Negara-Negara di Eropa Menyerang Meta Gara-Gara Pelanggaran Privasi Data
loading...
A
A
A
JAKARTA - Saham terpuruk, pemecatan karyawan besar-besaran, serta metaverse yang gagal tidak membuat kesialan Meta berhenti.
Raksasa media sosial dan induk Facebook itu mendapat denda ratusan juta Euro dari regulator Uni Eropa. Alasannya: pelanggaran privasi. Meta juga terancam dilarang memaksa 27 negara di Eropa untuk menyetujui iklan yang dipersonalisasi berdasarkan aktivitas online mereka.
Tidak seperti Indonesia, Eropa sangat ketat terhadap privasi di dunia maya. Mereka tidak ingin aktivitas online pengguna direkam oleh raksasa media sosial seperti Facebook.
Padahal, Facebook harus melakukan itu untuk jualan iklan. Supaya iklan yang disuguhkan ke pengguna sesuai dengan minat/keinginannya. Jika personalisasi pengguna ini dilarang, model bisnis Meta akan terancam.
Komisi Perlindungan Data Irlandia memberlakukan dua denda sebesar 390 juta Euro (Rp 6,4 triliun) dari dua kasus. Meta mengatakan akan mengajukan banding.
Selain 2 kasus itu, masih ada 1 kasus lain yang melibatkan layanan WhatsApp yang baru diputus akhir bulan ini.
Irlandia adalah negara yang paling rewel soal aturan privasi. Sejak 2021, regulator Irlandia sudah menjatuhkan 4 denda untuk Meta gara-gara pelanggaran privasi data. Totalnya mencapai lebih dari 900 juta Euro (Rp 14,9 triliun).
Selain Irlandia, Meta juga berhadapan dengan lembaga antimonopoli UE di Brussel. Mereka menuduh Meta bulan lalu mendistorsi persaingan dalam iklan baris.
Lembaga tersebut mendenda perusahaan 210 juta Euro (Rp 3,4 triliun) untuk pelanggaran aturan privasi data UE yang melibatkan Facebook dan tambahan 180 juta Euro (Rp 2,9 triliun) untuk pelanggaran yang melibatkan Instagram.
Ketatnya regulasi di Eropa ini dimulai sejak Mei 2018. Tepatnya, ketika blok 27 negara Eropa menyepakati aturan privasi baru yang disebut General Data Protection Regulation (GDPR).
Aturan ini berbenturan langsung dengan bisnis model Meta, yang mengandalkan persetujuan pengguna untuk memproses data pribadi mereka.
Data pribadi itu digunakan untuk “melayani” pengguna dengan iklan yang dipersonalisasi, atau perilaku, yang didasarkan pada apa yang dicari pengguna secara online, situs web yang mereka kunjungi, atau video yangmerekaklik.
Raksasa media sosial dan induk Facebook itu mendapat denda ratusan juta Euro dari regulator Uni Eropa. Alasannya: pelanggaran privasi. Meta juga terancam dilarang memaksa 27 negara di Eropa untuk menyetujui iklan yang dipersonalisasi berdasarkan aktivitas online mereka.
Tidak seperti Indonesia, Eropa sangat ketat terhadap privasi di dunia maya. Mereka tidak ingin aktivitas online pengguna direkam oleh raksasa media sosial seperti Facebook.
Padahal, Facebook harus melakukan itu untuk jualan iklan. Supaya iklan yang disuguhkan ke pengguna sesuai dengan minat/keinginannya. Jika personalisasi pengguna ini dilarang, model bisnis Meta akan terancam.
Komisi Perlindungan Data Irlandia memberlakukan dua denda sebesar 390 juta Euro (Rp 6,4 triliun) dari dua kasus. Meta mengatakan akan mengajukan banding.
Selain 2 kasus itu, masih ada 1 kasus lain yang melibatkan layanan WhatsApp yang baru diputus akhir bulan ini.
Irlandia adalah negara yang paling rewel soal aturan privasi. Sejak 2021, regulator Irlandia sudah menjatuhkan 4 denda untuk Meta gara-gara pelanggaran privasi data. Totalnya mencapai lebih dari 900 juta Euro (Rp 14,9 triliun).
Selain Irlandia, Meta juga berhadapan dengan lembaga antimonopoli UE di Brussel. Mereka menuduh Meta bulan lalu mendistorsi persaingan dalam iklan baris.
Lembaga tersebut mendenda perusahaan 210 juta Euro (Rp 3,4 triliun) untuk pelanggaran aturan privasi data UE yang melibatkan Facebook dan tambahan 180 juta Euro (Rp 2,9 triliun) untuk pelanggaran yang melibatkan Instagram.
Ketatnya regulasi di Eropa ini dimulai sejak Mei 2018. Tepatnya, ketika blok 27 negara Eropa menyepakati aturan privasi baru yang disebut General Data Protection Regulation (GDPR).
Aturan ini berbenturan langsung dengan bisnis model Meta, yang mengandalkan persetujuan pengguna untuk memproses data pribadi mereka.
Data pribadi itu digunakan untuk “melayani” pengguna dengan iklan yang dipersonalisasi, atau perilaku, yang didasarkan pada apa yang dicari pengguna secara online, situs web yang mereka kunjungi, atau video yangmerekaklik.
(dan)