Turunkan Tarif Interkoneksi, Menkominfo Dinilai Untungkan Operator Asing
A
A
A
JAKARTA - Federasi Serikat Pekerja BUMN Strategis menilai rencana Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) melakukan penurunan tarif interkoneksi merugikan negara. Kebijakan ini bahkan lebih menguntungkan operator asing yang beroperasi di Indonesia.
“Penurunan Tarif Interkoneksi oleh Menkominfo tidak menjamin penurunan tarif ke pelanggan, ini hanya langkah mencari popularitas bagi pengguna jasa saja, yang sudah jelas menguntungkan operator asing dan merugikan negara. Karena pihak yang dirugikan adalah BUMN,” ujar Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja BUMN Strategis Wisnu Adhi Wuryanto, dalam keterangan pers yang dilansir Sindonews, Senin (29/8/2016).
Dia mengatakan, di samping prosesnya yang terkesan terburu-buru, azas kepatutan penandatangan diabaikan, untuk kondisi sekarang tanpa adanya Ketua Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) seharusnya tidak layak seorang PLT Dirjen menandatanganinya. Isi surat tersebut juga terindikasi melanggar Peraturan Pemerintah Nomor 52 tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi, khusus mengenai penetapan tarif interkoneksi yang seharusnya didasarkan pada Pasal 22 dan 23 PP tersebut.
Di mana Pasal 22 menyebutkan bahwa “Kesepakatan interkoneksi antar penyelenggara jaringan telekomunikasi harus tidak saling merugikan dan dituangkan dalam perjanjian tertulis”. Artinya, kata Wisnu, tarif interkoneksi tersebut seharusnya merupakan kesepakatan seluruh operator.
Pasal 23 ayat (1) juga dijelaskan “Dalam menyelenggarakan jasa telekomunikasi melalui 2 (dua) penyelenggara jaringan atau lebih, dikenakan biaya interkoneksi”. Kemudian dilanjutkan di ayat (2) bahwa “Biaya interkoneksi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan berdasarkan perhitungan yang transparan, disepakati bersama dan adil”.
Sementara sebagian operator tidak sepakat hasil penetapan pihak Kominfo karena perhitungannya tidak transparan, merugikan, dan tidak adil.
“Karena terindikasi melanggar, surat edaran ini potensial dilakukan gugatan ke PTUN, atau bila nantinya dikeluarkan melalui Peraturan Menteri maka potensial diajukan Judicial Review ke Mahkamah Agung” Kata Wisnu.
“Penurunan Tarif Interkoneksi oleh Menkominfo tidak menjamin penurunan tarif ke pelanggan, ini hanya langkah mencari popularitas bagi pengguna jasa saja, yang sudah jelas menguntungkan operator asing dan merugikan negara. Karena pihak yang dirugikan adalah BUMN,” ujar Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja BUMN Strategis Wisnu Adhi Wuryanto, dalam keterangan pers yang dilansir Sindonews, Senin (29/8/2016).
Dia mengatakan, di samping prosesnya yang terkesan terburu-buru, azas kepatutan penandatangan diabaikan, untuk kondisi sekarang tanpa adanya Ketua Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) seharusnya tidak layak seorang PLT Dirjen menandatanganinya. Isi surat tersebut juga terindikasi melanggar Peraturan Pemerintah Nomor 52 tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi, khusus mengenai penetapan tarif interkoneksi yang seharusnya didasarkan pada Pasal 22 dan 23 PP tersebut.
Di mana Pasal 22 menyebutkan bahwa “Kesepakatan interkoneksi antar penyelenggara jaringan telekomunikasi harus tidak saling merugikan dan dituangkan dalam perjanjian tertulis”. Artinya, kata Wisnu, tarif interkoneksi tersebut seharusnya merupakan kesepakatan seluruh operator.
Pasal 23 ayat (1) juga dijelaskan “Dalam menyelenggarakan jasa telekomunikasi melalui 2 (dua) penyelenggara jaringan atau lebih, dikenakan biaya interkoneksi”. Kemudian dilanjutkan di ayat (2) bahwa “Biaya interkoneksi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan berdasarkan perhitungan yang transparan, disepakati bersama dan adil”.
Sementara sebagian operator tidak sepakat hasil penetapan pihak Kominfo karena perhitungannya tidak transparan, merugikan, dan tidak adil.
“Karena terindikasi melanggar, surat edaran ini potensial dilakukan gugatan ke PTUN, atau bila nantinya dikeluarkan melalui Peraturan Menteri maka potensial diajukan Judicial Review ke Mahkamah Agung” Kata Wisnu.
(dmd)