Pengguna Merasa Diawasi, Apple Dikritik Karena Menyimpan Data di China
loading...
A
A
A
JAKARTA - Apple mengonfirmasi bahwa mereka menyimpan data pelanggan China di dalam pusat data yang berbasis di China. Langkah ini menuai kritik karena diketahui China dituduh menggunakan teknologi untuk melacak warganya dalam pengawasan massal.
Dilansir BBC News, Apple menjamin mereka tidak pernah membahayakan keamanan baik pelanggan atau data mereka yang disimpan di China. Apple mengatakan telah mematuhi hukum China tentang penyimpanan data warga negaranya.
Namun seorang ahli mengatakan kepada BBC bahwa Apple secara efektif "menyerahkan kunci" kepada pemerintah China dengan melakukan ini. China telah lama dituduh menggunakan teknologi untuk melacak warganya dan untuk tujuan pengawasan massal.
"Saya akan merasa tidak nyaman menggunakan produk Apple jika saya mengkritik pemerintah China," kata Prof Michael Posner, mantan pejabat pemerintahan Obama, dan direktur Pusat Bisnis dan Hak Asasi Manusia di Universitas New York.
Apple mengatakan telah mematuhi hukum di semua negara tempat Apple berada. "Kami mempertahankan kendali atas kunci enkripsi untuk data pengguna kami, dan setiap pusat data baru yang kami bangun memberi kami kesempatan untuk menggunakan perangkat keras dan teknologi keamanan Apple yang paling mutakhir untuk melindungi kunci tersebut," katanya dalam sebuah pernyataan.
Pada Desember 2020 Apple menghapus sekitar 46.000 aplikasi dari China App Store, mengikuti tenggat waktu yang ditetapkan oleh negara. Mayoritas adalah game, yang membutuhkan lisensi resmi agar tersedia di negara tersebut.
Dan pada 2019 Google meninggalkan proyek untuk meluncurkan versi mesin pencari yang disensor di China, menyusul kritik dari stafnya sendiri.
Dilansir BBC News, Apple menjamin mereka tidak pernah membahayakan keamanan baik pelanggan atau data mereka yang disimpan di China. Apple mengatakan telah mematuhi hukum China tentang penyimpanan data warga negaranya.
Namun seorang ahli mengatakan kepada BBC bahwa Apple secara efektif "menyerahkan kunci" kepada pemerintah China dengan melakukan ini. China telah lama dituduh menggunakan teknologi untuk melacak warganya dan untuk tujuan pengawasan massal.
"Saya akan merasa tidak nyaman menggunakan produk Apple jika saya mengkritik pemerintah China," kata Prof Michael Posner, mantan pejabat pemerintahan Obama, dan direktur Pusat Bisnis dan Hak Asasi Manusia di Universitas New York.
Apple mengatakan telah mematuhi hukum di semua negara tempat Apple berada. "Kami mempertahankan kendali atas kunci enkripsi untuk data pengguna kami, dan setiap pusat data baru yang kami bangun memberi kami kesempatan untuk menggunakan perangkat keras dan teknologi keamanan Apple yang paling mutakhir untuk melindungi kunci tersebut," katanya dalam sebuah pernyataan.
Pada Desember 2020 Apple menghapus sekitar 46.000 aplikasi dari China App Store, mengikuti tenggat waktu yang ditetapkan oleh negara. Mayoritas adalah game, yang membutuhkan lisensi resmi agar tersedia di negara tersebut.
Dan pada 2019 Google meninggalkan proyek untuk meluncurkan versi mesin pencari yang disensor di China, menyusul kritik dari stafnya sendiri.
(ysw)