Amerika Serikat Awasi Media Sosial di Seluruh Dunia
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah Amerika Serikat (AS) mengawasi penggunaan media sosial di dunia, usai invasi Rusia ke Ukraina. Hal ini ditegaskan Komando Cyber Angkatan Darat AS, untuk melindungi merek NATO.
Dilansir dari The Intercept, Komando Cyber Angkatan Darat AS atau Arcyber ditugaskan untuk mempertahankan jaringan militer negara itu, maupun saat melakukan operasi ofensif, termasuk kampanye propaganda.
Tidak hanya itu, Cyber Fusion Innovation Center, sebuah organisasi nirlaba yang disponsori Pentagon, juga menawarkan kepada kontraktor sektor swasta yang tertarik untuk menjual data kepada mereka.
Letnan Kolonel David Beskow dari Arcyber Technical Warfare Center ARCYBER mengatakan, mereka ingin mendeteksi dan menggagalkan pengaruh operasi asing, dan eufemisme militer untuk kampanye propaganda.
"NATO adalah salah satu merek utama kami, Aliansi Keamanan Nasional kami. Ini penting bagi kami. Kita harus memahami semua percakapan seputar NATO yang terjadi di media sosial," katanya, dikutip Jumat (28/4/2023).
Beskow melanjutkan, Arcyber ingin melacak media sosial diberbagai platform, di mana AS memiliki minat.
"Twitter masih menarik. Mereka yang memiliki penetrasi lain juga menarik. Itu termasuk VK, Telegram, Sina Weibo, dan lainnya yang mungkin memiliki penetrasi di bagian lain dunia," ungkapnya.
Pengawasan media sosial secara massal di dunia ini, dilakukan sebagai bagian dari perang informasi tentara yang disebut juga sebagai operasi informasi.
Departemen Pertahanan menjelaskan, operasi informasi ini bertujuan untuk kemajuan kepentingan, kebijakan, dan tujuan pemerintah Amerika Serikat melalui penggunaan program, rencana, tema, pesan, dan produk mereka.
Yang mengejutkan, pada Agustus lalu, para peneliti dari Graphika dan Stanford Internet Observatory menemukan jaringan pro-AS, yakni akun Twitter dan Facebook yang secara diam-diam dioperasikan oleh Komando Pusat AS.
Lihat Juga: Australia Nekad Larang Media Sosial untuk Anak di Bawah 16 Tahun, Langkah Positif atau Salah Arah?
Dilansir dari The Intercept, Komando Cyber Angkatan Darat AS atau Arcyber ditugaskan untuk mempertahankan jaringan militer negara itu, maupun saat melakukan operasi ofensif, termasuk kampanye propaganda.
Tidak hanya itu, Cyber Fusion Innovation Center, sebuah organisasi nirlaba yang disponsori Pentagon, juga menawarkan kepada kontraktor sektor swasta yang tertarik untuk menjual data kepada mereka.
Letnan Kolonel David Beskow dari Arcyber Technical Warfare Center ARCYBER mengatakan, mereka ingin mendeteksi dan menggagalkan pengaruh operasi asing, dan eufemisme militer untuk kampanye propaganda.
"NATO adalah salah satu merek utama kami, Aliansi Keamanan Nasional kami. Ini penting bagi kami. Kita harus memahami semua percakapan seputar NATO yang terjadi di media sosial," katanya, dikutip Jumat (28/4/2023).
Beskow melanjutkan, Arcyber ingin melacak media sosial diberbagai platform, di mana AS memiliki minat.
"Twitter masih menarik. Mereka yang memiliki penetrasi lain juga menarik. Itu termasuk VK, Telegram, Sina Weibo, dan lainnya yang mungkin memiliki penetrasi di bagian lain dunia," ungkapnya.
Pengawasan media sosial secara massal di dunia ini, dilakukan sebagai bagian dari perang informasi tentara yang disebut juga sebagai operasi informasi.
Departemen Pertahanan menjelaskan, operasi informasi ini bertujuan untuk kemajuan kepentingan, kebijakan, dan tujuan pemerintah Amerika Serikat melalui penggunaan program, rencana, tema, pesan, dan produk mereka.
Yang mengejutkan, pada Agustus lalu, para peneliti dari Graphika dan Stanford Internet Observatory menemukan jaringan pro-AS, yakni akun Twitter dan Facebook yang secara diam-diam dioperasikan oleh Komando Pusat AS.
Lihat Juga: Australia Nekad Larang Media Sosial untuk Anak di Bawah 16 Tahun, Langkah Positif atau Salah Arah?
(san)