Indonesia Sasaran Empuk Serangan Siber, Nyaris Tembus 6 Miliar Kasus
loading...
A
A
A
BANDUNG - Indonesia menjadi sasaran empuk serangan siber . Tercatat sejak 2019 nyaris terjadi 6 miliar kasus. Diperlukan upaya nyata untuk mencegah kembali terjadinya serangan.
Faktanya, praktisi siber Teguh Aprianto menyebut Indonesia belum siap menghadapi serangan kejahatan siber . Berdasarkan data Periksadata.com, angka kasus kejahatan siber nyaris mencapai 6 miliar, tepatnya 5.909.691.104 kasus yang menyerang semua sektor, mulai dari pemerintahan, bisnis, hingga layanan publik.
"Masih banyak kelemahan dan kerentanan yang belum terlihat di permukaan dan perlu segera ditangani untuk mencegah kerugian yang lebih besar," kata Teguh usai menghadiri
Seminar Sekolah Sespimti Dikreg ke-33 bertema 'Keamanan Siber di Indonesia' di Sespim Polri Lembang, Kabupaten Bandung Barat (KBB).
Salah satu kejadian menonjol adalah serangan terhadap pusat data nasional sementara (PDNS) yang mengekspose kelemahan infrastruktur keamanan siber di Indonesia terutama dalam hal proteksi data yang dikelola pemerintah.
"Kasus-kasus kebocoran data besar-besaran seperti PDNS menunjukkan bahwa masalah yang tampak hanyalah sebagian kecil dari masalah besar yang ada," kata Teguh.
Menurut dia, kasus kebocoran data dan serangan siber besar-besaran menjadi bukti nyata bahwa Indonesia belum siap menghadapi serangan siber yang semakin canggih. Insiden-insiden ini, kata Teguh, merupakan fenomena puncak gunung es dari masalah yang jauh lebih besar dan mendalam.
Ia mengatakan, kelemahan dalam kesadaran, investasi, regulasi dan penegakan hukum serta kurangnya kerjasama dan koordinasi antar berbagai instansi menjadi penyebab
Indonesia sangat rentan terhadap serangan siber.
"Masih banyak kelemahan dan kerentanan yang belum terlihat di permukaan dan perlu segera ditangani untuk mencegah kerugian yang lebih besar," kata Teguh.
Sementara soal serangan acak atau random, jumlahnya lebih besar lagi. Bahkan dalam sehari, bisa mencapai ratusan juga hingga miliaran serangan siber ke Indonesia.
Faktanya, praktisi siber Teguh Aprianto menyebut Indonesia belum siap menghadapi serangan kejahatan siber . Berdasarkan data Periksadata.com, angka kasus kejahatan siber nyaris mencapai 6 miliar, tepatnya 5.909.691.104 kasus yang menyerang semua sektor, mulai dari pemerintahan, bisnis, hingga layanan publik.
"Masih banyak kelemahan dan kerentanan yang belum terlihat di permukaan dan perlu segera ditangani untuk mencegah kerugian yang lebih besar," kata Teguh usai menghadiri
Seminar Sekolah Sespimti Dikreg ke-33 bertema 'Keamanan Siber di Indonesia' di Sespim Polri Lembang, Kabupaten Bandung Barat (KBB).
Salah satu kejadian menonjol adalah serangan terhadap pusat data nasional sementara (PDNS) yang mengekspose kelemahan infrastruktur keamanan siber di Indonesia terutama dalam hal proteksi data yang dikelola pemerintah.
"Kasus-kasus kebocoran data besar-besaran seperti PDNS menunjukkan bahwa masalah yang tampak hanyalah sebagian kecil dari masalah besar yang ada," kata Teguh.
Menurut dia, kasus kebocoran data dan serangan siber besar-besaran menjadi bukti nyata bahwa Indonesia belum siap menghadapi serangan siber yang semakin canggih. Insiden-insiden ini, kata Teguh, merupakan fenomena puncak gunung es dari masalah yang jauh lebih besar dan mendalam.
Ia mengatakan, kelemahan dalam kesadaran, investasi, regulasi dan penegakan hukum serta kurangnya kerjasama dan koordinasi antar berbagai instansi menjadi penyebab
Indonesia sangat rentan terhadap serangan siber.
"Masih banyak kelemahan dan kerentanan yang belum terlihat di permukaan dan perlu segera ditangani untuk mencegah kerugian yang lebih besar," kata Teguh.
Sementara soal serangan acak atau random, jumlahnya lebih besar lagi. Bahkan dalam sehari, bisa mencapai ratusan juga hingga miliaran serangan siber ke Indonesia.