Regulasi Kurang Melindungi Pelaku Telekomunikasi
A
A
A
JAKARTA - Menteri Komunikasi dan Informasi Rudiantara mengakui regulasi di Tanah Air kurang melindungi pelaku telekomunikasi. Dia mendukung upaya Mantan Direktur Utama PT Indosat Mega Media (IM2) Indar Atmanto mengajukan peninjauan kembali (PK) ke Mahkamah Agung untuk kedua kalinya.
"Saya ikuti surat Menteri Kominfo yang dulu saja yang menyebutkan memang tidak ada masalah, memang sudah sesuai dengan peraturan yang berlaku," ujar Rudiantara, dalam sebuah siaran pers yang diterima Sindonews, Selasa (17/11/2015).
Rudiantara menjelaskan, surat yang diterbitkan Menteri Komunikasi dan Informasi sebelumnya tentang kasus Indar sudah melewati kajian. Dari sisi Kementerian, sudah jelas ada dua surat menteri sebelumnya yang menyebutkan bahwa apa yang dilakukan Indar telah sesuai dengan peraturan yang ada.
Mantan Direktur Utama IM2 Indar dinyatakan melakukan korupsi dalam penggunaan jaringan 2,1 GHz/3G PT Indosat Tbk selama 2006-2012. Indar disebut melanggar perbuatan yang diatur dalam Pasal 2 ayat 1 juncto Pasal 18 ayat 1 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Tindakan Indar dianggap menimbulkan kerugian negara sebesar Rp1,36 triliun. Kejaksaan menilai, sebagai penyelenggara jasa telekomunikasi, IM2 telah memanfaatkan jaringan bergerak seluler frekuensi 3G tanpa izin resmi dari pemerintah.
Menanggapi hal ini, Rudiantara mengatakan, norma yang diatur dalam perundang-undangan dalam bidang telekomunikasi tidak mudah mengingat materi bidang telekomunikasi sarat dengan muatan teknis. Muatan teknis ini hanya dapat dipahami oleh para pelaku dan pemangku kepentingan sektor telekomunikasi, tetapi tidak mudah dipahami masyarakat awam.
"Hal ini menjadi tantangan bagi kami semua bagaimana menyikapi perundangan agar bisa mendapat pemahaman yang sama, sehingga tidak menimbulkan tafsir ganda yang bisa merugikan penyelenggara telekomunikasi dan industri telekomunikasi umumnya," ujar Suprawoto.
Di kesempatan itu, Rudiantara juga mengatakan soal regulasi telekomunikasi di Indonesia memang sangat ketinggalan dan kurang bisa melindungi industrinya. "Sudah putusan seperti itu ya susah. Memang struktur kebijakan industri ini rentan banget," ucapnya.
Sebelumnya Jaksa Agung, Muhammad Prasetyo, mempersilakan Indar melakukan kembali PK terdapat putusan PK yang ditolak MA. Pengajuan PK untuk kedua kalinya ini dianggap Prasetyo sebagai hal yang wajar. Bahkan, PK memiliki aturan yang dibenarkan oleh hukum, dan boleh diajukan lebih dari satu kali meski harus melihat dari sisi kepentingan masyarakat.
"Kita harus melihat kepentingan masyarakat. Saya minta semua bisa memahami jika tampaknya Indar Atmanto mau mengajukan PK lagi," ujar Prasetyo.
Prasetyo menyebutkan, pengajuan PK harus melihat manfaatnya ke masyarakat. Menurutnya, jika satu provider (penyedia jasa telekomunikasi) terganggu, maka nanti semua akan ikut terganggu. "Nanti kalian (media) terganggu juga," ujar Prasetyo.
"Saya ikuti surat Menteri Kominfo yang dulu saja yang menyebutkan memang tidak ada masalah, memang sudah sesuai dengan peraturan yang berlaku," ujar Rudiantara, dalam sebuah siaran pers yang diterima Sindonews, Selasa (17/11/2015).
Rudiantara menjelaskan, surat yang diterbitkan Menteri Komunikasi dan Informasi sebelumnya tentang kasus Indar sudah melewati kajian. Dari sisi Kementerian, sudah jelas ada dua surat menteri sebelumnya yang menyebutkan bahwa apa yang dilakukan Indar telah sesuai dengan peraturan yang ada.
Mantan Direktur Utama IM2 Indar dinyatakan melakukan korupsi dalam penggunaan jaringan 2,1 GHz/3G PT Indosat Tbk selama 2006-2012. Indar disebut melanggar perbuatan yang diatur dalam Pasal 2 ayat 1 juncto Pasal 18 ayat 1 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Tindakan Indar dianggap menimbulkan kerugian negara sebesar Rp1,36 triliun. Kejaksaan menilai, sebagai penyelenggara jasa telekomunikasi, IM2 telah memanfaatkan jaringan bergerak seluler frekuensi 3G tanpa izin resmi dari pemerintah.
Menanggapi hal ini, Rudiantara mengatakan, norma yang diatur dalam perundang-undangan dalam bidang telekomunikasi tidak mudah mengingat materi bidang telekomunikasi sarat dengan muatan teknis. Muatan teknis ini hanya dapat dipahami oleh para pelaku dan pemangku kepentingan sektor telekomunikasi, tetapi tidak mudah dipahami masyarakat awam.
"Hal ini menjadi tantangan bagi kami semua bagaimana menyikapi perundangan agar bisa mendapat pemahaman yang sama, sehingga tidak menimbulkan tafsir ganda yang bisa merugikan penyelenggara telekomunikasi dan industri telekomunikasi umumnya," ujar Suprawoto.
Di kesempatan itu, Rudiantara juga mengatakan soal regulasi telekomunikasi di Indonesia memang sangat ketinggalan dan kurang bisa melindungi industrinya. "Sudah putusan seperti itu ya susah. Memang struktur kebijakan industri ini rentan banget," ucapnya.
Sebelumnya Jaksa Agung, Muhammad Prasetyo, mempersilakan Indar melakukan kembali PK terdapat putusan PK yang ditolak MA. Pengajuan PK untuk kedua kalinya ini dianggap Prasetyo sebagai hal yang wajar. Bahkan, PK memiliki aturan yang dibenarkan oleh hukum, dan boleh diajukan lebih dari satu kali meski harus melihat dari sisi kepentingan masyarakat.
"Kita harus melihat kepentingan masyarakat. Saya minta semua bisa memahami jika tampaknya Indar Atmanto mau mengajukan PK lagi," ujar Prasetyo.
Prasetyo menyebutkan, pengajuan PK harus melihat manfaatnya ke masyarakat. Menurutnya, jika satu provider (penyedia jasa telekomunikasi) terganggu, maka nanti semua akan ikut terganggu. "Nanti kalian (media) terganggu juga," ujar Prasetyo.
(dmd)