Senjata Beteknologi AI Bisa Ambil Keputusan untuk Membunuh Manusia

Kamis, 29 Agustus 2024 - 06:57 WIB
loading...
Senjata Beteknologi...
Senjata Beteknologi AI. FOTO/ DAILY
A A A
JAKARTA - Dunia harus bersatu untuk mengekang munculnya ' robot pembunuh' atau menghadapi 'masa depan yang buruk' dengan warga sipil di mana pun berada dalam bahaya, kata seorang pemimpin hak asasi manusia.



Seperti dilansir Daily Star, Sistem senjata otonom (LAWS) yang dihasilkan kecerdasan buatan yang sedang dikembangkan mampu memilih dan menyerang target berdasarkan pemrosesan sensor tanpa campur tangan manusia.

Kemampuan ini memberikan kebebasan pada mesin sekaligus kemampuan untuk mengambil nyawa manusia karena target LAWS didasarkan pada data yang diterima dan diproses, tanpa ada unsur belas kasihan.

Drone LAWS sedang dikembangkan di seluruh dunia dan telah digunakan di medan perang di kawasan Afrika Tengah.

Senjata-senjata ini beroperasi tanpa memperhatikan hukum internasional karena keputusan untuk membunuh dibuat oleh robot, bukan manusia.

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mendesak para pemimpin dunia untuk menandatangani perjanjian untuk menyetujui tidak menggunakan senjata LAWS.

Wakil Direktur Krisis, Konflik dan Senjata Human Rights Watch (HRW), Mary Wareham menginginkan keputusan pelarangan senjata tersebut diambil pada Sidang Umum PBB bulan depan.

“Tanpa hukum yang jelas, dunia menghadapi masa depan yang gelap dimana pembunuhan otonom oleh robot-robot ini membahayakan warga sipil di mana pun mereka berada,” kata Wareham.

Menurutnya, para pemimpin dunia telah menyadari bencana yang diakibatkan oleh penghapusan kendali manusia atas sistem senjata.

“Ada dukungan internasional yang luas agar permasalahan ini dapat diatasi. Hal ini seharusnya mendorong pemerintah di seluruh dunia untuk melakukan negosiasi tanpa penundaan lebih lanjut,” tambah Wareham.

Ia menyampaikan seruan tersebut setelah Sekretaris Jenderal PBB, António Guterres menerbitkan laporan yang menuntut agar perjanjian internasional ditandatangani untuk 'melarang sistem senjata yang berfungsi tanpa kendali manusia dan tidak mematuhi hukum kemanusiaan internasional'.

“Waktu hampir habis bagi komunitas internasional untuk mengambil tindakan pencegahan terhadap masalah ini.

“Kita perlu bertindak segera untuk mempertahankan kendali manusia atas penggunaan kekuatan,” kata Guterres dalam peringatannya.

Ia berharap para pemimpin dunia akan menyepakati 'perjanjian masa depan' yang melarang pengembangan robot pembunuh pada pertemuan puncak PBB pada 22 September.

Sejauh ini, para ahli yakin LAWS telah digunakan dua kali, sekali dalam konflik dan sekali lagi dalam sesi pelatihan.

Pada tahun 2020, pasukan yang didukung pemerintah Libya mengerahkan drone Kargu-2 buatan Turki untuk memerangi milisi musuh.

Menurut laporan PBB, drone 'berburu dan menyerang' musuh dari jauh' dan memilih sasarannya sendiri.

Jumlah korban tidak diketahui namun menurut beberapa ahli, drone tersebut tidak dapat membedakan sasaran militer dan sasaran sipil.

Pada bulan Mei tahun ini, militer Amerika Serikat menguji drone otonom Triton di Libreville, Gabon dalam latihan anti-pembajakan. Ia menggunakan pemindai dan sensor beresolusi tinggi untuk mengumpulkan intelijen sendiri dan meluncurkan tindakan pencegahan.

Drone tersebut memiliki varian udara dan laut dan dapat bertahan di bawah air selama seminggu. Para ahli khawatir teknologi LAWS bisa jatuh ke tangan jaringan teroris.

Beberapa drone canggih telah hilang dalam operasi kontra-terorisme.

AS dilaporkan kehilangan tiga drone MQ-9 Reaper ke milisi Houthi di Yaman pada Mei lalu dan sebelumnya, drone MQ-1 Predator di Libya dan Nigeria.
(wbs)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Berita Terkait
HP Menerjemahkan AI...
HP Menerjemahkan AI Jadi Pengalaman Bermakna Bentuk Masa Depan Pekerjaan
Perdana Digelar, GrabX...
Perdana Digelar, GrabX Hadirkan Inovasi Baru Untuk Semua Versi Dirimu
AI pada Google Menyebabkan...
AI pada Google Menyebabkan Banyak Website Kehilangan Trafik
Karyawan yang Sebut...
Karyawan yang Sebut Bos AI Microsoft Antek Genosida Israel Langsung Dipecat!
Batal Kenalkan GPT-5,...
Batal Kenalkan GPT-5, OpenAI Luncurkan o3
Dengan AI Proses Coding...
Dengan AI Proses Coding Kini Tak Membutuhkan Tenaga Ahli
Meta Umumkan Llama 4,...
Meta Umumkan Llama 4, AI Baru yang Pandai Berbicara
Bantu Pemain Menang,...
Bantu Pemain Menang, Microsoft Luncurkan Copilot for Gaming
Beragam Respons Soal...
Beragam Respons Soal Kehadiran Manus AI Baru Buatan China
Rekomendasi
Lahir Prematur, Bayi...
Lahir Prematur, Bayi Kembar Empat di Manggarai Timur Meninggal Dunia
Tim Opsnal Krimum Polres...
Tim Opsnal Krimum Polres Metro Jaksel Amankan Pelaku Pencurian Mobil
Taliban Eksekusi 4 Pria...
Taliban Eksekusi 4 Pria di Stadion Afghanistan yang Penuh Sesak
Berita Terkini
WhatsApp Sempat Lumpuh!...
WhatsApp Sempat Lumpuh! Grup Chat Terdampak, Tagar WhatsAppDown Meroket
58 menit yang lalu
Bundling iPhone 16 Telkomsel:...
Bundling iPhone 16 Telkomsel: Kuota Jumbo dan eSIM, Cicilan hingga 24 Bulan
3 jam yang lalu
YouTuber Prank Vitaly...
YouTuber Prank Vitaly Zdorovetskiy Bikin Onar di Filipina, Berharap Deportasi Malah Masuk Bui
3 jam yang lalu
Uranus: Misteri 28 Detik...
Uranus: Misteri 28 Detik yang Membuat Ilmuwan Salah Mengukur Durasi Hari!
11 jam yang lalu
XL Axiata Luncurkan...
XL Axiata Luncurkan Registrasi SIM Gunakan Wajah & eSIM: Penipuan Online Tamat Riwayat?
14 jam yang lalu
Rangkuman Fitur Terbaru...
Rangkuman Fitur Terbaru WhatsApp April 2025 yang Perlu Anda Tahu!
14 jam yang lalu
Infografis
Empat Indikator Uni...
Empat Indikator Uni Eropa Bersiap untuk Perang Besar
Copyright ©2025 SINDOnews.com All Rights Reserved