Operator Makin Efisien, Tarif Interkoneksi Bisa Diturunkan 30%

Rabu, 15 Juni 2016 - 14:59 WIB
Operator Makin Efisien,...
Operator Makin Efisien, Tarif Interkoneksi Bisa Diturunkan 30%
A A A
JAKARTA - Pengamat telekomunikasi Heru Sutadi menilai, pemerintah bisa menurunkan tarif interkoneksi hingga 30% seiring perkembangan pesat industri telekomunikasi yang membuat operator makin efisien. Regulasi yang adil akan menjamin persaingan usaha yang sehat dan menghasilkan kualitas harga kompetitif bagi konsumen.

Menurutnya, pemerintah harus berani menurunkan tarif interkoneksi secara signifikan mengingat seluruh provider telekomunikasi di Indonesia tengah berkembang dan semakin efisien. Hanya saja, iklim berkompetisi di bidang ini seakan tak sejalan dengan perkembangan.

Dia menilai hal tersebut tugas pemerintah dalam menjamin adanya persaingan usaha yang sehat di dalam negeri. "Buah dari kompetisi kan kualitas harga yang bersaing. Dominasi di wilayah tertentu sering membuat operator menetapkan tarif seenaknya. Nah, ini kan bukti kompetisi tak terjadi, pemerintah wajib intervensi," ujarnya di Jakarta, Rabu (15/6/2016).

Tarif interkoneksi merupakan komponen yang dikeluarkan operator untuk melakukan panggilan lintas jaringan. Formula perhitungan tarif interkoneksi ditetapkan oleh pemerintah, dan operator hanya memasukkan data yang diperlukan sesuai kondisi jaringan masing-masing.

Direktur ICT Institute ini menuturkan, pemerintah merancang regulasi tersebut pada 2005 dan diundang-undangkan pada 2007, sehingga mestinya direvisi kembali saat ini. Terutama, soal penurunan tarif secara bertahap yang dinilai melestarikan praktik monopoli.

Dia menggarisbawahi, sudah seharusnya regulator meninjau ulang aturan itu mengingat saat ini tarif telepon sesama operator jauh lebih murah dibanding tarif interkoneksi atau antar operator. Keadaan ini yang memberatkan pelanggan dan secara tak langsung mengarah pada praktik monopoli. "Kompetisi tidak terjadi, nah penurunan biaya interkoneksi ini diharapkan memicu adanya kompetisi," ucapnya.

Masyarakat cenderung memilih operator yang murah biaya telepon sesama operator. Mungkin menurut sebagian kalangan hal ini wajar, namun Heru menilai, adanya kecurangan berusaha. Pasalnya, ketika di suatu daerah di Indonesia hanya satu operator yang memiliki jaringan prima, maka penentuan tarif menjadi tak wajar. Kasus seperti itu banyak ditemui di Indonesia bagian timur.

Sementara, membangun infrastruktur penunjang luas jaringan tak bisa dikatakan murah. Sehingga memang tak semua operator bisa menjangkau daerah terluar Indonesia yang sedang berkembang. "Nah, tarif interkoneksi atau off-net yang murah antar provider bisa dijadikan solusi mengatasi kebuntuan itu," paparnya.
(izz)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6563 seconds (0.1#10.140)