Keren, Ilmuan Kembangkan Multirobot Berkolaborasi Sebagai Satu tim
loading...
A
A
A
Para peneliti di Universitas Surrey baru-baru ini telah mengembangkan algoritma pengorganisasian diri yang terinspirasi oleh morfogenesis biologis. Pengorganisasian ini bisa menghasilkan formasi untuk tim multirobot yang mampu beradaptasi dengan lingkungan tempat mereka bergerak.
Para peneliti mendapat dukungan dari Komisi Seventh Framwork Programme (FP7) Eropa untuk mengembangkan penelitian terbarunya. Komisi FP7 Eropa bergerak pada bidang penelitian dan pengembangan.
“Penelitian ini dapat ditelusuri kembali ke pekerjaan saya sebelumnya pada robot morfogenetik yang menerapkan prinsip-prinsip genetik dan seluler, yang mendasari morfogenesis biologis pada pengorganisasian mandiri sistem kolektif seperti gerombolan robot,” kata Profesor Yaochu Jin, Ketua dan Penyelidik Utama Universitas Surrey, dikutip dari TechXplore.
Ia mengungkapkan, gagasan utama mereka adalah membangun metafora antara sel-sel dalam organisme multi seluler dan robot. Ini termasuk modul untuk robot modular yang bisa dikonfigurasi ulang. Keuntungan utama menggunakan prinsip morfologi seperti di alam dapat menghasilkan perilaku robot secara kolektif. Robot akan mengatur dirinya sendiri dengan cara dipandu, diprediksi, dan bisa dikendalikan.
Namun, sistem pengorganisasian diri (tanpa kontrol terpusat) juga memiliki sejumlah keterbatasan. Termasuk tantangan untuk mendefinisikan aturan interaksi lokal terhadap perilaku kelompok yang diinginkan. Hal ini mengindikasikan betapa sulitnya memprediksi dan mengendalikan perilaku global sistem.
Untuk mencari solusinya, Jin dan rekan-rekannya berusaha mengatasi keterbatasan ini dengan menggunakan robot sederhana yang cukup mendasar dan tidak mampu melokalkan diri mereka sendiri. Menerapkan prinsip-prinsip morfologis pada robot ‘minimalis’ dapat memungkinkan perilaku kelompok lebih efektif, seperti target di sekitar atau formasi tim.
“Perbedaan utama antara karya kami baru-baru ini dan penelitian sebelumnya adalah kami menggunakan robot yang sangat sederhana, yang tidak memiliki lokalisasi diri dankemampuan orientasi,” kata Jin.
Dalam perkembangan biologis, sel dipandu ke posisi yang diinginkan oleh jenis bahan kimia disebut morfogen atau lebih khusus gradien morfogen (perubahan konsentrasi morfogen dalam tubuh hewan). Gradien morfogen bisa ditentukan karena mereka dibentuk melalui apa yang dikenal sebagai ‘perkembangan morfologis’.
Para peneliti mengambil inspirasi dari proses yang disebut morfogenesis biologis, karena sel-sel menghasilkan morfogen sendiri ketika organisme berkembang seperti di alam. Mereka mencoba mereplikasi prinsip morfogenesis biologis untuk memandu robot dan membentuk perilaku kelompok mereka.
“Selama pengorganisasian diri dan target, dapat menghasilkan morfogen tepi yang dapat dirasakan robot lain (dalam kisaran penginderaan robot),” kata Jin.
Jin mengungkapkan, robot menerima informasi yang menyimulasikan morfogen dari robot lainnya dan meneruskan informasi tersebut pada robot lain. Robot-robot itu akan menyimulasikan proses reaksi dan difusi morfogen biologis.
Para peneliti berasumsi bahwa robot hanya dapat merasakan objek (target atau robot lain) dalam jangkauan indranya. Mereka menggunakan robot yang disebut kilobot, tidak memiliki kemampuan mengatur diri sendiri dan orientasi.
Mereka mereproduksi prinsip-prinsip morfogenetik yang diamati dialam dengan menggunakan gradien(perbedaan konsentrasi) morfogen buatan untuk memandu pergerakan beberapa robot. Tujuannya adalah robot bisa menghasilkan perilaku kelompok tertentu sesuai dengan keinginannya.
Dalam serangkaian tes pendahuluan, jaringan pengatur gen hierarkis(H-GRN) memungkinkan robot bergerak secara mandiri menuju tujuan yang tidak ditentukan sebelumnya. Robot bisa mengelilingi target atau membentuk bentuk tertentu.
“Kami menemukan bahwa dengan belajar dari morfogenesis biologis, robot sederhana tanpa kemampuan lokalisasi diri (menentukan koordinat dalam lingkungan tertentu) seperti kilobot, dapat secara merata mengelilingi target bergerak atau stasioner dengan cara yang terorganisasi secara mandiri,” Kata Jin.
Sebagian besar, kata Jin, pendekatan yang dikembangkan sebelumnya untuk menghasilkan perilaku robot kolaboratif. Di sisi lain, robot dirancang untuk mengetahui posisi mereka sendiri.
Tim peneliti mengembangkan jaringan pengaturan gen hierarkis baru dengan beberapa keunggulan yang tidak dimiliki metode lain. Salah satunya adalah bisa digunakan untuk membentuk perilaku ratusan bahkan ribuan robot yang akan menyelesaikan target di sekitar atau melacak tugas tanpa kontrol terpusat dan tanpa informasi sebelumnya.
Di masa depan, Jin dan rekan-rekannya akan mengembangkansistem pengorganisasian heterogen,dimana ada kelas robot yang berbeda.Perbedaan ini akan terlihat padakemampuan yang dimiliki setiaprobot, tapi masih dalam satu organi -sasi. “Ini dapat menghasilkan perilakukolektif yang lebih kuat, sangat kuatdan sangat terkendali,” kata Jin. (Fandy)
Para peneliti mendapat dukungan dari Komisi Seventh Framwork Programme (FP7) Eropa untuk mengembangkan penelitian terbarunya. Komisi FP7 Eropa bergerak pada bidang penelitian dan pengembangan.
“Penelitian ini dapat ditelusuri kembali ke pekerjaan saya sebelumnya pada robot morfogenetik yang menerapkan prinsip-prinsip genetik dan seluler, yang mendasari morfogenesis biologis pada pengorganisasian mandiri sistem kolektif seperti gerombolan robot,” kata Profesor Yaochu Jin, Ketua dan Penyelidik Utama Universitas Surrey, dikutip dari TechXplore.
Ia mengungkapkan, gagasan utama mereka adalah membangun metafora antara sel-sel dalam organisme multi seluler dan robot. Ini termasuk modul untuk robot modular yang bisa dikonfigurasi ulang. Keuntungan utama menggunakan prinsip morfologi seperti di alam dapat menghasilkan perilaku robot secara kolektif. Robot akan mengatur dirinya sendiri dengan cara dipandu, diprediksi, dan bisa dikendalikan.
Namun, sistem pengorganisasian diri (tanpa kontrol terpusat) juga memiliki sejumlah keterbatasan. Termasuk tantangan untuk mendefinisikan aturan interaksi lokal terhadap perilaku kelompok yang diinginkan. Hal ini mengindikasikan betapa sulitnya memprediksi dan mengendalikan perilaku global sistem.
Untuk mencari solusinya, Jin dan rekan-rekannya berusaha mengatasi keterbatasan ini dengan menggunakan robot sederhana yang cukup mendasar dan tidak mampu melokalkan diri mereka sendiri. Menerapkan prinsip-prinsip morfologis pada robot ‘minimalis’ dapat memungkinkan perilaku kelompok lebih efektif, seperti target di sekitar atau formasi tim.
“Perbedaan utama antara karya kami baru-baru ini dan penelitian sebelumnya adalah kami menggunakan robot yang sangat sederhana, yang tidak memiliki lokalisasi diri dankemampuan orientasi,” kata Jin.
Dalam perkembangan biologis, sel dipandu ke posisi yang diinginkan oleh jenis bahan kimia disebut morfogen atau lebih khusus gradien morfogen (perubahan konsentrasi morfogen dalam tubuh hewan). Gradien morfogen bisa ditentukan karena mereka dibentuk melalui apa yang dikenal sebagai ‘perkembangan morfologis’.
Para peneliti mengambil inspirasi dari proses yang disebut morfogenesis biologis, karena sel-sel menghasilkan morfogen sendiri ketika organisme berkembang seperti di alam. Mereka mencoba mereplikasi prinsip morfogenesis biologis untuk memandu robot dan membentuk perilaku kelompok mereka.
“Selama pengorganisasian diri dan target, dapat menghasilkan morfogen tepi yang dapat dirasakan robot lain (dalam kisaran penginderaan robot),” kata Jin.
Jin mengungkapkan, robot menerima informasi yang menyimulasikan morfogen dari robot lainnya dan meneruskan informasi tersebut pada robot lain. Robot-robot itu akan menyimulasikan proses reaksi dan difusi morfogen biologis.
Para peneliti berasumsi bahwa robot hanya dapat merasakan objek (target atau robot lain) dalam jangkauan indranya. Mereka menggunakan robot yang disebut kilobot, tidak memiliki kemampuan mengatur diri sendiri dan orientasi.
Mereka mereproduksi prinsip-prinsip morfogenetik yang diamati dialam dengan menggunakan gradien(perbedaan konsentrasi) morfogen buatan untuk memandu pergerakan beberapa robot. Tujuannya adalah robot bisa menghasilkan perilaku kelompok tertentu sesuai dengan keinginannya.
Dalam serangkaian tes pendahuluan, jaringan pengatur gen hierarkis(H-GRN) memungkinkan robot bergerak secara mandiri menuju tujuan yang tidak ditentukan sebelumnya. Robot bisa mengelilingi target atau membentuk bentuk tertentu.
“Kami menemukan bahwa dengan belajar dari morfogenesis biologis, robot sederhana tanpa kemampuan lokalisasi diri (menentukan koordinat dalam lingkungan tertentu) seperti kilobot, dapat secara merata mengelilingi target bergerak atau stasioner dengan cara yang terorganisasi secara mandiri,” Kata Jin.
Sebagian besar, kata Jin, pendekatan yang dikembangkan sebelumnya untuk menghasilkan perilaku robot kolaboratif. Di sisi lain, robot dirancang untuk mengetahui posisi mereka sendiri.
Tim peneliti mengembangkan jaringan pengaturan gen hierarkis baru dengan beberapa keunggulan yang tidak dimiliki metode lain. Salah satunya adalah bisa digunakan untuk membentuk perilaku ratusan bahkan ribuan robot yang akan menyelesaikan target di sekitar atau melacak tugas tanpa kontrol terpusat dan tanpa informasi sebelumnya.
Di masa depan, Jin dan rekan-rekannya akan mengembangkansistem pengorganisasian heterogen,dimana ada kelas robot yang berbeda.Perbedaan ini akan terlihat padakemampuan yang dimiliki setiaprobot, tapi masih dalam satu organi -sasi. “Ini dapat menghasilkan perilakukolektif yang lebih kuat, sangat kuatdan sangat terkendali,” kata Jin. (Fandy)
(ysw)