Kelompok Kanan Sebar Hoax Pilpres AS di Twitter dan Facebook
Rabu, 04 November 2020 - 13:52 WIB
SAN FRANCISCO - Twitter dan Facebook memblokir akun yang berusaha menyebarkan informasi hoax tentang pemungutan suara . Umumnya akun tersebut berasal dari kalangan kelompok kanan. (Baca juga: Trump Melawan dengan Keras, Biden Tidak Mau Beri Peluang )
Twitter menyatakan, akun yang diblokir umumnya melanggar kebijakan yang sudah ditentukan. Salah satu akun yang diblokir adalah SVNewsAlerts, yang memiliki 78.000 pengikut. Akun tersebut umumnya memperingatkan tentang ancaman kerusuhan dan berbagai isu tentang keselamatan pemungutan suara. Mereka juga kerap menyebutkan pelanggaran yang dilakukan Partai Demokat dan memberikan dukungan dan perhatian kepada Partai Republik dan Presiden Donald Trump.
Akun lain yang di-suspend oleh Twitter adalah FJNewsReporter, Crisis_Intel dan Faytuks. Beberapa akun tersebut kerap meminta pendukungnya untuk mengikuti akun yang seirama dan senada.
Facebook juga men-suspend beberapa akun seperti SV News dan FJ News, karena melakukan pelanggaran. Akun SV memiliki lebih dari 20.000 pengikut.
Beberapa akun yang diblokir umumnya dibaca media di Rusia dan dituding melakukan intervensi pada Pilpres 2016. “Baik SVNewsAlerts dan Faytuks, yang memiliki 11.000 pengikut, juga kerap menjadi pemberitaan media seperti Sputnik dan RT,” kata pengamat media sosial, Chris Scott, dilansir Rueters.
Perusahaan media sosial turut andil dan bertindak untuk melaporkan berita hoaks dan pelanggaran pemilu. Sementara itu, FBI dan Jaksa Agung New York, mengatakan, mereka sedang mencari robocall misterius yang menyarankan orang untuk tetap di rumah. Kemudian, Twitter juga melakukan pengecekan dari akun @PhillyGOP yang menggunakan tagar #StopTheSteal. Partai Republik Philadelpgia sendiri tidak merespons komentar tentang tagar tersebut.
Situs berita sayap kanan Breitbart dan The Gateway Pundit mempublikan artikel yang mengklaim “the steal is on” di Pennsylvania yang ramai dibicarakan di Facebook dan Twitter.
“#StopTheSteal berkembang di media sosial dan disebut 2.000,” demikian keterangan firma intelijen media Zignal Labs. (Baca juga: Realme 7i vs vivo Y50, Kamu Jagoin yang Mana? )
Alex Stamos, mantan Chief Technology Officer Facebook dan kini direktur Stanford Internet Observatory, mengatakan, langkah terkoordinasi untuk mengatasi permasalahan hoax dengan proporsi. “Apa yang terjadi di Pennsylvania merupakan contoh bagaimana kesalahan bisa terjadi sepanjang waktu,” ujar Stamos.
Lihat Juga: Australia Nekad Larang Media Sosial untuk Anak di Bawah 16 Tahun, Langkah Positif atau Salah Arah?
Twitter menyatakan, akun yang diblokir umumnya melanggar kebijakan yang sudah ditentukan. Salah satu akun yang diblokir adalah SVNewsAlerts, yang memiliki 78.000 pengikut. Akun tersebut umumnya memperingatkan tentang ancaman kerusuhan dan berbagai isu tentang keselamatan pemungutan suara. Mereka juga kerap menyebutkan pelanggaran yang dilakukan Partai Demokat dan memberikan dukungan dan perhatian kepada Partai Republik dan Presiden Donald Trump.
Akun lain yang di-suspend oleh Twitter adalah FJNewsReporter, Crisis_Intel dan Faytuks. Beberapa akun tersebut kerap meminta pendukungnya untuk mengikuti akun yang seirama dan senada.
Facebook juga men-suspend beberapa akun seperti SV News dan FJ News, karena melakukan pelanggaran. Akun SV memiliki lebih dari 20.000 pengikut.
Beberapa akun yang diblokir umumnya dibaca media di Rusia dan dituding melakukan intervensi pada Pilpres 2016. “Baik SVNewsAlerts dan Faytuks, yang memiliki 11.000 pengikut, juga kerap menjadi pemberitaan media seperti Sputnik dan RT,” kata pengamat media sosial, Chris Scott, dilansir Rueters.
Perusahaan media sosial turut andil dan bertindak untuk melaporkan berita hoaks dan pelanggaran pemilu. Sementara itu, FBI dan Jaksa Agung New York, mengatakan, mereka sedang mencari robocall misterius yang menyarankan orang untuk tetap di rumah. Kemudian, Twitter juga melakukan pengecekan dari akun @PhillyGOP yang menggunakan tagar #StopTheSteal. Partai Republik Philadelpgia sendiri tidak merespons komentar tentang tagar tersebut.
Situs berita sayap kanan Breitbart dan The Gateway Pundit mempublikan artikel yang mengklaim “the steal is on” di Pennsylvania yang ramai dibicarakan di Facebook dan Twitter.
“#StopTheSteal berkembang di media sosial dan disebut 2.000,” demikian keterangan firma intelijen media Zignal Labs. (Baca juga: Realme 7i vs vivo Y50, Kamu Jagoin yang Mana? )
Alex Stamos, mantan Chief Technology Officer Facebook dan kini direktur Stanford Internet Observatory, mengatakan, langkah terkoordinasi untuk mengatasi permasalahan hoax dengan proporsi. “Apa yang terjadi di Pennsylvania merupakan contoh bagaimana kesalahan bisa terjadi sepanjang waktu,” ujar Stamos.
Lihat Juga: Australia Nekad Larang Media Sosial untuk Anak di Bawah 16 Tahun, Langkah Positif atau Salah Arah?
(iqb)
tulis komentar anda