Polemik Tarif Interkoneksi Dinilai Tak Perlu ke BPK dan KPK

Senin, 05 September 2016 - 16:47 WIB
Polemik Tarif Interkoneksi Dinilai Tak Perlu ke BPK dan KPK
Polemik Tarif Interkoneksi Dinilai Tak Perlu ke BPK dan KPK
A A A
JAKARTA - Polemik tarif interkoneksi dinilai tidak perlu dibawa ke ranah hukum dengan menyeret lembaga negara seperti Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Seluruh pihak diminta memahami bahwa persoalan interkoneksi cukup sederhana yang ujungnya menguntungkan masyarakat luas.

Mantan Komisioner Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) periode 2009-2015 Nonot Harsono menuturkan, hal itu menanggapi komentar dari petinggi BPK dan isu yang berkembang bahwa polemik interkoneksi akan dibawa ke KPK.

"Andai negara memilih sistem monopoli dalam menyediakan jaringan komunikasi bagi masyarakat, maka tentu tidak ada keributan interkoneksi karena hanya ada satu operator yang melayani seluruh rakyat. Namun, negara memilih sistem persaingan sehingga ada lebih dari satu jaringan komunikasi," kata dia dalam rilisnya kepada wartawan, Jakarta, Senin (5/9/2016).

Karena itu, lanjut dia, agar pelanggan dari setiap operator dapat terhubung dengan pelanggan dari operator manapun, semua jaringan komunikasi harus saling tersambung (ber-interkoneksi). Karena itulah UU Telekomunikasi mewajibkan interkoneksi antar jaringan sesuai Pasal 25 UU 36/1999 dan Pasal 20-25 PP No 52 tahun 2000.

Tanpa interkoneksi, menurut Nonot, masyarakat pengguna/pelanggan hanya bisa melakukan panggilan telepon on-net (dalam jaringan satu operator) dan tidak mungkin off-net (lintas operator). Di sisi lain, jika tidak ada interkoneksi, masyarakat harus menjadi pelanggan semua operator dan memiliki SIM card minimal sebanyak jumlah operator.

"Jika dia hanya punya satu hp, maka dia harus buka-tutup hp untuk gonta-ganti SIM card agar bisa menelepon ke semua nomor. Atau dia harus punya banyak hp. Terbayang betapa ribetnya. Karena itu, interkoneksi diwajibkan demi melayani masyarakat," paparnya.

Dia menambahkan, hal yang menjadi perhatian dalam interkoneksi adalah berapa trafik outgoing-call ke operator lain dan berapa incoming-call dari operator lain. Trafik dua arah ini menentukan selisih biaya antara (outgoing-traffic x tarif) dan (incoming-traffic x tarif). "Orang bisa salah persepsi jika hanya melihat trafik satu arah," ucapnya.

Jika trafik telepon ke operator lain sama dengan trafik yang diterima dari operator lain maka kedua operator itu sama-sama impas. Artinya, biaya interkoneksi yang harus dibayar sama dengan yang diterima.

Pada umumnya, operator besar menerima trafik lebih besar karena jumlah pelanggan besar, sehingga bisa menerima pembayaran biaya interkoneksi lebih besar daripada operator yang lebih kecil.

Sebaliknya, operator yang kecil harus membayar biaya interkoneksi yang besar untuk sekadar menyambungkan pelanggannya yang sedang menelepon pelanggan operator lain.
(izz)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.0873 seconds (0.1#10.140)