Nanopartikel Berfluorosensi dari Silika untuk Deteksi Dini Kanker

Minggu, 31 Desember 2017 - 11:08 WIB
Nanopartikel Berfluorosensi...
Nanopartikel Berfluorosensi dari Silika untuk Deteksi Dini Kanker
A A A
PASSION Siti Nurul Aisyiyah Jenie pada bidang penelitian telah menjadikannya perempuan peneliti Indonesia berprestasi. Dalam salah satu proposal penelitian yang pernah diajukannya terselip rasa kepedulian peneliti dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) ini terhadap perempuan Indonesia. Apakah itu?

Beberapa waktu lalu, proposal penelitian Siti Aisyiyah mengenai pembuatan nanopartikel dari silika dan fluoresens untuk mendeteksi penyakit kanker secara dini berhasil mendapat penghargaan dari ajang L’OREAL-UNESCO For Women in Science National Fellowship Awards 2017. Penelitian ini bisa sangat berguna bagi kaum perempuan di Tanah Air, yang notabene banyak menjadi korban keganasan penyakit pembunuh nomor satu di dunia itu.

Latar belakang serta cerita di balik proposal penelitian yang menjadi "persembahan" bagi para wanita di Indonesia tersebut dikisahkan oleh peneliti dari Pusat Penelitian Kimia LIPI kepada KORAN SINDO, seperti tergambar dalam wawancara berikut ini.

Apa proposal penelitian yang Anda ikut sertakan dalam L’OREAL-UNESCO For Women in Science National Fellowship Awards 2017?
Pengajuan proposal penelitian saya mengenai pembuatan nanopartikel dari silika dan fluoresens untuk mendeteksi dini adanya penyakit kanker pada tubuh manusia. Nantinya diharapkan ini bisa mengurangi beban ekonomi pasien.

Bagaimana proses pembuatannya?

Proses nanopartikel yang saya lakukan menggunakan metode modified sol gel, di mana silika yang diekstrak dari bahan alami asal Indonesia akan diproses dengan basa serta ditambahkan pewarna fluoresens. Setelah silika menjadi gel, kemudian didiamkan semalam dan dikeringkan untuk menghilangkan solvent. Silika yang telah dimodifikasi dan ditambah dengan fluoresens memiliki sensitivitas untuk mendeteksi sel kanker.

Bisa dijelaskan bahan alami yang dimaksud?

Bahan alami itu ialah limbah silika dari pembangkit listrik biotermal. Jadi, saya memanfaatkan sesuatu yang kurang mendapat perhatian, padahal potensinya banyak sekali. Kita olah menjadi silika nanopartikel karena jika sudah diubah menjadi itu nilainya jadi bertambah untuk bidang biomedical.

Ide penelitian ini sudah lama direncanakan atau ada saat akan mengikuti L’OREAL-UNESCO For Women in Science National Fellowship Awards 2017?
Bidang ini sudah sejak dulu saya geluti, saat saya mengambil (gelar) PhD, mengenai kekuatan sistem deteksi dengan material science dan nanoteknologi. Menggunakan korosi untuk mendeteksi kanker. Ada juga bio untuk penyembuhan luka, sama sistemnya dengan fluoresens. Jadi ya sudah saya pelajari semenjak PhD. Namun perbedaannya, saya juga ingin memanfaatkan bahan alam di Indonesia. Mengapa tidak menggunakan bahan alam yang melimpah? Karena dulu saya masih menggunakan bahan sintetik.

Ada alasan khusus kenapa penyakit kanker yang Anda pilih untuk coba dibuat penelitiannya guna mendeteksi penyakit ini?

Selain melanjutkan penelitian sewaktu saya mengambil gelar PhD, saya juga peduli dengan kanker karena itu penyakit mematikan. Terlebih wanita rentan terkena kanker. Kanker serviks adalah kanker pembunuh nomor satu dan di posisi ketiga adalah kanker payudara. Betapa wanita amat sangat mudah terkena. Jadi penelitian ini dari perempuan untuk perempuan. Ditambah beberapa kerabat dan saudara saya ada yang menjadi survivor kanker. Ada juga yang meninggal dunia karena kanker. Ada rasa ingin membantu, inilah bentuk kepedulian saya terhadap perempuan Indonesia.

Apa tantangan yang Anda hadapi ketika mengikuti L’OREAL-UNESCO For Women in Science National Fellowship Awards 2017?

Finalis lain sangat hebat. Saya bangga bisa menjadi satu di antara 10 finalis yang sudah berprestasi. Untuk material science ada lima, termasuk saya, mereka sudah kompeten di bidang ini. Tantangan pada penelitiannya, karena saya bidang material science, nanti harus menganalisis dan mengolah data. Jadi harus berkolaborasi, baik dengan institusi dari dalam maupun luar negeri.

Anda juga sering mengikuti konferensi peneliti dan mendapat beasiswa di dalam serta luar negeri. Bisa diceritakan salah satu yang pernah Anda ikuti?
Awal mula saya menjadi peneliti di Pusat Penelitian Kimia LIPI, saya dipilih untuk menjadi delegasi resmi dari Indonesia dalam "Workshop on Empowerment of Women through Science and Technology Interventions" di Teheran, Iran, pada 2008. Penyelenggaranya NAM (Non-Aligned Movement) atau gerakan nonblok, tiap tahun temanya beda.

Kebetulan pada 2008 temanya "Women Empowerment". Saya di sana memberi laporan negara tentang bagaimana peran perempuan peneliti di Indonesia, bagaimana remaja sudah mulai diperkenalkan untuk menjadi peneliti. Saya bangga bisa menceritakan hal tersebut kepada warga dunia, bagaimana ketertarikan perempuan Indonesia untuk menjadi peneliti sangat besar, termasuk saya.

Memang bagaimana perkembangan perempuan peneliti di Indonesia saat ini?

Perempuan peneliti di Indonesia dari segi kualitas dan kuantitas baik. Interest para remaja juga sudah mulai meningkat. Siswi SMP dan SMA sudah tertarik menjadi peneliti. Kesempatan untuk mendapatkan beasiswa pun besar. Apalagi banyak beasiswa yang dikhususkan untuk perempuan peneliti.

Menurut Anda, apa suka duka menjadi peneliti?

Karena (penelitian) ini merupakan kegiatan yang saya suka sejak dulu sehingga memang lebih banyak sukanya. Duka dirasakan kalau enggak jadi sampelnya. Sudah seharian di laboratorium, tapi gagal. Hanya, saya punya supervisor di laboratorium sewaktu mengambil (gelar) PhD. Dia sangat support. Dia memberikan dukungan sampai beberapa penelitian yang saya rasa pesimistis terselesaikan, akhirnya bisa terselesaikan.

Maksudnya, gagal dalam penelitian itu kan tidak sesuai dengan hipotesis awal kita. Jadi, memang sebenarnya bukan gagal, tetapi peneliti diharuskan untuk terus mengerti, lebih memahami karakteristik sampel. Memang kalau penelitian itu kan ada jadwalnya. Kalau tidak sesuai waktunya akan mundur terus. Namun, justru di situlah tantangan sekaligus asyiknya menjadi peneliti.
(amm)
Copyright ©2025 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4558 seconds (0.1#10.24)