Mengenal Cara Kerja Wireless Charging, Ternyata Ada Sejak 100 Tahun Lalu
loading...
A
A
A
JAKARTA - Cara kerja wireless charging berupa pengisian daya tanpa kabel ini ternyata mengadopsi ide Nikola Tesla ratusan tahun lalu. Kini sejumlah smartphone premium sudah menggunakan wireless charging untuk melakukan pengisian daya.
Seiring dengan perkembangan zaman, teknologi semakin hari kian canggih. Salah satu yang menarik diulas adalah teknologi pengisian daya nirkabel atau yang lebih dikenal dengan wireless charging.
Wireless charging menawarkan pengisian daya yang praktis tanpa kabel. Teknologi yang satu ini memungkinkan penggunanya melakukan pengisian daya hanya dengan menaruh perangkat ke sebuah docking.
Saat perangkat di taruh, kumparan kecil di perangkat akan memanen energi dari medan magnet, dan menggunakannya untuk memberi daya pada baterai. Wireless charging menjadi alternatif pengisian daya yang nyaman.
Lantas seperti apa perjalanan wireless charging hingga seperti sekarang ini, dan bagaimana cara kerjanya? Berikut adalah paparannya, seperti dilansir dari Business Insider, Selasa (19/4/2022).
Wireless charging sebenarnya bukanlah teknologi yang benar-benar baru. Metode pengisian daya yang satu ini sudah ada sejak lebih dari 100 tahun yang lalu, ditemukan oleh seorang ilmuan terkenal, Nikola Tesla.
Pada akhir 1800-an, Nikola Tesla berhasil mentransmisikan listrik melalui udara. Dia menggunakan proses yang disebut resonant-inductive coupling, yang bekerja dengan menciptakan medan magnet antara pemancar dan listrik untuk menyalakan bola lampu di laboratoriumnya di New York City.
Beberapa tahun kemudian, ia mematenkan idenya ini, Tesla — menara dengan kumparan di bagian atas yang dapat memancarkan listrik. Tesla memiliki visi yang jauh lebih besar dari jaringan listrik nirkabel, namun mimpi ini tidak pernah terwujud.
Nah prinsip dasar pengisian daya induktif yang sama berlaku pada wireless charging di perangkat smartphone. Perangkat yang mendukung wireless charging dapat melakukannya karena memiliki jenis kumparan yang tepat di dalamnya.
Kumparan elektromagnetik, kumparan induksi di dasar pengisian, menciptakan medan magnet dan biasanya berupa antena untuk mengirimkan medan energi. Lalu kumparan kedua yang lebih kecil di smartphone mengubahnya menjadi energi yang dapat digunakan untuk baterai.
Dalam beberapa tahun terakhir, teknologi wireless charging terus berkembang pesat. Kecepatan pengisiannya telah meningkat dan banyak desainer telah menyatukan teknologi mereka di bawah standar Qi (diucapkan "Chee") sehingga produk dapat digunakan dengan berbagai merek dan model smartphone.
Perlu diketahu, perangkat smartphone bukan satu-satunya yang bisa menggunakan teknologi wireless charging, implan medis seperti alat pacu jantung juga dapat diisi ulang secara nirkabel. Sayangnya wireless charging masih mahal sekarang.
Selain itu juga wireless charging masih memiliki jarak yang terbatas. Semakin jauh penerima dari pemancar, semakin sedikit energi yang akan diterimanya dari medan magnet. Tapi semua itu akan menjadi lebih baik setiap tahunnya.
Seiring dengan perkembangan zaman, teknologi semakin hari kian canggih. Salah satu yang menarik diulas adalah teknologi pengisian daya nirkabel atau yang lebih dikenal dengan wireless charging.
Wireless charging menawarkan pengisian daya yang praktis tanpa kabel. Teknologi yang satu ini memungkinkan penggunanya melakukan pengisian daya hanya dengan menaruh perangkat ke sebuah docking.
Saat perangkat di taruh, kumparan kecil di perangkat akan memanen energi dari medan magnet, dan menggunakannya untuk memberi daya pada baterai. Wireless charging menjadi alternatif pengisian daya yang nyaman.
Lantas seperti apa perjalanan wireless charging hingga seperti sekarang ini, dan bagaimana cara kerjanya? Berikut adalah paparannya, seperti dilansir dari Business Insider, Selasa (19/4/2022).
Wireless charging sebenarnya bukanlah teknologi yang benar-benar baru. Metode pengisian daya yang satu ini sudah ada sejak lebih dari 100 tahun yang lalu, ditemukan oleh seorang ilmuan terkenal, Nikola Tesla.
Pada akhir 1800-an, Nikola Tesla berhasil mentransmisikan listrik melalui udara. Dia menggunakan proses yang disebut resonant-inductive coupling, yang bekerja dengan menciptakan medan magnet antara pemancar dan listrik untuk menyalakan bola lampu di laboratoriumnya di New York City.
Beberapa tahun kemudian, ia mematenkan idenya ini, Tesla — menara dengan kumparan di bagian atas yang dapat memancarkan listrik. Tesla memiliki visi yang jauh lebih besar dari jaringan listrik nirkabel, namun mimpi ini tidak pernah terwujud.
Nah prinsip dasar pengisian daya induktif yang sama berlaku pada wireless charging di perangkat smartphone. Perangkat yang mendukung wireless charging dapat melakukannya karena memiliki jenis kumparan yang tepat di dalamnya.
Kumparan elektromagnetik, kumparan induksi di dasar pengisian, menciptakan medan magnet dan biasanya berupa antena untuk mengirimkan medan energi. Lalu kumparan kedua yang lebih kecil di smartphone mengubahnya menjadi energi yang dapat digunakan untuk baterai.
Dalam beberapa tahun terakhir, teknologi wireless charging terus berkembang pesat. Kecepatan pengisiannya telah meningkat dan banyak desainer telah menyatukan teknologi mereka di bawah standar Qi (diucapkan "Chee") sehingga produk dapat digunakan dengan berbagai merek dan model smartphone.
Perlu diketahu, perangkat smartphone bukan satu-satunya yang bisa menggunakan teknologi wireless charging, implan medis seperti alat pacu jantung juga dapat diisi ulang secara nirkabel. Sayangnya wireless charging masih mahal sekarang.
Selain itu juga wireless charging masih memiliki jarak yang terbatas. Semakin jauh penerima dari pemancar, semakin sedikit energi yang akan diterimanya dari medan magnet. Tapi semua itu akan menjadi lebih baik setiap tahunnya.
(ysw)