Awas, Gawai Bisa Bahayakan Tumbuh Kembang Anak

Minggu, 12 November 2017 - 17:22 WIB
Awas, Gawai Bisa Bahayakan...
Awas, Gawai Bisa Bahayakan Tumbuh Kembang Anak
A A A
DALAM perkembangan teknologi yang sangat pesat, gawai menjadi perangkat paling penting dalam kehidupan manusia. Disadari atau tidak, gawai kini tak lagi memiliki batasan umur. Sejak balita anak sudah kenal cara pakai gawai lewat orang tuanya. Bukan hanya soal permainan, tetapi juga berbagai fungsi di dunia media sosial.

Namun penggunaan gawai yang tidak tepat dapat mengganggu pertumbuhan anak. Oki Nurhasanah,30, seorang ibu rumah tangga, sudah mengenalkan kehidupan dunia digital kepada balitanya. Bermula dari keinginan agar anaknya tertib makan di meja toddler dan mengonsumsi makanan yang dimasaknya, dia mencoba mengakses YouTube melalui smartphone. Hasilnya, balita kesayangannya yang berusia tiga tahun lahap menyantap makanan dan habis dalam tempo yang cukup singkat.

Keberhasilan Oki tentu menjadi sebuah prestasi baginya. Ia tak perlu repot menggendong bayi atau mengajarinya makan dengan tertib sambil berkomunikasi aktif karena YouTube telah menjadi solusi baginya dan merupakan cara andalan pada setiap jam makan. "Hal yang tak diduga, ternyata anak saya selalu menunggu saat makan tiba hanya untuk menyaksikan video anak-anak di YouTube. Kalau tidak diputarkan YouTube, pasti dia nggak mau makan. Jadi syarat makan kalau ada YouTube," ujar Oki kepada KORAN SINDO.

Sadar anaknya mulai kecanduan video di smartphone miliknya, Oki pun berkomitmen untuk tidak mengajarkan main game agar kecanduan gawai tidak semakin menjadi. Oki bersyukur tidak memiliki aplikasi untuk bermain game di ponselnya meski teman-teman seusia anaknya sudah pintar bermain game di ponsel.

Psikolog anak Abubakar Baraja mengatakan, anak di bawah lima tahun tidak benar dikenalkan dengan gawai, terlebih dilakukan secara terus-menerus. Menurut psikolog dari Lembaga Psikologi Kita ini, memberikan gawai kepada anak di waktu tertentu tidak akan bermasalah asal tidak dibuat menjadi rutinitas dalam kehidupan sehari-hari.

"Sekalipun untuk belajar anak, itu tentu tidak benar. Misalnya saja orang tua ingin mengenalkan warna, binatang, tentu semua itu harus dilakukan tanpa gawai," ujar Abubakar.

Menurut dia, orang tua harus memberikan contoh langsung kepada sang buah hati di dunia nyata dalam mengenal berbagai benda di sekitar. Cara seperti itu akan lebih baik karena anak juga dapat melihat secara langsung, bahkan menyentuh benda yang dimaksud.

Memang, memberikan gawai kepada anak bisa dilakukan seperti saat anak bosan ketika sedang menunggu sesuatu yang sifatnya melibatkan lingkungan umum. Bila si anak bosan, gawai bisa dipinjamkan sesaat kepada anak agar tidak mengganggu kegiatan orang di sekelilingnya. Namun Abubakar mengingatkan, anak jangan sampai terbawa imajinasi atas apa yang telah dilihatnya melalui beragam aktivitas di media sosial, termasuk YouTube. Orang tua menurutnya harus mengajak anak berkomunikasi seusai menyaksikan tayangan video di ponsel dan mengingat apa yang telah disaksikannya.

"Hal ini bertujuan untuk mengingat apa yang baru saja dia kerjakan sehingga tidak ada tuntutan di pikiran anak untuk menggunakan lagi atau bermain gawai lagi," jelasnya.

Memberi anak tontonan melalui gawai agar anak mudah dalam menyantap makanannya menurut Abubakar juga bukan merupakan hal yang tepat dilakukan orang tua. Karena yang terjadi saat anak menyaksikan video sambil makan adalah anak tidak menikmati rasa makanannya karena fokus visualnya adalah ke video tersebut.

Dia menyarankan agar para orang tua di era canggihnya teknologi seperti saat ini dapat memberikan keleluasaan kepada anak dalam menggunakan gawai di usia yang tepat. "Anak usia 12 tahun baru tepat memegang gawai. Mengapa? Karena mereka sudah memasuki proses operasional formal atau sudah bisa menentukan kapan dia harus melakukan sesuatu, berhenti melakukan sesuatu, dan sebagainya, karena dia sudah bisa bertanggung jawab," ungkapnya.

Untuk menghindari kecanduan anak pada gawai, orang tua harus berperan aktif dan tegas dalam memberikan timing dengan mengingatkan tugas lain yang harus dilakukan anak. "Beri runtutan yang harus dilakukan anak mulai dari pulang sekolah, makan, lalu tidur siang, mandi, mengaji, menyapu, mengerjakan PR, makan malam, dan sebagainya agar anak mengerti pola kehidupan yang tepat dan tidak terfokus hanya pada aktivitas gawai," tandasnya.

Pada intinya orang tua dimasa kini harus pintar memberikan aktivitas fisik bagi anak agar tidak selalu memegang gawai.

Pendidikan Literasi
Kepala Bidang Pusat Pengembangan Literasi dan Profesi SDM Kemenkominfo Ramon Kaban mengungkapkan, pihak Kemenkominfo sangat aktif dalam memberikan pendidikan literasi kepada masyarakat di berbagai daerah dengan sasaran utama anak-anak sekolah. Menurut Ramon, pelatihan literasi ini sangat penting bagi anak-anak yang telah sangat akrab dengan gawai dalam kehidupan seharihari.

"Peserta yang kita sasar adalah anak-anak yang duduk di bangku SD, SMP, dan SMA. Kemenkominfo bekerja sama dengan pemerintah setempat. Dalam pelatihan, kami menghadirkan pakar dari media online untuk memberikan pemahaman literasi yang baik dan mengarahkan anak-anak pada game yang memiliki konten positif," tuturnya.

Menurut dia, selain memberikan pendidikan literasi kepada anak, peran orang tua ikut menjadi kunci penting pengendalian anak-anak saat memegang gawai. Hal ini untuk mengurangi dampak negatif yang dilakukan anak saat berselancar di dunia maya. Pemerintah, lanjut Ramon, sangat mendukung anak-anak menggunakan gawai dan internet melalui beragam cara, termasuk melindungi dari konten negatif.

Kepala Pusat Teknologi Informasi dan Komunikasi Pendidikan dan Kebudayaan (Kepala Pustekkom) Gogot Suharwoto mengungkapkan, dampak negatif dari penggunaan gawai dan internet merupakan hal yang selalu diwaspadai setiap saat oleh orang tua. Menurut dia, setiap keluarga memiliki peranan penting dalam mengontrol penggunaan gawai yang tidak hanya terbatas bagi anak, tetapi juga pada orang tua.

"Setiap keluarga pasti mengalami pergesekan atau perdebatan dengan anak tentang masalah gawai. Saya dan anak saya pun begitu. Tapi pada intinya komunikasi orang tua dan anak harus berjalan baik dan orang tua harus bisa mencontohkan aturan yang benar saat menggunakan gawai," ujar Gogot kepada KORAN SINDO di kantornya.

Meski gawai menjadi permasalahan bagi anak-anak dan remaja, Gogot tidak setuju bila penggunaan gawai dibatasi di sekolah mengingat gawai bisa digunakan untuk membantu kegiatan belajar. Untuk mendukung kelancaran pengenalan internet kepada masyarakat, pemerintah saat ini juga tengah menyediakan akses internet ke sekolah-sekolah melalui program kewajiban pelayanan universal dalam menyediakan akses internet di 122 kabupaten dari 24 provinsi. Meski sekolah memiliki sarana kemudahan dalam penggunaan gawai dan layanan internet, dia berharap program literasi kepada pelajar berjalan lancar.
(amm)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6142 seconds (0.1#10.140)