2015, Fujitsu Fokus ke Pendidikan
A
A
A
JAKARTA - Sektor pendidikan menjadi fokus utama Fujitsu Indonesia pada 2015. Managing Director, Fujitsu Indonesia Achmad S Sofwan menilai, industri pendidikan memiliki manajemen yang sangat kompleks sehingga membutuhkan infrastruktur TI yang kuat dan akomodatif.
Menurut Achmad, solusi Fujitsu diklaim mampu menjadikan sekolah atau universitas tidak saja dapat mengelola administrasinya dengan baik, juga mampu membangun sistem belajar-mengajar yang benar-benar berorientasi kepada optimalisasi kualitas pengajar, materi belajar-mengajar, serta siswa.
”Solusi Fujitsu Education Solution dapat diimplentasikan oleh pendidikan dasar, menengah, maupun pendidikan tinggi,” ungkap Achmad.
Country Head Application Service Fujitsu Indonesia Made Sudharma mengatakan, pemanfaatan ICT oleh pelajar hanya tinggal menunggu waktu.
”Di SMPN 1 Jakarta sudah ada proyektor dimana siswa harus mempresentasikan tugas mereka didepan kelas menggunakan notebook atau tablet,” paparnya.
Melalui penerapan solusi Fujitsu Education Solution, Made menyebut bahwa sekolah mampu mengidentifikasi kebutuhan dari masing-masing siswa, menganalisanya, dan memberikan solusi terbaik dengan pendekatan personal.
”Dengan pendekatan berbasis analisa data yang terintegrasi dan akurat, lembaga pendidikan dapat melihat situasi dan kondisi siswa, keaktifan mereka dalam mengikuti mata pelajaran atau perkuliahan, daya serap siswa terhadap materi yang diajarkan, minat siswa, problem yang mereka sedang hadapi, serta kelebihan dan kekurangan masing-masing siswa,” papar Made panjang lebar.
Selanjutnya, ia menuturkan, data tersebut dapat dijadikan landasan dalam memberikan solusi pengajaran yang tepat dan efektif yang sesuai dengan kebutuhan. Pendekatan ini membantu lembaga pendidikan dalam mengoptimalkan potensi yang dimiliki masing-masing individu.
”Pengajar juga dimungkinkan untuk melakukan evaluasi mandiri karena platform yang disediakan mampu mendukung setiap proses pengajaran, mulai persiapan, penerapan hingga evaluasi,” ungkap Made lagi.
Kemampuan mengintegrasikan dan menganalisa data dari berbagai departemen untuk selanjutnya diolah menjadi pendekatan yang komprehensif.
Made mengakui, disparitas ICT di sektor pendidikan di Indonesia masih sangat tinggi. Menurutnya, ada sekolah yang ”mature” dalam dunia ICT, tapi banyak juga guru yang literasi teknologinya masih sangat rendah.
”Karena itu, cara pendekatan pun harus dipikirkan. Jangan sampai solusinya terlalu tinggi sehingga tidak dapat digunakan. Karena sebagus apapun sistem, tapi kalau tidak ada keinginan dari akademisi untuk memakainya, maka percuma,” paparnya.
Menurut Achmad, solusi Fujitsu diklaim mampu menjadikan sekolah atau universitas tidak saja dapat mengelola administrasinya dengan baik, juga mampu membangun sistem belajar-mengajar yang benar-benar berorientasi kepada optimalisasi kualitas pengajar, materi belajar-mengajar, serta siswa.
”Solusi Fujitsu Education Solution dapat diimplentasikan oleh pendidikan dasar, menengah, maupun pendidikan tinggi,” ungkap Achmad.
Country Head Application Service Fujitsu Indonesia Made Sudharma mengatakan, pemanfaatan ICT oleh pelajar hanya tinggal menunggu waktu.
”Di SMPN 1 Jakarta sudah ada proyektor dimana siswa harus mempresentasikan tugas mereka didepan kelas menggunakan notebook atau tablet,” paparnya.
Melalui penerapan solusi Fujitsu Education Solution, Made menyebut bahwa sekolah mampu mengidentifikasi kebutuhan dari masing-masing siswa, menganalisanya, dan memberikan solusi terbaik dengan pendekatan personal.
”Dengan pendekatan berbasis analisa data yang terintegrasi dan akurat, lembaga pendidikan dapat melihat situasi dan kondisi siswa, keaktifan mereka dalam mengikuti mata pelajaran atau perkuliahan, daya serap siswa terhadap materi yang diajarkan, minat siswa, problem yang mereka sedang hadapi, serta kelebihan dan kekurangan masing-masing siswa,” papar Made panjang lebar.
Selanjutnya, ia menuturkan, data tersebut dapat dijadikan landasan dalam memberikan solusi pengajaran yang tepat dan efektif yang sesuai dengan kebutuhan. Pendekatan ini membantu lembaga pendidikan dalam mengoptimalkan potensi yang dimiliki masing-masing individu.
”Pengajar juga dimungkinkan untuk melakukan evaluasi mandiri karena platform yang disediakan mampu mendukung setiap proses pengajaran, mulai persiapan, penerapan hingga evaluasi,” ungkap Made lagi.
Kemampuan mengintegrasikan dan menganalisa data dari berbagai departemen untuk selanjutnya diolah menjadi pendekatan yang komprehensif.
Made mengakui, disparitas ICT di sektor pendidikan di Indonesia masih sangat tinggi. Menurutnya, ada sekolah yang ”mature” dalam dunia ICT, tapi banyak juga guru yang literasi teknologinya masih sangat rendah.
”Karena itu, cara pendekatan pun harus dipikirkan. Jangan sampai solusinya terlalu tinggi sehingga tidak dapat digunakan. Karena sebagus apapun sistem, tapi kalau tidak ada keinginan dari akademisi untuk memakainya, maka percuma,” paparnya.
(dol)