Pengamat: Konten Lokal Terancam di Negeri Sendiri
A
A
A
JAKARTA - Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) di Indonesia terus mengalami pertumbuhan yang pesat. Hal ini sejalan dengan jumlah pengguna telepon seluler, pengguna internet, aplikasi serta konten yang digunakan oleh masyarakat Tanah Air.
Sayang, publik masih tidak menyadari akan adanya bahaya mengancam kedaulatan negara, sebagai akibat dari keberadaan konten asing yang semakin banyak masuk ke Indonesia.
"Di satu sisi perkembangan internet tanah air memang begitu cepat. Tapi di sisi lain, ini merupakan sebuah bentuk penjajahan baru terhadap dunia TIK di Indonesia," ucap Direktur Eksekutif ICT Institute, Heru Sutadi, dalam diskusi Kedaulatan Internet Indonesia di Jakarta, Selasa (10/11/2015).
Dia melihat, hal-hal terkait benefit yang ada saat ini masih lebih menguntungkan bagi konten-konten asing, seperti Google, Twitter, Facebok dan e-Commerce. "Hal ini cukup mengusik dimana, konten lokal terkena pajak sedangkan konten asing tidak terkena pajak," ujar Heru.
Dia menambahkan, sampai saat ini belum ada konten lokal yang mampu mendominasi di Indonesia. Bahkan yang terjadi sebaliknya, dimana konten asing semakin besar dan merajalela di indonesia.
"Dalam hal ini, perlu adanya bantuan dari Pemerintah untuk menertibkan konten-konten asing yang tidak bersaing secara sehat, disamping perlunya strategi dari para developer konten lokal untuk dapat berkembang. Namun, tidak hanya berkembang tapi juga bersaing dan bertahan di negeri sendiri," tutup Heru.
Sayang, publik masih tidak menyadari akan adanya bahaya mengancam kedaulatan negara, sebagai akibat dari keberadaan konten asing yang semakin banyak masuk ke Indonesia.
"Di satu sisi perkembangan internet tanah air memang begitu cepat. Tapi di sisi lain, ini merupakan sebuah bentuk penjajahan baru terhadap dunia TIK di Indonesia," ucap Direktur Eksekutif ICT Institute, Heru Sutadi, dalam diskusi Kedaulatan Internet Indonesia di Jakarta, Selasa (10/11/2015).
Dia melihat, hal-hal terkait benefit yang ada saat ini masih lebih menguntungkan bagi konten-konten asing, seperti Google, Twitter, Facebok dan e-Commerce. "Hal ini cukup mengusik dimana, konten lokal terkena pajak sedangkan konten asing tidak terkena pajak," ujar Heru.
Dia menambahkan, sampai saat ini belum ada konten lokal yang mampu mendominasi di Indonesia. Bahkan yang terjadi sebaliknya, dimana konten asing semakin besar dan merajalela di indonesia.
"Dalam hal ini, perlu adanya bantuan dari Pemerintah untuk menertibkan konten-konten asing yang tidak bersaing secara sehat, disamping perlunya strategi dari para developer konten lokal untuk dapat berkembang. Namun, tidak hanya berkembang tapi juga bersaing dan bertahan di negeri sendiri," tutup Heru.
(dyt)