Analisa Pakar Siber Terkait Order Fiktif pada Layanan Online

Senin, 10 Juli 2017 - 06:01 WIB
Analisa Pakar Siber...
Analisa Pakar Siber Terkait Order Fiktif pada Layanan Online
A A A
JAKARTA - Media sosial di Tanah Air diramaikan peristiwa order fiktif pada layanan online. Salah satunya menimpa pada jasa pengiriman online Go-Send (Go-Jek).

Menanggapi kasus ini, pakar keamanan siber Pratama Persadha mengemukakan, titik masalah ada pada verifikasi yang kurang ketat. Menurutnya, siapapun dengan email dan nomor telepon bisa melakukan pembuatan akun baru bahkan mengatasnamakan orang lain.

”Kasus order fiktif ini mungkin puncak dari sistem yang kurang ketat. Pertama terkait pendaftaran yang seharusnya benar-benar sesuai indentitas KTP, termasuk integrasinya. Kedua terkait respons akan laporan order fiktif yang sangat lambat. Seharusnya dengan banyaknya laporan, pihak Go-Jek bisa melakukan langkah blokir maupun antisipasi selanjutnya,” ujarnya, dalam keterangan tertulis kepada SINDOnews.

Chairman lembaga riset keamanan siber CISSReC (Communication and Information System Security Research Center) ini menuturkan selain identitas KTP juga diikuti integrasi dengan sistem e-KTP. Di mana satu identitas nomor KTP hanya bisa membuat satu akun.

Pratama menyatakan, ini penting untuk semua layanan transposrtasi online, selain mencegah order fiktif juga sebagai langkah preventif para begal kendaraan bermotor melakukan order untuk menyasar driver ojek online sebagai korban.

“Go-Jek dan semua layanan transportasi online harus memperketat verifikasi pendaftaran. Namun di sini pemerintah juga penting, karena pendaftaran itu dengan nomor selular. Artinya untuk menekan tindak kejahatan, pemerintah juga harus tegas memperketat pendistribusian nomor telepon. Jangan sampai satu orang dengan mudah punyak 10 sampai 20 nomor telepon,” terang mantan pejabat Lembaga Sandi Negara ini.

Pratama berharap Go-Jek sebagai layanan transportasi online milik anak bangsa bisa proaktif menyelesaikan masalah serupa. “Saya sendiri berharap Go-Jek dan layanan lain serupa tetap memperhatikan respons cepat terhadap laporan order fiktif maupun semacamnya. Dengan infrastruktur dan SDM yang mumpuni seharusnya driver bisa merasa aman dan masyarakat juga terlindungi dari tindakan order fiktif yang bisa menimpa siapa saja,” paparnya.

Dia menambahkan solusi lain yang memungkinkan adalah penggunaan sertifikat digital. Saat ini memang penggunaan sertifikat digital dalam kepentingan e-commerce belum mempunyai tata perundangan dan tata kelola yang matang. Namun, sudah terlihat upaya dari pemerintah untuk menerapkan sertifikat digital dalam transaksi elektronik.

"Dengan adanya sertifikat digital ini diharapkan proses autentikasi dan otirisasi semakin ketat dan kuat, yang berujung semakin aman dan terpercayanya transaksi elektronik, termasuk untuk penggunaan aplikasi transportasi online dan sejenisnya," tandas Pratama.
(dmd)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1212 seconds (0.1#10.140)