Warganet Diimbau Pakai Bahasa Positif di Dunia Digital
loading...
A
A
A
JAKARTA - Media digital menjadi sebuah platform penting dalam penyebaran informasi publik. Kualitas penggunaan kata-kata dan bahasa dalam konten-konten di media digital akan mendorong kualitas diseminasi informasi yang diberikan kepada masyarakat.
Pengemasan konten-konten di media digital tidak hanya harus kreatif tapi juga memuat padanan bahasa-bahasa yang tepat. Begitu disampaikan oleh Dirjen Informasi dan Komunikasi Publik (IKP) Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Usman Kansong.
“Bahasa merupakan komponen utama dalam keberhasilan komunikasi. Ketepatan berbahasa akan berpengaruh terhadap bagaimana informasi diterima oleh masyarakat,” ujar Usman dalam kegiatan “Berbahasa Positif dalam Konten Kreatif”, di Jakarta, Rabu, (20/10/2021).
Bahasa Indonesia, lanjut Usman adalah kekuatan yang menyatukan kemajemukan bangsa Indonesia. Perkembangan teknologi komunikasi membuat bahasa Indonesia pun mengalami dinamika yang mendorong perlunya perluasan terhadap informasi kebahasaan.
Maraknya penggunaan bahasa gaul, seperti bahasa gaul di radio yang disebarkan melalui media sosial apabila tidak diimbangi dengan edukasi yang tepat dapat menimbulkan pergeseran berbahasa di kalangan anak muda.
“Begitu penggunaan bahasa Indonesia secara positif dalam berbagai kanal komunikasi menjadi unsur penting dalam menyampaikan informasi serta memberikan pemahaman ke publik,” kata Usman.
“Kita harus sering menyelenggarakan forum diskusi bertema berbahasa positif dalam konten kreatif, sebagai salah satu upaya mendorong penggunaan bahasa Indonesia pada konten-konten kreatif sekaligus menumbuhkan rasa cinta terhadap bahasa persatuan Indonesia yang terus bertumbuh mengikuti dinamika perkembangan zaman,” tambahnya.
Sementara, Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kemendikbudristek, E. Aminudin Azis menerangkan masyarakat Indonesia pada umumnya bercirikan sebagai masyarakat oral, ditandai dengan, antara lain, banyaknya dongeng-dongeng yang diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya.
Budaya masyarakat Indonesia mengandalkan bahasa lisan untuk menceritakan sesuatu secara turun temurun. Bahasa lisan tidak memiliki jejak seperti bahasa tulisan sehingga sulit melacar sumber utamanya.
“Bahasa lisan itu mengandalkan ingatan, apa yang kita ingat dalam waktu lama. Nanti akan berbeda-beda (ceritanya) dari setiap orang karena kapasitas berpikir seseorang itu berbeda. Bahasa lisan itu mengandalkan ingatan. Sedangkan bahasa tulisan potensi untuk tersimpan secara aman, makanya kalau perpustakaan-perpustakaan besar ada dokumen yang sudah 1.000 tahun gitu atau bahkan lebih tetap tersimpan rapi,” ujarnya.
Di lain pihak, Direktur Utama Narabahasa yang juga Wikipediawan, Ivan Lanin, meminta agar lembaga pemerintah memperhatikan padanan bahasa dalam mengkreasikan konten informasi. Ia juga mengimbau agar informasi tidak hanya disalurkan melalui media sosial seperti Instagram, twitter dan facebook, tetapi juga harus memperhatikan konten di situs web atau laman.
“Jangan pernah lupakan situs web karena selalu berada di tengah, terutama untuk organisasi (pemerintah) situs web itu adalah tempat yang benar-benar kita bebas untuk menentukan apapun (konten) dan bahasa. Tidak semua konten bisa dimuat di Instagram atau media sosial lainnya,” ujar Ivan.
Ia menyarankan agar pemerintah merekrut tenaga magang dari sekolah-sekolah vokasi untuk menjadi tim pembuat konten bagi pemerintah. Saat ini, kata Ivan, banyak lembaga pendidikan yang memang melatih siswanya untuk menjadi pembuat konten kreatif
“Misalnya kalau membuat konten di TikTok itu kan butuh kreativitas. Nah, anak-anak magang itu bisa diberdayakan karena mereka berpengalaman membuat konten-konten agar informasi yang disampaikan bisa tersampaikan dengan cepat dan dikemas dengan kreatif,” tutupnya.
Pengemasan konten-konten di media digital tidak hanya harus kreatif tapi juga memuat padanan bahasa-bahasa yang tepat. Begitu disampaikan oleh Dirjen Informasi dan Komunikasi Publik (IKP) Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Usman Kansong.
“Bahasa merupakan komponen utama dalam keberhasilan komunikasi. Ketepatan berbahasa akan berpengaruh terhadap bagaimana informasi diterima oleh masyarakat,” ujar Usman dalam kegiatan “Berbahasa Positif dalam Konten Kreatif”, di Jakarta, Rabu, (20/10/2021).
Bahasa Indonesia, lanjut Usman adalah kekuatan yang menyatukan kemajemukan bangsa Indonesia. Perkembangan teknologi komunikasi membuat bahasa Indonesia pun mengalami dinamika yang mendorong perlunya perluasan terhadap informasi kebahasaan.
Maraknya penggunaan bahasa gaul, seperti bahasa gaul di radio yang disebarkan melalui media sosial apabila tidak diimbangi dengan edukasi yang tepat dapat menimbulkan pergeseran berbahasa di kalangan anak muda.
“Begitu penggunaan bahasa Indonesia secara positif dalam berbagai kanal komunikasi menjadi unsur penting dalam menyampaikan informasi serta memberikan pemahaman ke publik,” kata Usman.
“Kita harus sering menyelenggarakan forum diskusi bertema berbahasa positif dalam konten kreatif, sebagai salah satu upaya mendorong penggunaan bahasa Indonesia pada konten-konten kreatif sekaligus menumbuhkan rasa cinta terhadap bahasa persatuan Indonesia yang terus bertumbuh mengikuti dinamika perkembangan zaman,” tambahnya.
Sementara, Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kemendikbudristek, E. Aminudin Azis menerangkan masyarakat Indonesia pada umumnya bercirikan sebagai masyarakat oral, ditandai dengan, antara lain, banyaknya dongeng-dongeng yang diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya.
Budaya masyarakat Indonesia mengandalkan bahasa lisan untuk menceritakan sesuatu secara turun temurun. Bahasa lisan tidak memiliki jejak seperti bahasa tulisan sehingga sulit melacar sumber utamanya.
“Bahasa lisan itu mengandalkan ingatan, apa yang kita ingat dalam waktu lama. Nanti akan berbeda-beda (ceritanya) dari setiap orang karena kapasitas berpikir seseorang itu berbeda. Bahasa lisan itu mengandalkan ingatan. Sedangkan bahasa tulisan potensi untuk tersimpan secara aman, makanya kalau perpustakaan-perpustakaan besar ada dokumen yang sudah 1.000 tahun gitu atau bahkan lebih tetap tersimpan rapi,” ujarnya.
Di lain pihak, Direktur Utama Narabahasa yang juga Wikipediawan, Ivan Lanin, meminta agar lembaga pemerintah memperhatikan padanan bahasa dalam mengkreasikan konten informasi. Ia juga mengimbau agar informasi tidak hanya disalurkan melalui media sosial seperti Instagram, twitter dan facebook, tetapi juga harus memperhatikan konten di situs web atau laman.
“Jangan pernah lupakan situs web karena selalu berada di tengah, terutama untuk organisasi (pemerintah) situs web itu adalah tempat yang benar-benar kita bebas untuk menentukan apapun (konten) dan bahasa. Tidak semua konten bisa dimuat di Instagram atau media sosial lainnya,” ujar Ivan.
Ia menyarankan agar pemerintah merekrut tenaga magang dari sekolah-sekolah vokasi untuk menjadi tim pembuat konten bagi pemerintah. Saat ini, kata Ivan, banyak lembaga pendidikan yang memang melatih siswanya untuk menjadi pembuat konten kreatif
“Misalnya kalau membuat konten di TikTok itu kan butuh kreativitas. Nah, anak-anak magang itu bisa diberdayakan karena mereka berpengalaman membuat konten-konten agar informasi yang disampaikan bisa tersampaikan dengan cepat dan dikemas dengan kreatif,” tutupnya.
(wbs)