berukuran 5.84” FHD+ full screen 19:9. Juga baterai yang sudah 4.000 mAh dan headphone jack. Ketika digenggam di tangan pun terasa nyaman, walau sedikit tebal. Hanya saja, Mi A2 Lite ini punya spesifikasi jauh dibawah Mi A2 biasa.
Antara lain masih menggunakan micro USB, lalu prosesor sama dengan Mi A1 yakni 625, spesifikasi maksimum hanya RAM 4GB dan memori internal 32 GB, juga resolusi dual kamera AI 12MP+5MP yang tidak sebaik Mi A2. Xiaomi Indonesia sama-sama belum merilis harga kedua ponsel yang menggunakan Android 8.1 itu. Yang jelas Mi A2, seperti pendahulunya, selain memiliki spesifikasi dan harga kompetitif, juga lebih relevan kepada pengguna yang lebih luas.
Setelah IPO, Semakin Mengglobal
Senior VP dan Presiden Bisnis Internasional Xiaomi Wang Xiang menegaskan bahwa saat ini Xiaomi sedang di atas angin. Ini berkebalikan dengan 2016 silam, dimana mereka sempat terseok bahkan terlempar dari 5 besar vendor ponsel terbesar di Tiongkok.
Selama 2017 CEO Lei Jun memang mengambil banyak langkah strategis. Termasuk memperbanyak gerai offline dan produk kunci, salah satunya Redmi 5A dan Mi A1 yang masuk dalam 10 ponsel terlaris di dunia. Mi A1, sukses menjadi ponsel “global” Xiaomi.
Ponsel kelas mid-end dengan sistem operasi Android One milik Google. Di awal 2018, Xiaomi akhirnya IPO di Hong Kong Stock Exchange, diklaim sebagai IPO perusahaan teknologi terbesar dalam 4 tahun terakhir. IPO dilakukan dengan percaya diri, mengingat tahun lalu pendapatan mereka tembus USD15 miliar atau tumbuh 67.5 persen.
”Untuk mencapai USD15 miliar itu, kami hanya butuh 7 tahun saja. Lebih cepat dari Google dan Facebook,” ujar Wang. Lalu apa setelah IPO? Xiaomi agaknya ingin mengglobal. Di dunia dan di Eropa, Xiaomi sudah tembus 4 besar. Gerai Mi Store dibuka di sejumlah negara. Mulai Paris, Italia, hingga Spanyol. Di Spanyol pun Xiaomi ada di posisi ketiga vendor ponsel terlaris.
Berbagai vendor ramai-ramai membenamkan teknologi AI pada smartphone mereka. Tapi, penggunaan AI tidak sekadar untuk mendeteksi subyek yang dibidik, misalnya lansekap, makanan, atau pemotretan malam, dan melakukan penyetelan otomatis untuk mendapatkan gambar terbaik. Di Xiaomi Mi A2, AI berperan besar untuk mengutilisasi kemampuan hardware dual kamera AI 12MP+20MP dan kamera depan 20MP.
Kamera gandanya punya ukuran mikron pixel besar 1.25. Dampaknya, aperture atau bukaan Mi A2 mencapai F1.75. Bukaan yang lebar, memungkinkan sensor merekam lebih banyak cahaya. Hasilnya, tentu saja gambar jadi lebih baik di pencahayaan rendah.
Menurut Director Product Management and Marketing Xiaomi Global Donovan Sung, peran AI di kamera Mi A2 sangat penting. AI akan membantu Mi A2 memilih penggunaan lensa yang pas di kamera belakang. Hal tersebut terasa ketika memotret kulit yang hasilnya sangat natural, di pemotretan low light detail yang direkam juga lebih banyak, serta hasil warnanya cukup realistis.
Untuk kamera depan atau selfie, ada yang disebut dengan semantic segmentation. Yakni, lagi-lagi peran AI untuk memisahkan latar belakang (background) dan latar depan (foreground) guna mendapatkan hasil bokeh maksimal. Selain itu, AI juga secara otomatis dapat menyalakan fitur High Dynamic Range (HDR) di kamera depan ketika dibutuhkan.
”Sehingga hasil selfie tetap akan detail, tajam, dan natural,” ungkap Sung. Ketika di uji coba oleh Fotografer National Geographic Matthieu Paley, tampak bagaimana Mi A2 yang memiliki layar 5.99 inci full screen display 18:9 itu mampu menghasilkan gambar yang natural. Maksudnya, tidak terlalu kekuningan, kemerahan, atau kebiruan.
Soal desain, Xiaomi Mi A2 tak berbeda dengan Mi 6X yang sebelumnya hanya rilis di Tiongkok. Bagian belakangya memiliki model arch atau busur agar nyaman di genggam. Bodinya terbilang tipis jika diban dingkan kompetitor, hanya 7,3 mm.
Selain warna hitam, ponsel tersebut juga hadir dalam warna biru dan emas. Peran AI di Mi A2 tak lepas dari penggunaan prosesor baru Snapdragon 660 dengan Artificial Intelligence Engine (AIE) yang dioptimalkan untuk AI. Kemampuan prosesor tersebut 80 persen lebih baik dari Snapdragon 625 yang dipakai di Mi A1.
Bahkan masih 20 persen lebih baik dari prosesor Exynos di Samsung Galaxy A8. Hanya saja, memang ada beberapa hal yang tidak berubah. Misalnya baterai yang hanya 3.000 mAh untuk mengejar bodi tipis. Tidak ada selot kartu SD, tidak ada headphone jack, kamera yang menonjol, juga desain bezel less konvensional. Menariknya, soal desain dan baterai terjawab lewat Mi A2 Lite.
Versi Lite, jelas lebih murah. Tapi, Mi A2 Lite memiliki desain notch yang cantik di kelas mid-end. Layar berukuran 5.84” FHD+ full screen 19:9. Juga baterai yang sudah 4.000 mAh dan headphone jack. Ketika digenggam di tangan pun terasa nyaman, walau sedikit tebal. Hanya saja, Mi A2 Lite ini punya spesifikasi jauh dibawah Mi A2 biasa.
Antara lain masih menggunakan micro USB, lalu prosesor sama dengan Mi A1 yakni 625, spesifikasi maksimum hanya RAM 4GB dan memori internal 32 GB, juga resolusi dual kamera AI 12MP+5MP yang tidak sebaik Mi A2. Xiaomi Indonesia sama-sama belum merilis harga kedua ponsel yang menggunakan Android 8.1 itu. Yang jelas Mi A2, seperti pendahulunya, selain memiliki spesifikasi dan harga kompetitif, juga lebih relevan kepada pengguna yang lebih luas.
Setelah IPO, Semakin Mengglobal
Senior VP dan Presiden Bisnis Internasional Xiaomi Wang Xiang menegaskan bahwa saat ini Xiaomi sedang di atas angin. Ini berkebalikan dengan 2016 silam, dimana mereka sempat terseok bahkan terlempar dari 5 besar vendor ponsel terbesar di Tiongkok.
Selama 2017 CEO Lei Jun memang mengambil banyak langkah strategis. Termasuk memperbanyak gerai offline dan produk kunci, salah satunya Redmi 5A dan Mi A1 yang masuk dalam 10 ponsel terlaris di dunia. Mi A1, sukses menjadi ponsel “global” Xiaomi.
Ponsel kelas mid-end dengan sistem operasi Android One milik Google. Di awal 2018, Xiaomi akhirnya IPO di Hong Kong Stock Exchange, diklaim sebagai IPO perusahaan teknologi terbesar dalam 4 tahun terakhir. IPO dilakukan dengan percaya diri, mengingat tahun lalu pendapatan mereka tembus USD15 miliar atau tumbuh 67.5 persen.
”Untuk mencapai USD15 miliar itu, kami hanya butuh 7 tahun saja. Lebih cepat dari Google dan Facebook,” ujar Wang. Lalu apa setelah IPO? Xiaomi agaknya ingin mengglobal. Di dunia dan di Eropa, Xiaomi sudah tembus 4 besar. Gerai Mi Store dibuka di sejumlah negara. Mulai Paris, Italia, hingga Spanyol. Di Spanyol pun Xiaomi ada di posisi ketiga vendor ponsel terlaris.
(don)