AI Membuat Perangkat Pintar Semakin Mudah Diretas, Ini Cara Tetap Aman
Rabu, 17 April 2024 - 17:00 WIB
JAKARTA - Kemajuan teknologi ibarat dua sisi mata pisau. Jika tidak digunakan dengan bijak, akan mendatangkan kerugian. Di sisi satu, kehadiran teknologi juga semakin memudahkan pekerjaan namun bahaya kejahatan siber mengintai setiap saat.
Hal ini juga berlaku untuk perangkat pintar seperti jam tangan, bel pintu, sistem keamanan rumah, lampu dan perangkat internet of things (IoT) lainnya. Sebab perangkat yang didukung oleh AI membutuhkan personalisasi dari pengguna sehingga menyimpan data-data penting.
Produsen juga mengumpulkan data pengguna dalam jumlah besar untuk memastikan perangkat pintar ini responsif dan dipersonalisasi. Hal ini tentu membuat pengguna berisiko dieksploitasi oleh penjahat siber, seperti peretas yang ingin mencuri data.
Melansir dari The Conversation, Rabu (17/4/2024) seiring AI menjadi semakin populer, konsumen juga perlu menjadi lebih cerdas. Mereka harus menyadari pentingnya perlindungan yang diperlukan untuk tetap aman dari serangan siber.
Konsep IoT lahir ketika teknologi mulai menghubungkan perangkat fisik sehari-hari seperti kulkas, penyedot debu, dan kamera bel pintu ke internet. Sekarang diperkirakan ada sekitar 17 miliar perangkat IoT di seluruh dunia.
Perangkat IoT yang ada sebelum AI umumnya memiliki fungsi lebih sederhana dan lebih statis, sehingga risiko privasi data dan keamanan menjadi lebih rendah. Perangkat ini dapat terhubung ke internet dan melakukan tugas tertentu yang telah diprogramkan untuk dilakukan, seperti mematikan lampu dari jarak jauh.
Namun, perangkat tersebut tidak bisa belajar dari interaksi pengguna atau menyesuaikan fungsinya dari waktu ke waktu. Produsen mengintegrasikan AI ke dalam perangkat IoT untuk membantu mereka "memahami" dan melayani kebutuhan serta perilaku pengguna dengan lebih baik.
Namun, ini juga membuatnya kurang aman. Dengan AI yang sekarang tertanam di perangkat tersebut, ini sebenarnya membuka kumpulan jalur baru bagi penjahat dunia maya. Misalnya, peretas dapat menggunakan input yang sengaja menyebabkan AI di perangkat tersebut tidak berfungsi. Mereka juga dapat "meracuni" data pelatihan model AI untuk membuatnya berperilaku dengan cara tertentu.
Hal ini juga berlaku untuk perangkat pintar seperti jam tangan, bel pintu, sistem keamanan rumah, lampu dan perangkat internet of things (IoT) lainnya. Sebab perangkat yang didukung oleh AI membutuhkan personalisasi dari pengguna sehingga menyimpan data-data penting.
Produsen juga mengumpulkan data pengguna dalam jumlah besar untuk memastikan perangkat pintar ini responsif dan dipersonalisasi. Hal ini tentu membuat pengguna berisiko dieksploitasi oleh penjahat siber, seperti peretas yang ingin mencuri data.
Melansir dari The Conversation, Rabu (17/4/2024) seiring AI menjadi semakin populer, konsumen juga perlu menjadi lebih cerdas. Mereka harus menyadari pentingnya perlindungan yang diperlukan untuk tetap aman dari serangan siber.
Konsep IoT lahir ketika teknologi mulai menghubungkan perangkat fisik sehari-hari seperti kulkas, penyedot debu, dan kamera bel pintu ke internet. Sekarang diperkirakan ada sekitar 17 miliar perangkat IoT di seluruh dunia.
Perangkat IoT yang ada sebelum AI umumnya memiliki fungsi lebih sederhana dan lebih statis, sehingga risiko privasi data dan keamanan menjadi lebih rendah. Perangkat ini dapat terhubung ke internet dan melakukan tugas tertentu yang telah diprogramkan untuk dilakukan, seperti mematikan lampu dari jarak jauh.
Namun, perangkat tersebut tidak bisa belajar dari interaksi pengguna atau menyesuaikan fungsinya dari waktu ke waktu. Produsen mengintegrasikan AI ke dalam perangkat IoT untuk membantu mereka "memahami" dan melayani kebutuhan serta perilaku pengguna dengan lebih baik.
Namun, ini juga membuatnya kurang aman. Dengan AI yang sekarang tertanam di perangkat tersebut, ini sebenarnya membuka kumpulan jalur baru bagi penjahat dunia maya. Misalnya, peretas dapat menggunakan input yang sengaja menyebabkan AI di perangkat tersebut tidak berfungsi. Mereka juga dapat "meracuni" data pelatihan model AI untuk membuatnya berperilaku dengan cara tertentu.
tulis komentar anda