Power Bank di Pesawat Dibatasi
A
A
A
JAKARTA - Penumpang maskapai penerbangan kini tidak bisa lagi sembarangan menggunakan power bank di dalam kabin pesawat. Kementerian Perhubungan (Kemenhub) telah mengeluarkan aturan untuk melarang penggunaan power bank di dalam kabin selama penerbangan.
Dalam aturan yang tertuang pada Surat Edaran (SE) Nomor 015 mengenai Ketentuan Membawa Pengisi Baterai Portabel (Power Bank) dan Baterai Lihtium Cadangan pada Pesawat Udara itu, juga diatur mengenai jenis power bank yang diperbolehkan dibawa ke dalam pesawar yakni hanya yang berkapasitas di bawah 100 watt hour (Wh). Adapun power bank yang berkapasitas di atas dari 100 Wh harus mendapat persetujuan dari pihak maskapai.
"Saya tegaskan lagi bahwa power bank itu adalah suatu aturan yang dibuat oleh IATA (International Air Transport Associations), ini adalah organisasi transportasi udara yang diakui di seluruh dunia," ujar Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi di sela-sela rapat koordinasi teknis Direktorat Jenderal Perhubungan Darat di Jakarta, kemarin.
Dalam aturan tersebut, power bank yang dibawa harus ditempatkan pada bagasi kabin dan dilarang ditempatkan pada bagasi tercatat (kargo). Adapun power bank yang diperbolehkan dibawa ke kabin sesuai dengan kapasitas di bawah 160 Wh hanya dibolehkan sebanyak dua unit per penumpang. Sedangkan power bank berkapasitas di atas 160 Wh tidak diperbolehkan dibawa ke dalam pesawat.
Sebagai informasi, rata-rata penggunaan power bank di dalam negeri mencantumkan satuan daya mAh atau milli Ampere hours. Sebagai gambaran, sebuah power bank berdaya 10.000 mAh, setara dengan 37 Wh. Untuk power bank yang tidak mencantumkan keterangan daya, maka perhitungan bisa dilakukan dengan penggunaan rumus tertentu memanfaatkan pengukur daya.
Menurut Budi Karya, pengelola bandara melalui Angkasa Pura telah memberikan pelayanan maksimal kepada para penumpangnya. Termasuk free charging di terminal-terminal keberangkatan.
"Jadi, kalau ada penumpang yang butuh untuk mengisi daya baterai ponsel diharapkan bisa di bandara melalui pintu terminal keberangkatan. Ini dilakukan untuk antisipasi sebagaimana aturan yang diatur IATA," singkatnya.
Pada surat edaran yang dikeluarkan Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Kemenhub pada 9 Maret 2018 itu, disebutkan bahwa maskapai domestik dan asing diintruksikan menanyakan kepada setiap penumpang yang hendak check-in terkait kepemilikan power bank.
Direktur Jenderal Perhubungan Udara Kemenhub Agus Santoso menambahkan, surat edaran tersebut ditujukan tidak hanya kepada maskapai penerbangan dalam dan luar negeri yang terbang di wilayah Indonesia, namun juga kepada seluruh penyelenggara bandar udara di Indonesia.
"Penyelenggara bandara harus memastikan penumpang dan personel pesawat udara tidak membawa power bank atau baterai cadangan yang mengandung lithium di dalam bagasi tercatat,” ujarnya.
Kemudian, kata Agus, penyelenggara bandara juga harus memastikan power bank yang ditemukan saat pemeriksaan keamanan di security check point (SCP) penanganannya harus melalui ketentuan yang berlaku sesuai surat edaran.
Dia menambahkan, maskapai juga harus memastikan bahwa power bank atau baterai lithium cadangan yang dibawa penumpang dan personel pesawat udara tidak terhubung dengan perangkat elektronik lain. Maskapai harus melarang penumpang dan personel pesawat udara melakukan pengisian daya ulang dengan menggunakan power bank pada saat penerbangan.
Agus menambahkan, peraturan tersebut muncul sebagai upaya nyata perlindungan keselamatan dalam penerbangan di Indonesia setelah terjadi ledakan kebakaran power bank di hatrack dalam sebuah maskapai penerbangan di China yakni China Southern Airlines pada 25 Februari lalu. Kendati tidak ada korban jiwa, namun penerbangan tersebut sempat ditunda selama tiga jam dan penumpang dialihkan dengan pesawat pengganti. Peristiwa itu menjadi alarm seluruh dunia terhadap potensi ancaman keselamatan penerbangan.
Ledakan power bank di pesawat bukan kali saja ini terjadi. Sebelumnya, pada 30 Januari lalu penumpang pesawat Rusia Aeroflot dari Moskow tujuan Volgograd juga dibuat panik akibat terbakarnya power bank di dalam kabin pesawat.
Dihubungi terpisah, pengamat penerbangan Alvin Lie mengatakan, surat edaran yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Perhubungan Udara dinilai masih sulit dipahami oleh bahasa awam penumpang maskapai di dalam negeri. Menurut dia, penggunaan batasan daya dengan satuan Watt-hour (Wh) belum banyak dipahami oleh masyarakat pengguna power bank di Indonesia.
"Sebab yang lazim digunakan sebagaimana tercantum di power bank kita itu hampir semua menggunakan satuan mAH. Sementara aturan yang berlaku di edaran adalah Wh. Harusnya langsung saja menggunakan satuan mAH," ujarnya.
Dia juga menjelaskan bahwa penggunaan power bank harus diteliti lebih dalam. Sebab, penggunaan perangkat pengisian baterai portabel itu juga belum semua mengandung komponen yang berkualitas.
"Ini juga harus diperhatikan dan diteliti oleh petugas, karena masih banyak power bank yang beredar, kualitas komponennya di dalamnya sangat rendah. Sehingga harus diteliti lagi ketika ditaruh di bagasi pesawat," ungkapnya.
Dia menambahkan, penggunaan power bank di dalam pesawat sebaiknya memang tidak dalam keadaan terpakai. Alasannya, tidak semua power bank memiliki kualitas yang bagus.
"Ada yang ketika disambungkan dengan ponsel yang sudah dalam keadaan penuh, otomatis off. Ini adalah contoh power bank dengan kualitas komponen yang baik. Namun, ada juga yang ketika sudah dalam keadaan penuh, masih tetap menyala atau hidup. Nah, inilah yang bisa menyebabkan panas yang berlebih sehingga perlu diatur penggunaannya," pungkas dia.
Sementara itu, Manager Public Relations PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk Ikhsan Rosan mengatakan, maskapai Garuda Indonesia telah menerapkan aturan ketat mengenai aturan membawa baterai lithium di dalam pesawat sebagaimana diatur IATA.
"Kita sudah standar mengacu pada aturan IATA yang berkaitan dengan dangerous goods. Setelah ada surat edaran dari Kemenhub tentu akan kita perketat lagi," ujarnya.
Dia menambahkan bahwa penggunaan power bank yang mengandung lithium di masyarakat penumpang udara Indonesia, umumnya masih berada dibawah batas yang ditetapkan.
"Kalau pasaran power bank di masyarakat kita saya kira masih berada di bawah batas yang ditetapkan, atau, katakanlah paling tinggi 23.000 mAH itu masih setara dengan 85 WH. Toh, kalau ada yang berlebih atau tanpa keterangan daya, tentu kita sarankan supaya tidak disambung ke ponsel dan tidak ditaruh di bagasi tercatat," pungkasnya.
Pihak pengelola bandara pun cepat merespons aturan tersebut. Misalnya saja, Bandara Sultan Thaha Jambi yang mulai menyosialisasikan dan melakukan pengawasan kepada barang bawaan penumpang terkait pelarangan membawa pengisi baterai portabel power bank dan baterai lithium cadangan ke dalam pesawat terbang.
"Kami sosialisasi kepada penumpang pesawat udara berupa informasi melalui digital baner," kata Executive General Manager Bandara Sultan Thaha Jambi Yogi Prasetyo Suwandi.
Demikian pula pengelola Bandara Soekarno-Hatta yang langsung menyosialisasikan aturan pembatasan menggunakan power bank lewat akun Twitter-nya. (Ichsan Amin/Ant)
Dalam aturan yang tertuang pada Surat Edaran (SE) Nomor 015 mengenai Ketentuan Membawa Pengisi Baterai Portabel (Power Bank) dan Baterai Lihtium Cadangan pada Pesawat Udara itu, juga diatur mengenai jenis power bank yang diperbolehkan dibawa ke dalam pesawar yakni hanya yang berkapasitas di bawah 100 watt hour (Wh). Adapun power bank yang berkapasitas di atas dari 100 Wh harus mendapat persetujuan dari pihak maskapai.
"Saya tegaskan lagi bahwa power bank itu adalah suatu aturan yang dibuat oleh IATA (International Air Transport Associations), ini adalah organisasi transportasi udara yang diakui di seluruh dunia," ujar Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi di sela-sela rapat koordinasi teknis Direktorat Jenderal Perhubungan Darat di Jakarta, kemarin.
Dalam aturan tersebut, power bank yang dibawa harus ditempatkan pada bagasi kabin dan dilarang ditempatkan pada bagasi tercatat (kargo). Adapun power bank yang diperbolehkan dibawa ke kabin sesuai dengan kapasitas di bawah 160 Wh hanya dibolehkan sebanyak dua unit per penumpang. Sedangkan power bank berkapasitas di atas 160 Wh tidak diperbolehkan dibawa ke dalam pesawat.
Sebagai informasi, rata-rata penggunaan power bank di dalam negeri mencantumkan satuan daya mAh atau milli Ampere hours. Sebagai gambaran, sebuah power bank berdaya 10.000 mAh, setara dengan 37 Wh. Untuk power bank yang tidak mencantumkan keterangan daya, maka perhitungan bisa dilakukan dengan penggunaan rumus tertentu memanfaatkan pengukur daya.
Menurut Budi Karya, pengelola bandara melalui Angkasa Pura telah memberikan pelayanan maksimal kepada para penumpangnya. Termasuk free charging di terminal-terminal keberangkatan.
"Jadi, kalau ada penumpang yang butuh untuk mengisi daya baterai ponsel diharapkan bisa di bandara melalui pintu terminal keberangkatan. Ini dilakukan untuk antisipasi sebagaimana aturan yang diatur IATA," singkatnya.
Pada surat edaran yang dikeluarkan Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Kemenhub pada 9 Maret 2018 itu, disebutkan bahwa maskapai domestik dan asing diintruksikan menanyakan kepada setiap penumpang yang hendak check-in terkait kepemilikan power bank.
Direktur Jenderal Perhubungan Udara Kemenhub Agus Santoso menambahkan, surat edaran tersebut ditujukan tidak hanya kepada maskapai penerbangan dalam dan luar negeri yang terbang di wilayah Indonesia, namun juga kepada seluruh penyelenggara bandar udara di Indonesia.
"Penyelenggara bandara harus memastikan penumpang dan personel pesawat udara tidak membawa power bank atau baterai cadangan yang mengandung lithium di dalam bagasi tercatat,” ujarnya.
Kemudian, kata Agus, penyelenggara bandara juga harus memastikan power bank yang ditemukan saat pemeriksaan keamanan di security check point (SCP) penanganannya harus melalui ketentuan yang berlaku sesuai surat edaran.
Dia menambahkan, maskapai juga harus memastikan bahwa power bank atau baterai lithium cadangan yang dibawa penumpang dan personel pesawat udara tidak terhubung dengan perangkat elektronik lain. Maskapai harus melarang penumpang dan personel pesawat udara melakukan pengisian daya ulang dengan menggunakan power bank pada saat penerbangan.
Agus menambahkan, peraturan tersebut muncul sebagai upaya nyata perlindungan keselamatan dalam penerbangan di Indonesia setelah terjadi ledakan kebakaran power bank di hatrack dalam sebuah maskapai penerbangan di China yakni China Southern Airlines pada 25 Februari lalu. Kendati tidak ada korban jiwa, namun penerbangan tersebut sempat ditunda selama tiga jam dan penumpang dialihkan dengan pesawat pengganti. Peristiwa itu menjadi alarm seluruh dunia terhadap potensi ancaman keselamatan penerbangan.
Ledakan power bank di pesawat bukan kali saja ini terjadi. Sebelumnya, pada 30 Januari lalu penumpang pesawat Rusia Aeroflot dari Moskow tujuan Volgograd juga dibuat panik akibat terbakarnya power bank di dalam kabin pesawat.
Dihubungi terpisah, pengamat penerbangan Alvin Lie mengatakan, surat edaran yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Perhubungan Udara dinilai masih sulit dipahami oleh bahasa awam penumpang maskapai di dalam negeri. Menurut dia, penggunaan batasan daya dengan satuan Watt-hour (Wh) belum banyak dipahami oleh masyarakat pengguna power bank di Indonesia.
"Sebab yang lazim digunakan sebagaimana tercantum di power bank kita itu hampir semua menggunakan satuan mAH. Sementara aturan yang berlaku di edaran adalah Wh. Harusnya langsung saja menggunakan satuan mAH," ujarnya.
Dia juga menjelaskan bahwa penggunaan power bank harus diteliti lebih dalam. Sebab, penggunaan perangkat pengisian baterai portabel itu juga belum semua mengandung komponen yang berkualitas.
"Ini juga harus diperhatikan dan diteliti oleh petugas, karena masih banyak power bank yang beredar, kualitas komponennya di dalamnya sangat rendah. Sehingga harus diteliti lagi ketika ditaruh di bagasi pesawat," ungkapnya.
Dia menambahkan, penggunaan power bank di dalam pesawat sebaiknya memang tidak dalam keadaan terpakai. Alasannya, tidak semua power bank memiliki kualitas yang bagus.
"Ada yang ketika disambungkan dengan ponsel yang sudah dalam keadaan penuh, otomatis off. Ini adalah contoh power bank dengan kualitas komponen yang baik. Namun, ada juga yang ketika sudah dalam keadaan penuh, masih tetap menyala atau hidup. Nah, inilah yang bisa menyebabkan panas yang berlebih sehingga perlu diatur penggunaannya," pungkas dia.
Sementara itu, Manager Public Relations PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk Ikhsan Rosan mengatakan, maskapai Garuda Indonesia telah menerapkan aturan ketat mengenai aturan membawa baterai lithium di dalam pesawat sebagaimana diatur IATA.
"Kita sudah standar mengacu pada aturan IATA yang berkaitan dengan dangerous goods. Setelah ada surat edaran dari Kemenhub tentu akan kita perketat lagi," ujarnya.
Dia menambahkan bahwa penggunaan power bank yang mengandung lithium di masyarakat penumpang udara Indonesia, umumnya masih berada dibawah batas yang ditetapkan.
"Kalau pasaran power bank di masyarakat kita saya kira masih berada di bawah batas yang ditetapkan, atau, katakanlah paling tinggi 23.000 mAH itu masih setara dengan 85 WH. Toh, kalau ada yang berlebih atau tanpa keterangan daya, tentu kita sarankan supaya tidak disambung ke ponsel dan tidak ditaruh di bagasi tercatat," pungkasnya.
Pihak pengelola bandara pun cepat merespons aturan tersebut. Misalnya saja, Bandara Sultan Thaha Jambi yang mulai menyosialisasikan dan melakukan pengawasan kepada barang bawaan penumpang terkait pelarangan membawa pengisi baterai portabel power bank dan baterai lithium cadangan ke dalam pesawat terbang.
"Kami sosialisasi kepada penumpang pesawat udara berupa informasi melalui digital baner," kata Executive General Manager Bandara Sultan Thaha Jambi Yogi Prasetyo Suwandi.
Demikian pula pengelola Bandara Soekarno-Hatta yang langsung menyosialisasikan aturan pembatasan menggunakan power bank lewat akun Twitter-nya. (Ichsan Amin/Ant)
(nfl)