Penurunan Interkoneksi, Untung atau Rugi?
A
A
A
JAKARTA - Penurunan biaya interkoneksi 26% untuk 18 skema panggilan telepon tetap dan seluler dinilai berpotensi merugikan negara hingga ratusan triliun. Hal tersebut disampaikan anggota BPK Achsanul Qosasi.
Menurutnya, potensi penurunan pendapatan bisa mencapai Rp100 triliun, setoran dividen dan pajak ke pemerintah berkurang Rp43 triliun, hingga investasi belanja modal di daerah rural berkurang Rp12 triliun.
Menurut BPK, Telkom Group adalah BUMN terbesar kedua setelah Bank Rakyat Indonesia (BRI) dengan kontribusi Rp7 triliun setiap bulan, memiliki market capitalization terbesar kedua setelah BRI yang mencapai Rp 4.000 triliun.
Achsanul menilai, jangan sampai turunnya biaya interkoneksi ini justru malah berpotensi menggerus penerimaan negara. Jika itu sampai terjadi maka bukan masyarakat dan negara yang mendapatkan manfaatnya.
”Tapi jangan sampai yang diisukan adalah turunnya tarif sementara penerimaan negara triliunan terabaikan,” bebernya.
Menkominfo Rudiantara sendiri mengatakan bahwa penurunan biaya ini dilakukan agar tarif off-net (lintas operator) bisa mendekati tarif on-net (satu jaringan operator). Harapannya, agar trafik panggilan lintas jaringan bisa tumbuh untuk semua operator.
“Justru dengan adanya penurunan biaya interkoneksi, masyarakat akan semakin banyak untuk melakukan panggilan telepon,” terang Rudiantara di depan anggota Komisi I DPR RI pekan lalu.
Meski demikian, pertumbuhan disangsikan bisa terjadi jika penurunan biaya interkoneksi itu tidak berdampak banyak terhadap tarif retail. Karena, komponen biaya interkoneksi itu hanya 15% dari total tarif retail, atau hanya 3,7% dari total komponen tarif.
Melihat laporan keuangan Telkomsel dan Telkom Group setiap tahunnya, BPK menyebut bahwa Telkomsel merugi saat membangun infrastruktur agar masyarakat di derah bisa menikmati internet.
Ia sendiri mempersilakan operator telekomunikasi lainnya seperti Indosat Ooredoo, XL Axiata, Hutchison 3 Indonesia, dan Smartfren Telecom untuk ikut membangun di daerah pedesaan dan pinggiran di luar Pulau Jawa, agar seluruh masyarakat bisa ikut terlayani.
”Operator lain silahkan ikut membangun jaringan ke daerah. Negara tidak memfasilitasi persaingan bisnis, hanya memfasilitasi kekurangan terhadap pelayanan warga yang membutuhkan,” katanya.
Menurutnya, potensi penurunan pendapatan bisa mencapai Rp100 triliun, setoran dividen dan pajak ke pemerintah berkurang Rp43 triliun, hingga investasi belanja modal di daerah rural berkurang Rp12 triliun.
Menurut BPK, Telkom Group adalah BUMN terbesar kedua setelah Bank Rakyat Indonesia (BRI) dengan kontribusi Rp7 triliun setiap bulan, memiliki market capitalization terbesar kedua setelah BRI yang mencapai Rp 4.000 triliun.
Achsanul menilai, jangan sampai turunnya biaya interkoneksi ini justru malah berpotensi menggerus penerimaan negara. Jika itu sampai terjadi maka bukan masyarakat dan negara yang mendapatkan manfaatnya.
”Tapi jangan sampai yang diisukan adalah turunnya tarif sementara penerimaan negara triliunan terabaikan,” bebernya.
Menkominfo Rudiantara sendiri mengatakan bahwa penurunan biaya ini dilakukan agar tarif off-net (lintas operator) bisa mendekati tarif on-net (satu jaringan operator). Harapannya, agar trafik panggilan lintas jaringan bisa tumbuh untuk semua operator.
“Justru dengan adanya penurunan biaya interkoneksi, masyarakat akan semakin banyak untuk melakukan panggilan telepon,” terang Rudiantara di depan anggota Komisi I DPR RI pekan lalu.
Meski demikian, pertumbuhan disangsikan bisa terjadi jika penurunan biaya interkoneksi itu tidak berdampak banyak terhadap tarif retail. Karena, komponen biaya interkoneksi itu hanya 15% dari total tarif retail, atau hanya 3,7% dari total komponen tarif.
Melihat laporan keuangan Telkomsel dan Telkom Group setiap tahunnya, BPK menyebut bahwa Telkomsel merugi saat membangun infrastruktur agar masyarakat di derah bisa menikmati internet.
Ia sendiri mempersilakan operator telekomunikasi lainnya seperti Indosat Ooredoo, XL Axiata, Hutchison 3 Indonesia, dan Smartfren Telecom untuk ikut membangun di daerah pedesaan dan pinggiran di luar Pulau Jawa, agar seluruh masyarakat bisa ikut terlayani.
”Operator lain silahkan ikut membangun jaringan ke daerah. Negara tidak memfasilitasi persaingan bisnis, hanya memfasilitasi kekurangan terhadap pelayanan warga yang membutuhkan,” katanya.
(dol)