Meta dan Microsoft Digugat Keluarga Korban Penembakan Texas
loading...
A
A
A
TEXAS - Keluarga korban penembakan sekolah dasar di Uvalde, Texas, pada 2022 melayangkan dua gugatan hukum pada Jumat (24/5) terhadap Meta, perusahaan game Activision Blizzard dan perusahaan induknya Microsoft; serta produsen senjata api Daniel Defense.
Dalam gugatannya, keluarga korban mengatakan bahwa perusahaan-perusahaan tersebut bekerja sama untuk memasarkan senjata berbahaya kepada remaja yang rentan dipengaruhi seperti Penembak Uvalde.
Bersama-sama, gugatan terkait hilangnya nyawa manusia akibat perbuatan melawan hukum itu menyatakan bahwa Daniel Defense, produsen senjata yang berbasis di Georgia, menggunakan Instagram dan gim video peperangan "Call of Duty" buatan Activision untuk memasarkan senapan serbu kepada remaja laki-laki.
Sedangkan alasan untuk menggugat Meta dan Microsoft karena kedua perusahaan teknologi itu dianggap memfasilitasi strategi tersebut dengan lemahnya pengawasan dan tidak memperhatikan konsekuensinya.
Seperti dilansir dari The New York Time, Minggu (26/4/2024), Meta, Microsoft dan Daniel Defense tidak segera menanggapi permintaan untuk mengomentari gugatan.
Dalam salah satu penembakan masal di sekolah paling mematikan dalam sejarah, 19 anak dan dua guru tewas pada 24 Mei 2022, ketika seorang pria bersenjata berusia 18 tahun bersenjatakan senapan Daniel Defense memasuki Sekolah Dasar Robb.
Pelaku membarikade dirinya di dalam ruang kelas yang bersebelahan dengan puluhan orang. siswa.
Kedua gugatan tersebut diajukan pada peringatan dua tahun pembantaian tersebut oleh Koskoff Koskoff & Bieder. Firma hukum itu berhasil mencapai penyelesaian klaim senilai USD73 juta dengan produsen senapan Remington pada 2022 atas nama keluarga anak-anak yang terbunuh dalam penembakan massal di Sekolah Dasar Sandy Hook, Connecticut pada 2012.
Gugatan pertama, yang diajukan di Pengadilan Tinggi Los Angeles, menuduh Instagram memberikan "saluran tanpa pengawasan kepada produsen senjata untuk berbicara langsung dengan anak di bawah umur, di rumah mereka, di sekolah, bahkan di tengah malam," dengan hanya pengawasan yang minim.
Akibatnya, menurut pengaduan tersebut, pelaku menjadi berambisi untuk mendapatkan senjata yang sama dan menggunakannya untuk melakukan pembunuhan, meskipun dia sebelumnya belum pernah menembakkan senjata dalam kehidupan nyata.
Dalam gugatannya, keluarga korban mengatakan bahwa perusahaan-perusahaan tersebut bekerja sama untuk memasarkan senjata berbahaya kepada remaja yang rentan dipengaruhi seperti Penembak Uvalde.
Bersama-sama, gugatan terkait hilangnya nyawa manusia akibat perbuatan melawan hukum itu menyatakan bahwa Daniel Defense, produsen senjata yang berbasis di Georgia, menggunakan Instagram dan gim video peperangan "Call of Duty" buatan Activision untuk memasarkan senapan serbu kepada remaja laki-laki.
Sedangkan alasan untuk menggugat Meta dan Microsoft karena kedua perusahaan teknologi itu dianggap memfasilitasi strategi tersebut dengan lemahnya pengawasan dan tidak memperhatikan konsekuensinya.
Seperti dilansir dari The New York Time, Minggu (26/4/2024), Meta, Microsoft dan Daniel Defense tidak segera menanggapi permintaan untuk mengomentari gugatan.
Dalam salah satu penembakan masal di sekolah paling mematikan dalam sejarah, 19 anak dan dua guru tewas pada 24 Mei 2022, ketika seorang pria bersenjata berusia 18 tahun bersenjatakan senapan Daniel Defense memasuki Sekolah Dasar Robb.
Pelaku membarikade dirinya di dalam ruang kelas yang bersebelahan dengan puluhan orang. siswa.
Kedua gugatan tersebut diajukan pada peringatan dua tahun pembantaian tersebut oleh Koskoff Koskoff & Bieder. Firma hukum itu berhasil mencapai penyelesaian klaim senilai USD73 juta dengan produsen senapan Remington pada 2022 atas nama keluarga anak-anak yang terbunuh dalam penembakan massal di Sekolah Dasar Sandy Hook, Connecticut pada 2012.
Gugatan pertama, yang diajukan di Pengadilan Tinggi Los Angeles, menuduh Instagram memberikan "saluran tanpa pengawasan kepada produsen senjata untuk berbicara langsung dengan anak di bawah umur, di rumah mereka, di sekolah, bahkan di tengah malam," dengan hanya pengawasan yang minim.
Akibatnya, menurut pengaduan tersebut, pelaku menjadi berambisi untuk mendapatkan senjata yang sama dan menggunakannya untuk melakukan pembunuhan, meskipun dia sebelumnya belum pernah menembakkan senjata dalam kehidupan nyata.
(wbs)