Tren Metaverse Menurun, Ini Jawaban Meta Indonesia
loading...
A
A
A
JAKARTA - Tren soal metaverse terpantau menurun memasuki akhir 2022 ini. Padahal, sebelum-sebelumnya metaverse disebut sebagai “the next big thing”. Yakni, teknologi baru yang benar-benar akan mengubah kehidupan warga dunia.
Terlebih, ketika Facebook memutuskan mengubah nama mereka menjadi Meta . Sejak awal 2022 pemberitaan terkait konsep dunia virtual tersebut berdengung kencang. Meski demikian, dalam beberapa bulan terakhir nyaris tidak ada hal positif soal Meta . Mulai dari pendapatan turun, hingga pengguna metaverse Facebook yang kurang dari 200.000 (kecil sekali).
Menanggapi hal tersebut, Country Director Meta untuk Indonesia Pieter Lydian angkat bicara. Menurutnya, naik turunnya tren atau pemberitaan itu wajar. Tapi, bukan berarti apa yang sedang dikerjakan telah gagal.
”Terkait pemberitaan tentang metaverse yang mulai meredup, menurut kami wajar. Itu merupakan sebuah siklus karena kalau terus menerus juga orang akan bosan. Di sini tugas kami adalah mendorong agar (metaverse) bisa berjalan dengan baik," ujarnya saat dijumpai di kantor Meta Indonesia, di Jakarta Selatan, Rabu (19/10).
Lebih lanjut, Pieter mengaku optimistis akan masa depan metaverse. Termasuk juga di Indonesia. Ia mengatakan bahwa proses untuk masuk ke metaverse sebenarnya sudah berjalan di Indonesia.
"Dari segi infrastruktur kita bekerja sama dengan berbagai pihak termasuk Kominfo yang tengah bangun dua kabel bawah laut. Kalau itu terjadi 70% kapasitas internet indonesia akan naik. Kita punya 5-10 tahun untuk metaverse," ungkap Pieter.
"Sementara kalau bicara soal tantangan gadget sebenarnya kalau kita pikir juga tidak jauh-jauh banget. Teknologi AR/VR saat ini sudah ada di smartphone tinggal dipindahkan ke gadget yang lebih advance seperti misalnya kacamata," lanjutnya.
Meski demikian, Pieter tak menampik bahwa metaverse saat ini memang masih terbilang mahal. Ini lantaran industri juga masih melakukan pengembangan-pengembangan lebih lanjut untuk membuat teknologi metaverse lebih matang.
"Sekarang perangkat dan semuanya memang mahal. Tapi nanti akan terjadi level adopsi, di sini teknologi mulai mature/dewasa, di mana pabrik-pabrik akan masuk ke industri dan pada akhirnya harga juga akan turun sehingga affordability (keterjangkauan) terjadi,"pungkasnya.
Terlebih, ketika Facebook memutuskan mengubah nama mereka menjadi Meta . Sejak awal 2022 pemberitaan terkait konsep dunia virtual tersebut berdengung kencang. Meski demikian, dalam beberapa bulan terakhir nyaris tidak ada hal positif soal Meta . Mulai dari pendapatan turun, hingga pengguna metaverse Facebook yang kurang dari 200.000 (kecil sekali).
Menanggapi hal tersebut, Country Director Meta untuk Indonesia Pieter Lydian angkat bicara. Menurutnya, naik turunnya tren atau pemberitaan itu wajar. Tapi, bukan berarti apa yang sedang dikerjakan telah gagal.
”Terkait pemberitaan tentang metaverse yang mulai meredup, menurut kami wajar. Itu merupakan sebuah siklus karena kalau terus menerus juga orang akan bosan. Di sini tugas kami adalah mendorong agar (metaverse) bisa berjalan dengan baik," ujarnya saat dijumpai di kantor Meta Indonesia, di Jakarta Selatan, Rabu (19/10).
Lebih lanjut, Pieter mengaku optimistis akan masa depan metaverse. Termasuk juga di Indonesia. Ia mengatakan bahwa proses untuk masuk ke metaverse sebenarnya sudah berjalan di Indonesia.
"Dari segi infrastruktur kita bekerja sama dengan berbagai pihak termasuk Kominfo yang tengah bangun dua kabel bawah laut. Kalau itu terjadi 70% kapasitas internet indonesia akan naik. Kita punya 5-10 tahun untuk metaverse," ungkap Pieter.
"Sementara kalau bicara soal tantangan gadget sebenarnya kalau kita pikir juga tidak jauh-jauh banget. Teknologi AR/VR saat ini sudah ada di smartphone tinggal dipindahkan ke gadget yang lebih advance seperti misalnya kacamata," lanjutnya.
Meski demikian, Pieter tak menampik bahwa metaverse saat ini memang masih terbilang mahal. Ini lantaran industri juga masih melakukan pengembangan-pengembangan lebih lanjut untuk membuat teknologi metaverse lebih matang.
"Sekarang perangkat dan semuanya memang mahal. Tapi nanti akan terjadi level adopsi, di sini teknologi mulai mature/dewasa, di mana pabrik-pabrik akan masuk ke industri dan pada akhirnya harga juga akan turun sehingga affordability (keterjangkauan) terjadi,"pungkasnya.
(dan)