Omzet Situs Streaming Ilegal Rp18,6 Triliun Setahun, Wajar Susah Ditutup!
loading...
A
A
A
JAKARTA - Salah satu kebiasaan baru dimasa pandemi adalah ini: menonton TV atau film dengan cara online/streaming. Sebab, bioskop masih banyak yang tutup. Kalaupun buka, pilihan filmnya tidak menarik.
Sebaliknya, layanan streaming berbayar mudah di akses. Mulai dari Netflix, Amazon Prime, Disney+ Hotstar, hingga Catchplay.
Namun, tak sedikit pengguna yang mencari cara curang. Mereka ingin menonton film terbaru dengan gratis tanpa mau berlangganan.
Caranya, dengan masuk ke situs layanan streaming film ilegal atau tidak resmi. Situs ini banyak dan mudah sekali ditemukan di internet.
Yang memprihatinkan, survei Asia Video Industry Association’s Coalition Against Piracy (CAP) menyebut bahwa 63% pengguna layanan streaming online di Indonesia lebih suka menonton siaran melalui situs ilegal.
Alasan yang paling mendasar dari penggunaan layanan ini adalah karena sifatnya yang gratis, alias tidak berbayar.
Meski pada 2021 silam pemerintah sudah berupaya menutup kurang lebih sebanyak 224 situs streaming ilegal. Namun, hal itu tidak menghentikan munculnya situs-situs baru yang menawarkan layanan yang sama.
Hal ini dikarenakan permintaan terhadap layanan streaming ilegal saat ini juga masih tinggi di kalangan pengguna internet.
Sebab, menurut riset kolaborasi terbaru dari perusahaan non-profit Digital Citizens Alliance dan perusahaan anti-pembajakan White Bullet Solutions, situs-situs yang menyediakan layanan streaming gratis tersebut dapat meraih keuntungan dari iklan digital hingga mencapai USD1,3 miliar atau Rp18,6 triliun per tahun.
Karena itu, tidak heran jika para pelaku pembajakan ini terus bermunculan meskipun pemerintah sudah gencar menutup layanan mereka.
”Dari jumlah pemasukannya, kita sudah bisa menilai bahwa saat ini pasar bagi layanan streaming ilegal masih tinggi dan menguntungkan,” beber Presiden Direktur PT ITSEC Asia Andri Hutama Putra.
Karena itu, Andri menyebut bahwa langkah konkret pemerintah dalam menutup situs-situs streaming ilegal ini juga harus diimbangi dengan edukasi akan bahaya yang mengintai dari platform tersebut. Sebab, jika penonton situs streaming ilegal masih ada dan besar, maka situs yang menyediakan layanan streaming ilegal akan terus bermunculan seberapa pun seringnya ditutup.
Studi dari McAfee pada 2020 menunjukkan bahwa 9 dari 10 film yang berada di popularitas top 10 berpotensi tinggi menjadi sasaran kejahatan siber.
Sebaliknya, layanan streaming berbayar mudah di akses. Mulai dari Netflix, Amazon Prime, Disney+ Hotstar, hingga Catchplay.
Namun, tak sedikit pengguna yang mencari cara curang. Mereka ingin menonton film terbaru dengan gratis tanpa mau berlangganan.
Caranya, dengan masuk ke situs layanan streaming film ilegal atau tidak resmi. Situs ini banyak dan mudah sekali ditemukan di internet.
Yang memprihatinkan, survei Asia Video Industry Association’s Coalition Against Piracy (CAP) menyebut bahwa 63% pengguna layanan streaming online di Indonesia lebih suka menonton siaran melalui situs ilegal.
Alasan yang paling mendasar dari penggunaan layanan ini adalah karena sifatnya yang gratis, alias tidak berbayar.
Meski pada 2021 silam pemerintah sudah berupaya menutup kurang lebih sebanyak 224 situs streaming ilegal. Namun, hal itu tidak menghentikan munculnya situs-situs baru yang menawarkan layanan yang sama.
Hal ini dikarenakan permintaan terhadap layanan streaming ilegal saat ini juga masih tinggi di kalangan pengguna internet.
Sebab, menurut riset kolaborasi terbaru dari perusahaan non-profit Digital Citizens Alliance dan perusahaan anti-pembajakan White Bullet Solutions, situs-situs yang menyediakan layanan streaming gratis tersebut dapat meraih keuntungan dari iklan digital hingga mencapai USD1,3 miliar atau Rp18,6 triliun per tahun.
Karena itu, tidak heran jika para pelaku pembajakan ini terus bermunculan meskipun pemerintah sudah gencar menutup layanan mereka.
”Dari jumlah pemasukannya, kita sudah bisa menilai bahwa saat ini pasar bagi layanan streaming ilegal masih tinggi dan menguntungkan,” beber Presiden Direktur PT ITSEC Asia Andri Hutama Putra.
Karena itu, Andri menyebut bahwa langkah konkret pemerintah dalam menutup situs-situs streaming ilegal ini juga harus diimbangi dengan edukasi akan bahaya yang mengintai dari platform tersebut. Sebab, jika penonton situs streaming ilegal masih ada dan besar, maka situs yang menyediakan layanan streaming ilegal akan terus bermunculan seberapa pun seringnya ditutup.
Studi dari McAfee pada 2020 menunjukkan bahwa 9 dari 10 film yang berada di popularitas top 10 berpotensi tinggi menjadi sasaran kejahatan siber.
(dan)