Inovasi TI Perkuat Daya Tawar Petani

Minggu, 01 Juli 2018 - 09:47 WIB
Inovasi TI Perkuat Daya...
Inovasi TI Perkuat Daya Tawar Petani
A A A
JAKARTA - Inovasi teknologi informasi (TI) telah mendorong inovasi di berbagai bidang kehidupan. Bidang pertanian pun tidak luput sentuhan TI hingga memudahkan petani dalam memenuhi beragam kebutuhan tanpa perantara dan proses panjang.

Nilai strategis pengembangan TI untuk pengembangan bidang pertanian disadari putra-putra bangsa. Terlebih, Indonesia yang merupakan negara agraris. Beberapa inovasi yang sudah muncul di antaranya PakTaniDigital, arketplace khusus pertanian terlengkap pertama di Indonesia, dan Bponik, alat untuk pengontrolan dan monitoring hidroponik berbasis smartphone.

Mahendra Tlapa Sitepu, pendiri PakTaniDigital, menuturkan, platform yang diciptakannya melayani petani mulai dari penjualan mesin, alat, benih, pupuk, pendanaan, hingga hasil pertanian. Dia meyakini terobosan ini mampu meningkatkan daya tawan petani sehingga kesejahteraan mereka terdongkrak.

“PakPetaniDigital menciptakan kompetisi tawar-menawar karena saat petani mengiklankan komoditasnya, para agen melihat sehingga antarsesama agen akan saling bersaing untuk mendapatkan harga yang ditentukan petani. Aktivitas ini pasti sudah menjadi keuntungan petani,” jelas Mahendra di sela-sela kegiatan Asian Agriculture and Food Forum (ASAFF) 2018 yang digelar oleh Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) di Jakarta.

Dia menuturkan, platform tersebut mampu memotong mata rantai bisnis pertanian. Akses petani terhadap supplier semakin terbuka sehingga mereka membeli alat pertanian sudah langsung berhubungan dengan supplier utama.

Dengan demikian, harga lebih murah dan jaminan mutu terjaga. Mahendra mengakui tidak semua petani mahir dalam menggunakan teknologi. Namun, pendekatan yang dilakukan secara bertahap kepada petani melalui sosialisasi dan strategi penggunaan rantai-rantai informasi terdekat para petani yang sudah dilakukan sejauh ini cukup berhasil.

Cara lainnya untuk mengenalkan PakPetaniDigital dengan berbagai lomba seperti lomba foto pertanian, game,pembuatan video, dan penulisan mengenai pertanian. “Kita menyasar kepada anak-anak muda di desa yang menggunakan smartphone dan meminta mahasiswa yang berada di kampung untuk membantu petani mengakses PakPetaniDigital,” tuturnya.

Inovasi teknologi lain datang dari mahasiswa Universitas Ahmad Dahlan, Yogyakarta. Mereka membuat Bponik, alat untuk pengontrolan dan monitoring hidroponik berbasis smartphone. Platform ini dapat membantu para petani yang menanam secara hidroponik bisa menetapkan jadwal kontrol tanaman secara lebih baik. Penggunaan pun cukup mudah karena Bponik hanya diletakkan di dalam green house dan kemudian alat akan bekerja sendiri tanpa petani harus mengecek setiap hari untuk mengetahui kadar keasamannya (pH).

“Ide pembuatan awal dari keluhan petani hidroponik khususnya di mitra kami Damar Hidrofarm yang selalu mengeluhkan kesusahan dalam me-monitoring pH, suhu air, dan kontrol suhu udara green house,” ujar Yusuf, salah satu mahasiswa penggagas Bponik.

Para mahasiswa optimistis teknologi Bponik ke depan akan semakin dibutuhkan seiring dengan tren bertanam secara hidroponik yang terus meningkat. Petani hidroponik kini digeluti oleh masyarakat urban yang sangat tanggap teknologi sehingga Bponik akan menjadi pilihan.

Ketua Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Innovation Award Avanti Fontana menyatakan, pihaknya mendorong berbagai inovasi TI di bidang pertanian yang mampu mendorong nilai sosial dan ekonomi petani.

HKTI sebagai jembatan juga untuk mereka bertemu pemerintah ataupun stakeholder yang sesuai. “Sekalipun sosial bisa dilihat dari tingkat ekonominya, masyarakat yang aman pangannya terjamin kebutuhan pangan tentu akan menjadi lebih produktif. Kalau sudah produktif, dia akan menghasilkan ekonomi yang lebih banyak dan itu nanti bisa dihitung,” jelasnya.

HKTI Siap Menjembatani
ASAFF 2018 yang digelar 28-30 Juni menghadirkan hasil produksi alam juga makanan khas dari seluruh provinsi di Indonesia. Pada penutupan ASAFF 2018, Jumat (29/6), Ketua HKTI Moeldoko sangat mengapresiasi dan bangga kepada Presiden Joko Widodo yang menyambut kehadiran petani, anggota, dan mitra HKTI di Istana saat pembukaan ASAFF 2018.

Kepada para petani, Presiden menekankan bahwa urusan pangan adalah urusan masa depan yang tidak mungkin tergantikan oleh apa pun. Untuk merespons keinginan Presiden tersebut, lanjut Moeldoko, HKTI sebagai organisasi yang menjembatani petani harus membantu mendampingi dan menghubungkan petani dengan pemerintah, investor, pasar, sumber keuangan, dan lainnya.

HKTI juga menjadi mitra strategis dan positif pemerintah yang positif sehingga bersama-sama pemerintah turut membangun pertanian dan meningkatkan kesejahteraan petani. ASAFF satu di antara program strategis HKTI untuk membangun dan mengembangkan pertanian Indonesia.

”HKTI akan menginisiasi untuk membangun kekuatan pangan dan pertanian Asia sehingga negara-negara di Asia dapat saling bekerja sama baik dalam produksi pertanian, teknologi pertanian, maupun pasar. Kekuatan pangan Asia menjadi modal utama untuk menjadi pusat lumbung pangan dunia,” ungkap mantan Panglima TNI ini.

Pengamat pertanian Dwi Andreas Santosa menilai, kelompok tani yang dimaksudkan Presiden memang bagus. Menurutnya, semua yang dilakukan bersama-sama memang jauh lebih baik hasilnya. Namun, kelompok tani atau yang lebih besar lagi membuat sebuah korporasi tani itu dibuat dari petani sendiri.

“Apa yang dibangun dari bawah akan lebih lama karena berasal dari mereka, bukan dari atas yang sulit dilakukan hingga ke bawah. Pemerintah hanya bertugas melindungi, biarkan petani membuat kelompok mereka sendiri karena mereka tahu keadaan mereka sendiri,” ungkap Dwi.

Dwi juga menyoroti dialog yang dilakukan Presiden dengan petani di Istana. Apakah benar petani atau sekadar pelaku usaha tani atau sebaiknya Presiden sering berkunjung dengan petani daerah secara langsung seperti yang sering dilakukan Presiden Soeharto.

“Kalau sudah dipilih, yang datang kan berarti sudah di-setting. Itu tidak alami lagi. Datang ke sawah atau kebun berdialog di sana untuk menanyakan permasalahan serta keinginan mereka secara langsung,” tutur profesor dari IPB ini. Dari seluruh permasalahan yang terjadi di pertanian Indonesia, menurutnya, penjaminan harga bagi petani yang masih belum maksimal.

“Selalu ada kecenderungan untuk menurunkan harga, padahal akan berdampak besar kepada para petani,” tambahnya. Ketika disinggung banyak masyarakat yang peduli dengan petani dan membuat inovasi guna menyelesaikan permasalahan harga melalui sistem digital, Dwi mengapresiasi, namun para inovator juga harus tahu sosiologi para petani. “Karena tidak semua bisa berubah cara menanam sampai cara menjual. Tentu ada banyak cara yang dapat dilakukan sesuai dengan situasi dan kondisi petani,” tambahnya. (Ananda Nararya)
(nfl)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1231 seconds (0.1#10.140)