Studi: Teknologi Telemedisin Bantu Turunkan Kadar Glukosa Pasien Diabetes

Rabu, 15 Desember 2021 - 20:48 WIB
loading...
Studi: Teknologi Telemedisin Bantu Turunkan Kadar Glukosa Pasien Diabetes
Penggunaan telekonsultasi dinilai dapat meningkatkan kepatuhan pasien sehingga menjadi faktor utama keberhasilan pengelolaan penyakit kronis. Foto: Reuters
A A A
JAKARTA - Penggunaan layanan telekonsultasi ternyata dapat meningkatkan kepatuhan pasien, sehingga berkontribusi pada penurunan kadar glukosa darah yang signifikan. Demikian hasil studi terbaru Good Doctor Technology Indonesia (Good Doctor).

Studi percontohan dalam kerangka sketsa Prolanis itu menjadi pijakan untuk mendorong penggunaan telemedisin dalam penanganan penyakit diabetes.



Head of Medical PT Good Doctor Technology Indonesia Adhiatma Gunawan mengatakan, telemedisin berpotensi membantu mendorong perkembangan kesehatan pasien. ”Bahkan dapat menekan dan mengurangi biaya perawatan kronis BPJS dalam jangka panjang,” ujarnya.

Bagaimana layanan telekonsultasi bisa membantu penderita diabetes?

Dalam studi percontohan tersebut, klinik BPJS offline mendapat dukungan dari penyedia telemedisin Good Doctor untuk mengukur efektivitas telekonsultasi dalam pemantauan glukosa darah pasien diabetes di klinik BPJS.

Dukungan tersebut meliputi pengingat/pemberitahuan otomatis secara reguler, kontak/tindak lanjut secara reguler, konsultasi online, dan informasi edukatif. Dalam tiga bulan, pasien mendapat pengingat dari platform telehealth untuk memeriksa dan mengukur glukosa darahnya.

Hasil studi percontohan ini menunjukkan bahwa ada perbedaan antara pasien yang menggunakan telemedisin dan tidak, di mana kepatuhan pasien selama masa observasi memberikan kontribusi tinggi terhadap penurunan kadar glukosa darah signifikan.

Studi: Teknologi Telemedisin Bantu Turunkan Kadar Glukosa Pasien Diabetes

Penggunaan telekonsultasi dinilai dapat meningkatkan kepatuhan pasien sehingga menjadi faktor utama keberhasilan pengelolaan penyakit kronis.

Studi percontohan memiliki dua fase, pertama dimulai dengan Focus Group Discussion (FGD) di bulan Desember 2020, dan kemudian fase kedua diteruskan dengan pengelompokan pada Januari hingga Juni 2021. Studi dilakukan di beberapa klinik daerah Bekasi dan Depok dengan peserta yang memiliki rentang usia dari 24 tahun hingga 79 tahun.

Mengapa studi ini penting? Sebab, Indonesia masih menghadapi masalah penanganan Prolanis (Program Layanan Penyakit Kronis), seperti yang dihadapi oleh pengidap diabetes tipe-2.

Data dari International Diabetes Federation (IDF) 2021 menunjukkan bahwa jumlah pasien diabetes di Indonesia pada 2021 mencapai 19.47 juta orang, atau posisi kelima sebagai negara dengan jumlah pengidap diabetes terbanyak.

Artinya, dibutuhkan kapasitas kesehatan yang memadai untuk masyarakat. Sementara berdasarkan data dari Riset Kementerian Kesehatan 2020, Indonesia saat ini hanya memiliki sekitar 321.544 tempat tidur rumah sakit untuk melayani populasi sekitar 270 juta orang, atau berarti sekitar 1,2 tempat tidur rumah sakit untuk 1.000 penduduk. Demikian pula, rasio dokter terhadap populasi hanya 0,38 dokter per 1.000 penduduk.

Ketua Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Daeng M. Faqih mengatakan bahwa pihaknya melihat pentingnya peran strategis telemedisin dalam pengelolaan kesehatan. ”Kami mendorong telemedisin untuk mendapat dukungan berupa regulasi yang menyeluruh, terutama dalam penanganan penyakit kronis,” ujarnya.
(dan)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1906 seconds (0.1#10.140)