Forum Demokrasi Digital Desak Revisi UU ITE
A
A
A
JAKARTA - Forum Demokrasi Digital (FDD) mendesak pemerintah untuk merevisi Undang-undang (UU) No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Alasannya, banyak pasal karet yang bisa disalahgunakan untuk membungkam orang berekspresi dan menyampaikan pendapat di media sosial atau pesan pribadi.
Untuk itu, mereka mendukung DPR RI segera membahas UU ITE dengan memasukkannya ke dalam program legislasi nasional (Prolegnas).
Pendiri Forum Demokrasi Digital, Damar Juniarto mengemukakan, dalam upaya ini ada beberapa tuntutan revisi yang disampaikan. Salah satunya menelaah ulang revisi UU ITE, khususnya untuk memberikan ruang memadai bagi pengaturan konten dan pengawasannya.
"Perlu dipastikan adanya harmonisasi berbagai instrumentasi internasional HAM yang telah diadopsi Indonesia sebagai kerangka utama dalam revisi UU ITE," ujarnya, dalam diskusi di Gedung Sindo, Jakarta, Selasa (5/1/2015).
Damar mengungkapkan, ada beberapa pasal dalam UU ITE yang harus dihapus dalam revisi tersebut, seperti Pasal 27 (penghinaan/pencemaran nama), Pasal 28 (penyebaran kebencian berdasarkan SARA), Pasal 29 (ancaman kekerasan/menakut-nakuti) dan Pasal 45 (yang mengatur ancaman hukuman pidana untuk pasal 27, 28, dan 29). Keberadaan keempat pasal itu menjadi multitafsir yang menyebabkan orang dapat menyalahgunakan demi berbagai kepentingan.
"Di sini orang menjadi takut melakukan sesuatu di internet atau perangkat mobile. Jika kita sms atau berkomentar di Facebook, walaupun dalam inbox secara pribadi, seseorang bisa dituntut dengan dasar UU ITE. Di mana dalam pasal 45, ancaman hukuman 6 tahun penjara dan atau denda Rp1 miliar," kata pria, yang juga sebagai Regional Coordinator SAFENET ini.
Untuk itu, mereka mendukung DPR RI segera membahas UU ITE dengan memasukkannya ke dalam program legislasi nasional (Prolegnas).
Pendiri Forum Demokrasi Digital, Damar Juniarto mengemukakan, dalam upaya ini ada beberapa tuntutan revisi yang disampaikan. Salah satunya menelaah ulang revisi UU ITE, khususnya untuk memberikan ruang memadai bagi pengaturan konten dan pengawasannya.
"Perlu dipastikan adanya harmonisasi berbagai instrumentasi internasional HAM yang telah diadopsi Indonesia sebagai kerangka utama dalam revisi UU ITE," ujarnya, dalam diskusi di Gedung Sindo, Jakarta, Selasa (5/1/2015).
Damar mengungkapkan, ada beberapa pasal dalam UU ITE yang harus dihapus dalam revisi tersebut, seperti Pasal 27 (penghinaan/pencemaran nama), Pasal 28 (penyebaran kebencian berdasarkan SARA), Pasal 29 (ancaman kekerasan/menakut-nakuti) dan Pasal 45 (yang mengatur ancaman hukuman pidana untuk pasal 27, 28, dan 29). Keberadaan keempat pasal itu menjadi multitafsir yang menyebabkan orang dapat menyalahgunakan demi berbagai kepentingan.
"Di sini orang menjadi takut melakukan sesuatu di internet atau perangkat mobile. Jika kita sms atau berkomentar di Facebook, walaupun dalam inbox secara pribadi, seseorang bisa dituntut dengan dasar UU ITE. Di mana dalam pasal 45, ancaman hukuman 6 tahun penjara dan atau denda Rp1 miliar," kata pria, yang juga sebagai Regional Coordinator SAFENET ini.
(dmd)