Kebijakan Penurunan Tarif Interkoneksi Dinilai Pro Rakyat

Jum'at, 26 Agustus 2016 - 01:04 WIB
Kebijakan Penurunan...
Kebijakan Penurunan Tarif Interkoneksi Dinilai Pro Rakyat
A A A
JAKARTA - Keputusan pemerintah menurunkan tarif interkoneksi sebesar rata-rata 26% dinilai kebijakan pro-rakyat yang perlu didukung termasuk oleh DPR. Kebijakan ini membuat rakyat bisa menikmati telekomunikasi dengan harga lebih terjangkau.

Chairman Mastel Institute Nonot Harsono mengatakan, dalam UU No 36 Tahun 1999 Pasal 25 dan PP No 52 thn 2000 Pasal 20-25 dijelaskan, interkoneksi adalah kewajiban bagi setiap networkoperator untuk saling menyambung jaringannya satu sama lain.

Hal ini untuk menjamin hak masyarakat bisa saling menelepon dari dan ke operator manapun. "Dengan interkoneksi yang tidak dihambat, masyarakat bisa bebas untuk memilih menjadi pelanggan dari operator mana saja, sehingga persaingan pelayanan bisa terjadi," ujarnya di Jakarta, Kamis (25/8/2016).

Dia menilai, karena interkoneksi bisa digunakan untuk menghambat persaingan, maka negara hadir dengan mewajibkan interkoneksi. Jadi, interkoneksi ini bukan jenis layanan atau tidak termasuk jenis jasa telekomunikasi.

Sekali lagi, interkoneksi adalah menyambungkan antar jaringan supaya pelanggan jaringan yang satu bisa berkomunikasi dengan pelanggan dari jaringan lainnya (tidak terisolasi di satu jaringan).

Di sisi lain, lanjut Nonot, isu kerugian negara akibat dari evaluasi berkala tarif interkoneksi, terkesan berlebihan dan tidak berdasar. Menurut publikasi dari pelaku pasar modal, rata-rata pendapatan per menit voice dari Telkomsel sebesar Rp105, sehingga tarif interkoneksi hasil perhitungan pemerintah sebesar Rp204, sudah dua kali lipat dari harga Telkomsel.

Selain itu, laporan tahunan (annual report) 2015 Telkomsel di halaman 101 memperlihatkan angka voice revenue dan minute of usage yang menunjukkan bahwa average revenue per minute (ARPM) sebesar Rp162. Angka inipun jauh di bawah Rp204. "Dari angka ini dapat disimpulkan bahwa pemerintah atau regulator tidak merugikan Telkomsel yang merupakan anak usaha dari BUMN Telkom," paparnya.

Dia menjelaskan, dengan ARPM sebesar Rp162, Telkomsel meraup net profit lebih dari Rp20 triliun dan keuntungan ini tentu dibagikan ke Singapore Telecommunications Limited (Singtel) 35% dan ke PT Telkom 65%, sesuai kepemilikan saham. Jika keuntungan ini stabil, maka sekitar Rp7 trilliun setiap tahun menjadi bagian dari Singtel.

Sementara, Indosat Ooredoo, XL, Three, belum bisa mengirim keuntungan ke negara pemilik (Qatar, Malaysia) karena investasi besar mereka di Indonesia belum untung. Investasi Singapura, Qatar, Malaysia, dan lainnya di industri telekomunikasi di Indonesia atas undangan Indonesia.

"Maka tentu tidak elok jika isu asing versus nasionalisme diramaikan ketiga negeri ini masih membutuhkan investor luar negeri. Yang utama harus disusun adalah skenario kerja sama global yang saling menghormati dan saling memberi keuntungan," kata Nonot.

Terkait kekhawatiran terjadinya penurunan pendapatan jika penurunan tarif interkoneksi diberlakukan, menurut dia, itu pasti. Tetapi, hal itu harus terjadi dalam rangka mendorong terjadinya persaingan sehat di luar Jawa, agar masyarakat bisa mempunyai pilihan operator mana yang terbaik melayani mereka.

Pasalnya, jika hanya satu operator yang sangat dominan, maka masyarakat tidak bisa memilih. Dia menegaskan, masyarakat berhak menuntut pengurangan biaya interkoneksi dan meminta pula penurunan tarif off-net kepada semua operator, jika ternyata tarif yang diterapkan berlipat lebih tinggi daripada hasil perhitungan pemerintah/regulator.

Terutama, lanjut Nonot, masyarakat luar Jawa yang merasakan adanya perbedaan tarif layanan, karena satuan biaya produksi yang berbeda. Masyarakat di luar Jawa juga ingin biaya murah telepon seperti warga di Jawa. "Maka, keputusan penurunan tarif interkoneksi hasil perhitungan pemerintah sebesar Rp204 perlu segera diberlakukan dan kalau bisa diturunkan lagi," jelasnya.
(izz)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0854 seconds (0.1#10.140)